Mohon tunggu...
T Hindarto
T Hindarto Mohon Tunggu... -

Peminat Kajian Teologi, Sejarah dan Fenomena Sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

KEBERADAAN WARUNG SEBAGAI WAHANA INTERAKSI SOSIAL DAN PEMENUHAN RUANG SOSIAL

17 Maret 2016   13:02 Diperbarui: 21 Maret 2016   13:09 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Oleh karena warung bukan hanya sebagai sebuah tempat transaksi ekonomi melainkan wahana interaksi sosial dan pemenuhan ruang sosial, maka keberadaan warung seharusnya bukan hanya menjadi sebuah tempat memproduksi gosip murahan serta percakapan tidak mendidik, melainkan menjadi sebuah wahana untuk bertukar dan berbagi informasi mengenai kesehatan, informasi mengenai kewaspadaan terhadap kejahatan, informasi mengenai pencegahan terhadap berbagai tindak penipuan, informasi mengenai situasi sosial dan politik nasional maupun lokal. 

Dengan karakteristik masyarakat dengan budaya lisan dan budaya mendengar yang masih tinggi tinimbang budaya membaca, maka warung dapat memenuhi tugasnya sebagai wahana memproduksi informasi yang bermanfaat dan mendidik bagi siapapun yang berada di dalamnya secara lisan. Para bapak atau ibu yang memiliki banyak pengetahuan yang bermafaat dan kerap bertemu di warung dapat memanfaatkan pertemuan tersebut menjadi alat untuk membagi pengetahuan yang mendidik dan membebaskan.


Berbeda saat kita memasuki sebuah toko modern baik supermarket atau hipermarket sebagai bagian dari pasar kontemporer. Secara fisik memang lebih unggul dan menawarkan sejumlah kenyamanan, kebersihan, kualitas baik tempat dan barang yang hendak dibeli. Ruangan yang ber-ac plus suara musik merdu mendayu menimbulkan sensasi untuk lebih lama berjalan-jalan menyusuri selasar toko-toko modern. Belum lagi pilihan barang yang diperjualbelikan sangat variatif mulai jenis barang dan harganya sehingga memberi peluang kepada pembeli untuk menentukan pilihannya. Namun dibalik semua keunggulan berupa kenyamanan dan kualitas namun ada ruang yang tidak dapat dipenuhi oleh toko-toko modern saat kita berbelanja yaitu interaksi sosial dan pemenuhan ruang sosial. 

Kita tidak mungkin bertukar informasi dengan sesama orang yang berbelanja di dalamnya bukan? Kita pun tidak mungkin bertukar informasi dengan penjaga toko atau petugas kasir, karena kita akan dimarahi oleh orang-orang yang mengantri di belakang kita. Kita pun tidak dapat berkeluh kesah dan mendapatkan nasihat dari seseorang yang berpengetahuan lebih dari kita saat kita memiliki persoalan kepada pelayan toko ataupun sesama pembeli yang kita jumpai. Semua aktifitas yang terjadi di toko modern adalah menjual dan membeli sebagai bagian dari kegiatan transaksional secara ekonomi.


Oleh karenanya, sudah seharusnya keberadaan warung sebagai sebuah intitusi ekonomi warisan historis masyarakat tradisional tetap dipertahankan dan dirawat keberadaannya bukan hanya semata-mata menandingi kekuatan pemilik modal besar yang membangun toko-toko yang melekatkan simbol modernitas melainkan untuk melanggengkan interaksi sosial dan pemenuhan ruang sosial yang tidak didapatkan saat kita berbelanja di toko-toko modern seperti supermarket dan hipermarket. Dengan jalan apa kita mempertahankan dan merawat keberadaan sebuah warung di sekeliling kita? 

Pertama, dengan kita membagi waktu untuk berbelanja di warung di sekitar rumah kita dan bukan hanya berbelanja di toko-toko modern. Dengan berbelanja di warung maka kita telah memberikan kesempatan bagi pemilik warung untuk menyejahterakan dirinya secara mandiri dan sekaligus membuat ekonomi kerakyatan tetap tumbuh bersamaan dengan ekonomi pemodal besar. 

Tidak perlu membenturkan antara toko modern dan warung tradisional dan melakukan gaya hidup ekstrim yang bersifat anti kemoderanan dengan tidak berbelanja sama sekali di toko-toko modern, karena perilaku demikian justru membuat kita menjadi orang yang tidak realistis dengan perubahan sosial ekonomi yang terjadi di sekeliling kita. Yang perlu kita lakukan bukanlah anti kemodernan atau anti berbelanja di toko-toko modern melalui subyektifitas ideologis, melainkan perlu keseimbangan dan keberpihakkan terhadap ekonomi kerakyatan tinimbang ekonomi pemilik modal besar. Kedua, membeli secara tunai dan tidak harus berhutang. 

Banyak warung-warung yang memenuhi kebutuhan sehari-hari mengalami kebangkrutan dikarenakan para pembeli yang tidak membayar secara langsung dan membayar dalam tempo waktu yang lama. Bahkan ada yang kemudian tidak membayar. Jika hanya satu atau dua orang mungkin tidak menjadi masalah namun jika beberapa orang melakukan pola tersebut maka akan mengganggu perputaran modal berupa uang untuk membelanjakkan kebutuhan yang sudah habis.


Jika eksistensi warung dapat tetap berlangsung oleh peran kita bersama yang menghidupinya dan menjaganya serta merawatnya, maka proses interaksi sosial dan pemenuhan ruang sosial akan tetap berlanjut. Oleh karenanya marilah kita membagi waktu kita untuk membelanjakan uang kita dengan membeli kebutuhan kita baik di sejumlah warung yang tersebar di sekeliling kita dan menjadikan warung sebagai ruang sosial untuk bertukar pikiran dan informasi yang bermanfaat bagi kebaikan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun