Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

TMII Penjaga Keutuhan NKRI

30 Maret 2015   10:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:48 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427685900138003491

Tahun 1998 menjadi tonggak sejarah penting bagi bangsa Indonesia. Gerakan reformasi digalakkan demi menuju keadaan yang lebih demokratis. Berbagai perubahan penting terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu kebijakan pascareformasi adalah otonomi daerah. Penyelenggaraan pemerintahan yang sebelumnya amat sentralistis mulai bergeser ke arah desentralisasi. Selain pelimpahan kewenangan, dilakukan juga perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Perubahan besar yang terjadi selanjutnya adalah pemilihan presiden secara langsung pada 2004, yang diikuti dengan pemilihan kepala daerah secara langsung setahun setelahnya.

Kombinasi kebijakan otonomi daerah dan pilkada langsung bukannya nirkritik. Kebijakan tersebut agak kurang sinkron dengan bentuk negara kesatuan. Pemilihan pimpinan lembaga eksekutif (baik gubernur maupun walikota/bupati) menjiplak pola yang sama pada negara federal. Pada negara berbentuk uni, gubernur negara bagiannya memang dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini karena negara bagian memiliki kedaulatan penuh ke dalam, tetapi tidak memiliki kedaulatan keluar.

Sejatinya tidak ada yang salah dengan federalisme. Apapun bentuk negara, bukankah yang terpenting adalah kesejahteraan rakyat? Akan tetapi, Indonesia sepertinya alergi sekali mendengar kata federalisme. Pengalaman buruk Republik Indonesia Serikat menjadi rujukan sepanjang masa untuk tidak lagi berpaling ke bentuk negara tersebut. “NKRI Harga Mati”, begitu adagium yang sering kita dengar.

Well, kita sudah memilih untuk mempertahankan bentuk negara kesatuan. Bukan sebuah pekerjaan mudah jika melihat betapa luasnya wilayah Indonesia. Tidak hanya luas secara geografis, Indonesia juga memiliki keanekaragaman suku, bangsa dan budaya. Samuel Huntington menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi terjadinya disintegrasi seperti yang dialami Yugoslavia dan Uni Soviet. BJ Habibie dalam bukunya Detik-Detik yang Menentukan (2006) juga berulangkali menyiratkan kekhawatirannya akan perpecahan yang ia sebut sebagai ‘Balkanisasi’.

Menyadari ancaman tersebut, maka menjaga keutuhan NKRI adalah proses yang terus menerus harus dilakukan. Pertanyaannya, tugas siapakah ini? Salah kalau kita berpikir tugas ini cuma milik pemerintah dengan semua aparatnya baik sipil maupun militer. Kita sebagai rakyat juga harus ambil bagian. Jangan anggap ini sebagai beban, melainkan sebuah kehormatan bagi kita untuk terlibat. Anda mungkin berpikir, bagaimana caranya?

Mulai saja dari hal-hal kecil di lingkungan terdekat. Kenalkan anak-anak kita, adik-adik kita, keponakan-keponakan kita akan negeri ini. Bangun pemahaman mereka bahwa bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa dan agama. Dengan pemahaman tersebut mereka akan terbiasa dengan perbedaan bahasa, adat dan budaya, serta keyakinan di antara sesama anak bangsa.

Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yang tahun ini akan tepat berusia 40 tahun, merupakan wahana paling tepat bagi kita untuk mengajarkan hal-hal sebagaimana disampaikan di atas. Untuk bisa berkeliling Indonesia memang rasanya mustahil karena membutuhkan biaya sangat besar dan waktu yang lama. Nah, dengan mengunjungi TMII, kita seolah sudah mengelilingi Indonesia. Di sana terdapat anjungan dari seluruh provinsi di Indonesia (kecuali Kalimantan Utara yang baru berdiri pada 2013). Di anjungan tersebut kita bisa melihat bentuk rumah adat, pakaian tradisional, dan berbagai barang hasil kebudayaan suku-suku dari daerah tersebut.

Selain anjungan daerah, TMII juga menampilkan wajah keragaman Indonesia dalam hal agama dan keyakinan. Wujudnya berupa bangunan rumah ibadah yang tidak sekadar dipamerkan tetapi merupakan fasilitas yang bisa digunakan oleh pengunjung. Berikut ini rumah ibadah yang tersedia di TMII :

[caption id="attachment_375631" align="aligncenter" width="300" caption="Tak ada istilah minoritas di TMII. Fasilitas rumah ibadah disediakan untuk semua agama yang diakui di Indonesia."][/caption]

·Masjid Pangeran Diponegoro

·Gereja Katolik Santa Catharina

·Gereja Protestan Haleluya

·Pura Penataran Agung Kertabhumi

·Wihara Arya Dwipa Arama

·Sasana Adirasa Pangeran Samber Nyawa

·Kuil Konghucu Kong Miao

Mengunjungi TMII tidak sekadar menjadi perjalanan wisata melainkan jadi pembelajaran bagi kita betapa kayanya Indonesia. Semoga TMII bisa terus berperan sebagai penjaga keutuhan NKRI. Dirgahayu, TMII.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun