Brian sedang asyik stalking akun Instagram gebetan di kampusnya, yang belum sempat dia ajak berkenalan. Scroll dari foto pertama, ke bawah, ke bawah, lalu ia memutuskan untuk menutup app media sosial tersebut sambil berujar dalam hati, "Saya mesti urusan sama orang depresi nih."
Ke depannya, Anda bisa ada di situasi seperti yang dialami Brian--bisa tahu seseorang sedang depresi atau tidak, hanya dari foto-foto di akun Instagram-nya.
Bagaimana kita bisa sampai ke kesimpulan secepat itu?
Dua peneliti; Andrew Reece dari Universitas Harvard dan Chris Danforth dari Universitas Vermont, baru saja merilis laporan penelitian berjudul Instagram Photos Reveal Predictive Markers of Depression, yang menguak bahwa algoritma warna tertentu mengindikasikan seseorang sedang mengalami depresi. Algoritma ini ditentukan dari beberapa kode warna dan tone yang digunakan oleh 166 akun sukarelawan dalam mengolah hampir 44 ribu foto yang sudah mereka unggah di Instagram.
Kesimpulannya menarik. Perhitungan yang dilakukan di komputer menghasilkan kecenderungan bahwa mereka yang mengunggah foto dengan menaikkan kadar hue, menurunkan angka brightness dan saturasi warna (saturation), cenderung mengalami depresi ketimbang sebaliknya. Rumus tersebut biasanya menghasilkan foto menjadi lebih biru, abu-abu, dan gelap.Â
Tak cuma komposisi warna, keterangan, dan saturasi, pemilihan filter pun bisa mengindikasikan apakah orang tersebut depresi atau tidak. Dari ratusan akun responden yang diteliti, Inkwell menjadi filter favorit mereka yang mengalami depresi. Sebaliknya, filter Valencia yang diaplikasikan di foto banyak dipakai oleh responden yang tak mengalami depresi.
Saat ini, Instagram menyediakan 23 filter foto yang bisa dipakai pengguna. Setiap filter mewakili karakter warna tertentu. Dikutip dari Hollywood Reporter, nama-nama yang digunakan sebagai identitas tiap filter adalah berdasarkan vote di tim teknologi Instagram.Â
Namun, di awal-awal sejarah media sosial yang berfokus pada visual tersebut, Instagram menciptakan nama filter berdasarkan asosiasi acak yang ditemukan CEO-nya, Kevin Systrom. Nama 'Valencia', misalnya, diambil dari sebuah nama jalan di San Fransisco.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI