Mohon tunggu...
shelia ristiana
shelia ristiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - sedang belajar

belajar dan berkembang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mahasiswa FH Untag Surabaya Melakukan KKN di Desa Wonosalam

6 Januari 2022   21:03 Diperbarui: 6 Januari 2022   21:16 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Realita hukum waris yang berkembang pada masyarakat Indonesia bersifat plural (majemuk), artinya terdapat beragam sistem hukum yang berada dalam suatu. 

Kehidupan sosial.[1] Pluralistiknya sistem hukum waris di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh pengaruh sistem hukum yang pernah hidup dan berkembang sejak era pra penjajahan Belanda sampai saat sekarang ini, namun juga sistem kekeluargaan yang beragam.

Adat istiadat masyarakat yang juga dikenal sangat bervariasi. Terdapat tiga sistem hukum waris yang berkembang dan berlaku di Indonesia: hukum waris Islam, hukum waris Adat dan hukum waris Barat. Masing-masing dari sistem hukum ini dibangun berdasarkan kerangka dan realitas hukum yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.[2]

 Hukum waris Islam dibangun di atas landasan ajaran Islam, dan secara normatif bersumber dari ayat-ayat al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW. 

Sekalipun demikian, kondisi sosiokultural masyarakat Arab kala turunnya wahyu turut serta mempengaruhi konstruksi hukum waris Islam. Konstruksi hukum waris Barat tentu berbeda dengan hukum waris Islam. Hukum Waris Barat merupakan peninggalan zaman Hindia Belanda yang bersumber pada BW (Burgerlijk Wetboek) yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP).

Ia berdiri di atas bangunan paham Barat yang menganut paham individualisme, yaitu seseorang secara individu memiliki kebebasan dan kemerdekaan secara mutlak. Untuk memiliki dan membelanjakan harta yang diperolehnya baik melalui warisan maupun yang lain tanpa terikat oleh tuntutan sosial.

 Dalam masyarakat Adat, filsafat yang melandasi bangunan hukum waris adat adalah nilai-nilai tanggung jawab bersama dan komunalitas yang kemudian menjadi nilai essensial dalam kehidupan. Peran tokoh adat dan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal (local wisdom) yang dianut menjadi pertimbangan penting dalam hukum waris Adat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun