Kontaminan antropogenik pada Humpback Dolphin dan Australian Snubfin Dolphin di Great Barrier Reef Tengah dan Selatan
Konservasi perlu dilakukan untuk melestarikan suatu organisme dari dampak lingkungan seperti kontaminan antropogenik. Â Kontaminan tersebut dapat mempengaruhi organisme laut seperti lumba-lumba, paus, hiu, dan organisme mamalia laut lainnya. Sehingga perlu penelitian khusus untuk mengetahui kontaminan antropogenik yang terdapat pada organisme laut .
Terdapat senyawa DDT, PCB, HCB dan PAH. Â Senyawa tersebut ditemukan pada humpback dolphin indopasifik dan lumba-lumba snubfin australia. Â Senyawa DDT dan HCB ditemukan pada tingkat yang rendah, sementara PCB berada di atas ambang batas sehingga mengakibatkan imunosupresi dan anomali reproduksi. Â Kontaminan senyawa tersebut sangat mempengaruhi lumba lumba tersebut ( Daniele, dkk. 2013:490-494).
Lumba-lumba Humpback atau memiliki nama ilmiah  Sousa chinensis . Menurut ( Rudolph, et al 1997), spesies tersebut tersebar pada perairan lepas pantai afrika selatan, laut merah, dan thailand, kepulauan indo-australia dan bagian utara laut cina selatan, serta Malaysia.  Ekologis spesies tersebut berada pada kondisi perairan hangat yang memiliki 4 musim menurut Rudolph.Â
Spesies tersebut menurut Hoyt, dalam perkembangan reproduksinya melakukan pemeliharaan, dan perkawinan di daerah pantai. Spesies tersebut memiliki ciri khas yakni punggung yang bongkok atau memiliki tonjolan pada bagian punggung, pada lumba-lumba jantan memiliki bentuk bongkok dan lipatan yang lebih besar dari jenis kelamin betina.
Sistem kawin spesies tersebut merupakan  monogami, musim kawin yang terjadi pada spesies tersebut dominan pada musim kemarau Mei --November, memiliki parental investment yang tinggi sehingga spesies tersebut merawat anak mereka dengan baik(Parra,G. 2006)  Lumba-lumba snubfin Australia memiliki ciri atau karakteristik morfologi sirip punggung yang kecil berwarna abu-abu. Dapat dibedakan dengan spesies lain berdasarkan jumlah tulang yang dimiliki spesies tersebut dan tulang hidung(Beasley, dkk. 2005).
Dilakukan analisis bahwa polutan antropogenik yang dihasilkan berasal dari sumber polutan dari pertanian dan industri yang kemudian mempengaruhi perairan laguna great Barrier Reef. Â Polutan tersebut meningkat sehingga mempengaruhi lumba lumba laut. Penelitian dalam jurnal tersebut dilakukan dengan mengambil sampel lemak dan lapisan epidermal pada lumba-lumba dewasa dan diidentifikasi kandungan kontaminan antropogenik tersebut ( Daniele, dkk. 2013:490-494).
Hasil dari penelitian berdasarkan jurnal  menyatakan bahwa PAH paling dominan dalam perairan yakni naftalena dan pyrene. Sementara, HCB dan DDT memiliki konsentrasi rendah pada perairan tersebut. Penelitian ini juga dilakukan pada lumba-lumba hidung botol, terdapat PCB yang memiliki nilai melebihi ambang batas pada kandungan lemak maupun lapisan kulit epidermis pada lumba-lumba tersebut. Tingkat kontaminan tertinggi terdapat  pada lumba-lumba humpback dan lumba-lumba snubfin Australia ( Daniele, dkk. 2013:490-494).
Perbedaan geografis pada wilayah tersebut menimbulkan perbedaan kadar konsentrasi kontaminan yang dihasilkan pada individu yang sama. Kontaminan tersebut menyebabkan imunosupresif, serta berdampak pada kematian organisme laut tersebut. Sehingga, penelitian mengenai kontaminan tersebut perlu dilakukan lebih lanjut untuk melindungi populasi organisme laut ( Daniele, dkk. 2013:490-494).