Mohon tunggu...
Shela IndahSavitri
Shela IndahSavitri Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya adalah seorang pengajar yang menyukai dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pentingnya Moralitas Dalam Seleksi Pemimpin Publik

7 Januari 2025   13:16 Diperbarui: 7 Januari 2025   13:16 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalil Hasan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang

Dalam sistem demokrasi, pemimpin publik memegang peran strategis dalam menentukan arah kebijakan negara. Namun, tidak jarang kita menemukan pemimpin yang memiliki intelektualitas tinggi tetapi gagal menjaga integritas moralnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah seleksi pemimpin selama ini lebih menekankan pada kemampuan intelektual daripada moralitas?

Moralitas adalah fondasi utama bagi seorang pemimpin. Sifat-sifat seperti kejujuran, keadilan, empati, dan tanggung jawab menjadi modal penting dalam menjalankan amanah publik. Pemimpin dengan moralitas yang tinggi cenderung mampu menjaga integritas, bertindak sesuai dengan prinsip keadilan, dan mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Sebaliknya, pemimpin tanpa moralitas berisiko menyalahgunakan kekuasaan, menciptakan kebijakan yang tidak adil, dan merusak kepercayaan publik.

Sebagai contoh, kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik seringkali bermula dari lemahnya integritas moral. Tidak jarang, mereka yang secara intelektual cemerlang justru tersandung skandal karena gagal menahan godaan kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa intelektualitas saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan moralitas dan etikabilitas.

Dalam seleksi pemimpin, moralitas seharusnya menjadi kriteria utama sebelum mempertimbangkan aspek intelektualitas dan elektabilitas.

Mekanisme penilaian moralitas dapat dilakukan melalui rekam jejak kandidat, wawancara mendalam, hingga penilaian oleh tokoh masyarakat yang memiliki kredibilitas. Selain itu, penguatan pendidikan moral sejak dini juga menjadi investasi jangka panjang untuk mencetak generasi pemimpin yang bermoral tinggi.

Di era globalisasi, pemimpin yang memiliki moralitas tinggi juga memiliki nilai tambah di tingkat internasional. Diplomasi yang jujur dan etis, misalnya, dapat memperkuat citra bangsa di mata dunia. Sebaliknya, pemimpin yang tidak bermoral berpotensi merusak hubungan internasional, bahkan mencoreng nama baik negara.

Oleh karena itu, seleksi pemimpin publik yang mengutamakan moralitas adalah langkah strategis untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, adil, dan efisien. Dengan pemimpin yang bermoral, bangsa ini tidak hanya akan memiliki kebijakan yang berpihak kepada rakyat, tetapi juga mampu membangun kepercayaan publik yang kokoh.

Kesimpulan:

Moralitas adalah kunci untuk membentuk pemimpin yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bertanggung jawab secara etika dan sosial. Saatnya kita memperbaiki sistem seleksi pemimpin dengan menempatkan moralitas di posisi utama, karena hanya dengan itu cita-cita bangsa yang adil dan sejahtera dapat terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun