Mohon tunggu...
Shella Monica
Shella Monica Mohon Tunggu... Akuntan - mahasiswa

saya suka membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlu Tidaknya Sistem Zonasi pada PPDB yang Didukung dengan Kesenjangan Sistem Pendidikan dan Infrastruktur

22 Agustus 2023   22:50 Diperbarui: 22 Agustus 2023   23:07 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perlu Tidaknya Sistem Zonasi Pada PPDB yang Didukung dengan Kesenjangan Sistem Pendidikan dan Infrastruktur di Tingkat Daerah (SDG4)

Istilah zonasi mulai digunakan pada tahun 2017 dalam penataan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat.

Pengertian zonasi dimaknai sebagai pembagian atau pemecahan suatu areal menjadi beberapa bagian, sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Dengan adanya sistem zonasi, diharapkan tidak ada lagi yang namanya "sekolah favorit" yang kebanyakan diisi oleh anak anak yang berprestasi. Kesenjangan sekolah "favorit" dan "tidak favorit" sebaiknya dihapuskan.

Selama ini, menurut Mendikbud, terjadi adanya ketimpangan antara sekolah yang dipersepsikan sebagai sekolah unggul atau favorit, dengan sekolah yang dipersepsikan tidak favorit. Terdapat sekolah yang diisi oleh peserta didik yang prestasi belajarnya tergolong baik/tinggi, dan umumnya berlatar belakang keluarga dengan status ekonomi dan sosial yang baik. Sementara, terdapat juga di titik ekstrim lainnya, sekolah yang memiliki peserta didik dengan tingkat prestasi belajar yang tergolong kurang baik/rendah, dan umumnya dari keluarga tidak mampu. Selain itu, terdapat pula fenomena peserta didik yang tidak bisa menikmati pendidikan di dekat rumahnya karena faktor capaian akademik. Hal tersebut dinilai Mendikbud tidak benar dan dirasa tidak tepat mengingat prinsip keadilan.

Dikotomi sekolah favorit dan tidak favorit dipandang dapat memperuncing perbedaan dan memperbesar kesenjangan. Hal tersebut, menurut Mendikbud tidak boleh dibiarkan berkepanjangan. Untuk itu, penerapan kebijakan zonasi memerlukan dukungan semua pihak demi tujuan besar jangka panjang.

Tantangan dalam sistem zonasi ini adalah adanya kesenjangan sistem pendidikan dan infrastruktur di tingkat daerah. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan peran pemerintah, sekolah, guru, siswa, dan masyarakat dalam pemerataan kualitas pendidikan. Pengembangan sarana prasarana sekolah, peningkatan mutu tenaga pendidik, dan perbaikan infrastruktur sekolah daerah harus turut dilakukan sehingga siswa di daerah dapat bersaing dengan siswa di wilayah yang pendidikannya lebih maju.

Sistem zonasi dikembangkan untuk memastikan bahwa anak-anak atau peserta didik dapat terlayani dengan baik oleh setiap satuan pendidikan (sekolah) di manapun berada, yang dapat dijangkau dari rumah tinggalnya. Untuk itu, diperlukan mekanisme yang terintegrasi dalam pengelolaan pendidikan yang mencakup dua perspektif yaitu vertikal dan horizontal.

Sasaran secara vertikal dilakukan sesuai dengan kewenangan, tugas, dan fungsinya dalam pengelolaan pendidikan mulai dari satuan pendidikan, desa/kelurahan, kecamatan/distrik, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Misalnya, keberadaan prasarana/sarana olahraga (kolam renang, lapangan sepak bola, lapangan atletik, dll), sarana seni/budaya (panggung theater, gelanggang seni, studio tari/musik, dll) yang standarnya harus disediakan dan digunakan secara bersama dalam zona/kawasan tertentu. Begitu pula, kegiatan pertukaran guru dalam suatu kawasan dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kesepakatan bersama.

Secara horizontal dikembangkan untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan dalam bentuk peningkatan kapasitas muatan substansi pendidikan yang disesuaikan dengan standar pendidikan secara nasional yang terdapat pada delapan komponen Standar Nasional Pendidikan (SNP) beserta turunan dari sejumlah variabel dan indikatornya.

Setiap komponen standar harus terkait dan saling mendukung dalam rangka menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang kondusif sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun