Sektor ketahanan pangan saat ini berada dalam sorotan. Pemerintah melaksanakan sensus pertanian sejak 1 Juni hingga 31 Juli mendatang. Tujuan dari kegiatan ini untuk menentukan kebijakan di bidang pertanian. Sektor yang berperan pada ketahanan pangan nasional ini mampu menyumbang 11,8% total Produk Domestik Bruto (PDB). Sebuah pencapaian besar berkorelasi dengan isu strategis bidang pertanian yakni petani milenial. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 87,62 % petani milenial tinggal di desa sedangkan petani milenial di perkotaan hanya 12,38%.
Rendahnya minat pemuda perkotaan untuk menjadi petani milenial diantaranya tidak ada pengembangan karir, penuh resiko, pendapatan kecil dan tidak dihargai. Profesi petani pada dasarnya berfokus pada kegiatan tanam, perawatan, panen dan penjualan hasil panen. Siklus tersebut berulang yang terkesan menjemukan bagi pemuda. Permasalahan semakin melebar karena memulai bertani membutuhkan lahan tanam, persiapan pengolahan tanah, pupuk, dan obat yang harganya melambung tinggi.Â
Tidak berhenti disitu, petani harus menelan pil pahit saat pemerintah membuat kebijakan untuk impor. Dampaknya, harga panen menjadi anjlok. Harga jual hasil tani tidak sebanding dengan biaya produksi. Harga pupuk yang mahal menjadi penyebab keresahan petani. Kalau pun mereka mendapat subsidi pupuk, tak jarang "jatah" nya dikurangi oleh oknum tertentu. Aliran irigasi maupun sumber air yang berkurang karena area resapan air terhalang alih fungsi lahan menjadi pemukiman.
Penyambung Aspirasi Pelaku Usaha Tani
Kedatangan petugas sensus bagai oase kehidupan bagi pelaku usaha tani di pelosok negeri. Petugas sensus dianggap sebagai penyambung keluh kesah petani terhadap permasalahan pertanian. Setali tiga uang, data pelaku usaha tani sebagai syaratnya. Petugas sensus diminta untuk mahir memahami penjelasan dan keadaan pelaku usaha tani.Â
Data yang dihimpun berupa identitas hingga data geospasial untuk mengetahui titik longitude atau latitude  dan lokasi lahan jenis penggunaan tanah. Petugas sensus pertanian diharap jeli terhadap seluruh subjek pendataan. Tidak hanya pelaku usaha tani perorangan, tapi juga pelaku usaha tani kelompok dan Badan Usaha Pertanian yang berbadan hukum. Keseluruhan pihak yang menjadi subjek sensus pertanian dapat berpartisipasi aktif membantu pemerintah menentukan kebijakan pertanian.
Harapan Pelaku Usaha Tani
Tidak hanya pendataan melalui sensus pertanian, pelaku usaha tani mengharap adanya partisipasi pemerintah pusat dan pemda peka terhadap kondisi pelaku usaha tani. Pembinaan dapat berupa penyuluhan cara membuat pupuk organik bagi pelaku usaha tani lansia. Kedatangan penyuluh swadaya sangat diperlukan untuk legalitas kelompok tani memberi bantuan. Bantuan modal berupa mesin pertanian maupun pupuk subsidi yang tepat sasaran sangat dinantikan bagi pelaku usaha tani yang bergantung pada lahan sewa.Â
Adanya rehabilitasi jaringan irigasi tertier yang dapat meningkatkan efisiensi aliran irigasi hingga ke lahan sawah. Pelaksanaan kegiatan irigasi perpipaan, irigasi  perpompaan dan dam parit yang bertujuan sebagai suplesi air hingga lahan. Saat panen tiba, pelaku usaha tani mengharap adanya kerjasama perusahaan daring rintisan, restoran maupun supermarket modern yang membeli hasil panen untuk memutus rantai mafia pertanian yang menjadi ancaman anjloknya harga jual beli hasil panen dipasaran. Pelaku usaha tani juga mengharap Bulog membeli produk petani dan mengurangi impor komoditas pertanian.
Bagai bumi dan langit, kesejahteraan petani milenial di pedesaan membawa secerca harapan. Adanya regenerasi petani muda bukanlah angan. Daya juang petani muda di pedesaan mampu mengundang antusias pemuda lain untuk merapatkan barisan. Bersinergi mengolah pupuk organik dari kotoran hewan yang berhamburan. Menumbuhkan sebuah asa agar tercipta agroeduwisata di masa depan. Terciptanya kedaulatan pangan dan ketahanan pangan bukan lagi impian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H