Mohon tunggu...
Shellya Aisyah
Shellya Aisyah Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis Pemula

sebagai bentuk tugas Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Krisis Petani, Masalah Utama Kecamatan Ranca Bungur

5 Maret 2019   13:12 Diperbarui: 5 Maret 2019   13:32 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bapak Ucup, petani setempat sedang memangkas rumput liar di perkebunan singkong, Desa Pasir Gaok, Kecamatan Ranca Bungur, Bogor, Indonesia

Bogor, Ranca Bungur -- Indonesia adalah negara yang disebut-sebut sebagai tanah surga, dengan segudang banyak anugerah yang dimilikinya dari mulai tanah yang subur, lautan yang luas, dan cuaca serta iklim yang mendukung sangatlah memberi keuntungan bagi penduduk yang meninggalinya.

Sumber penghidupan utama bagi masyarakatnya sendiri tentu tidak terlepas dari alam yang ada. Indonesia kemudian terkenal dengan sebutan negara agraris yaitu sebagai negara yang memanfaatkan sumber daya alam yaitu pertanian.

Bogor, menjadi salah satu kota dengan penyumbang komoditi pangan bagi Indonesia yang salah satunya adalah singkong, padi, dan ubi. Wilayah yang paling berperan adalah Desa Pasir Gaok yang terletak di Kecamatan Ranca Bungur, Bogor, Indonesia.

Beberapa warga desa memilih petani sebagai pekerjaan utama mereka. Tidak hanya sebagai pekerjaan, tetapi mereka secara tidak langsung juga ingin memanfaatkan wilayah pertanian yang berlimpah di daerah mereka. Di desa ini juga para petani memiliki kelompok untuk saling bantu membantu dalam pekerjaannya. Kelompok tersebut antara lain Kelompok Tani Caringin, Kelompok Tani Subur Tani, dan Kelompok Tani Petani Makmur yang disatukan dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) menampung sekitar kurang lebih 160 petani Desa Pasir Gaok.

Sebanyak 600 hektar sawah dimiliki warga Desa Pasir Gaok. Ada beberapa tanah yang dimiliki secara pribadi dan digarap sendiri, tetapi ada juga tanah milik orang lain yang kemudian digarap oleh warga. Kebanyakan dari mereka memiliki tanahnya sendiri, tetapi sayangnya tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua Kelompok Tani Caringin Haji Samusi bahwa masih banyak petani yang sebenarnya memiliki tanah sendiri, tapi lebih memilih untuk bekerja sebagai kasir di salah satu swalayan. Mereka sungkan untuk alih fungsi saat masa tanam tiba.

Beberapa inovasi di pertanian juga terhambat untuk diterapkan. Hanya satu ide baru dalam pengelolaan tanaman yang berhasil, yaitu Caplak. Penggunaan inovasi ini padahal mampu meningkatkan hasil pendapatan. Proses penanaman padi dan singkong yang terbilang cukup lama dan penghasilan yang kurang menjadi salah satu alasan warga sekitar mulai meninggalkan pekerjaan utama Desa Pasir Gaok. Mirisnya lagi, petani desa setempat kebanyakan sudah berusia uzur seperti Bapak Ucup (54) yang sudah bekerja selama 20 tahun dengan menggarap tanah milik majikannya. Hasil tani mereka pada akhirnya hanya untuk konsumsi sendiri. Padahal, beras hasil wilayah ini tidak kalah unggul dengan hasil wilayah lain yang memungkinkan bisa dijadikan komoditi ekspor.

Kejadian ini sangat disayangkan pula oleh pejabat Desa Pasir Gaok yaitu Bapak Maryadi selaku Ketua RW 06 Kecamatan Ranca Bungur. Padahal pemerintah daerah sudah ikut turun tangan untuk meningkatkan penghasilan pertanian seperti saat terjadi pendangkalan irigasi, mereka langsung melakukan pengerukan. Pemakaian trotoar juga didukung oleh pemerintahan terkait. Namun, hal ini tidak cukup untuk menarik minat pemuda sekitar untuk berprofesi sebagai petani.

Sumber daya manusia yang minim dengan sumber daya alam yang berlimpah, jika tidak dapat dimanfaatkan secara bijak, efisien, dan efektif maka akan sia-sia. Lahan-lahan di Ranca Bungur perlahan-lahan berubah menjadi pemukiman. Sudah seharusnya, profesi petani mendapat perhatian dan penghargaan lebih dari warga dan pemerintah setempat agar peminat profesi yang mulia ini mendapat nilai lebih sebagai pekerjaan yang mulia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun