“…Agar diperoleh dana-dana yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat, tanpa menambah beban keuangan negara…”— Ir.Soekarno.
Kebijakan Pengelolaan MIGAS dan APBN
RAPBN di tahun 2011, berdasarkan pokok-pokok nota keuangan yang dipaparkan oleh kementrian keuangan. Pendapatan dari Sektor Migas sekitar Rp 115 Triliun, ditambah penerimaan pajak di sektor migas sebanyak Rp 55 Triliun. Dengan demikian totalpendapatan dari Migas adalah tidak kurang dari 200 Triliun, dari total pendapatan sekitar Rp. 1.050 Triliun terhadap pengeluaran yang direncanakan sekitar 1.200 Triliun. Secara keseluruhan, Defisit APBN terindikasi berpotensi sekitar Rp 115 Trilliun.
Namun demikian, tingginya harga minyak bumi meningkatkan komponen belanja, seperti; Subsidi BBM (mencapai diatas 22% dari Total Belanja Negara) yang berarti beban subsidi adalah sekitar Rp. 180 Trilliun, yang dengan demikian untuk komponen Migas terjadi defisit. Belanja subsidi saja sekitar Rp 180 Triliun, dengan pendapatan hanya Rp151 Triliun, APBN berpotensi terbebani untuk membiayai kebutuhan migas sebesar Rp 30 Triliun.
Disisi lain, jelas bahwa harga ICP yang tinggi merupakan kesempatan yang baik untuk dapat meraih keuntungan secara finansial bagi Negara dalam catatan APBN, namun tampak sekali pemerintah belum berhasil meningkatkan lifting Minyak Bumi maupun pendapatan dari Gas Bumi. Ini mungkin karena minim teknologi yang dipergunakan. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) mengatakan Indonesia belum bisa mengembangkan teknologi di sektor migas untuk meningkatkan produksi migas dalam negeri. Alasannya keterbatasan dana pemerintah maupun perusahaan migas (detik finance, 20/04/2011).
Analisis
Potensi minyak bumi pada sisi hilir lebih mencerminkan pada kondisi kilang minyak. Indonesia yang pada saat ini memiliki kapasitas kilang terpasang sekitar 1 juta BOPD. Menurut data dari berbagai sumber pada tahun 2010, kebutuhan energi dalam negri untuk BBM (Gasoil/solar, Gasoline, Kerosene, Industrial Fuel, Aviation, dan beberapa lainnya) adalah sekitar 100 juta liter perhari atau setara dengan kurang lebih 40,1 Milyar Liter pertahunnya, yang bernilai tidak kurang dari Rp 210 Trilliun. Angka 100 juta liter itu sendiri, diperkirakan sekitar 30% dipenuhi dengan cara melakukan impor.
Untuk sumber daya Gas Bumi memang tidak dapat dipungkiri Indonesia merupakan salah satu negara yang jauh dalam angka cadangan gas bumi, dibawah negara timur tengah seperti Iran, Irak dan sekitarnya, Russia, USA, Nigeria, dan lainnya. Namun demikian, Indonesia menurut data yang dikeluarkan oleh World Fact Book , pada tahun 2007, merupakan negara penghasil Gas Rank-12 dan memiliki angka eksploitasi Rank-10 didunia. Dengan kondisi angka produksi Gas Bumi saat ini, diperkirakan Indonesia mampu untuk bertahan hingga 40 tahun lagi, terkecuali ditemukan sumber Gas Bumi baru. Beberapa prospektif area yang berpotensi memiliki cadangan dan masih terus dikembangkan dari berbagai pemberitaan di media, yaitu ada di Kalimantan Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah, Natuna, Laut Arafuru (Kepulauan Tamimbar),dll.
Tantangan
Pada saat ini, produksi minyak bumi Nasional secara keseluruhan berkisar antara 925 ribu hingga 950 ribu BOPD. Kendala utama adalah pada aplikasi teknologi untuk dapat melakukan lifting lebih banyak lagiyang memiliki beberapa tantangan, diantaranya:
a.Ketersediaan penyedia jasa dan teknologi dari dalam Negeri yang belum diakui secara penuh dan masih memerlukan dukungan serta pendampingan dari Pemerintah serta badan migas (Kementrian, BP Migas) terkait.
b.Biaya operasi yang mahal yang harus dapat ditekan (efisiensi),
c.Keberpihakan pemerintah untuk mengutamakan Perusahaan Negara atau Swasta yang mencirikan semangat kebangsaan Indonesia
Performance kilang-kilang minyak seiring dengan berjalannya waktu, secara logis semakin menurun, yang dalam hal ini akan menjadi permasalahan besar disebabkan in-efisiensi dari peralatan yang jelang tua (terutama yang beroperasi sudah mencapai 15 tahun atau lebih), seperti Dumai (Sumbagsel), Plaju (Sumbagsel), Balikpapan (Kaltim) dan Kasim (Sorong, Papua Barat). Potensi migas yang besar ini tidak diimbangi dengan penerapan kebijakan yang memetakan secara strategis antara kebutuhan wilayah (sektoral) negara yang masih pada kondisi defisit (supply lebih kecil daripada kebutuhan).
nKelangkaaan Energi:
a.Terjadinya kelangkaan energi, BBM, berkali-kali sepertihalnya di provinsi Riau, sedangkan Riau merupakan salah satu produsen Minyak Bumi besar di Indonesia. Kelangkaan energi Gas Bumi juga pada 4 provinsi: Jatim, Jabar, Sumut, Aceh.
b.Minimnya pemenuhan kebutuhan dalam negeri terkait pasokan gas. Sedangkan terindikasi banyak proyek-proyek LNG yang mengarahkan pada tujuan ekspor (ke Cina, Korea, Meksiko, dll.), sedangkan kebutuhan di dalam negeri masih defisit.
nTransparansi Pengelolaan:
Sampai dengan saat ini belum pernah ada transparansi pengelolaan Migas dari Hulu (eskplorasi, produksi, eksploitasi)hingga Hilir (pengolahan dan distribusi) jumlah Migas, termasuk yang diekspor, sedangkan Migas merupakan salah satu komoditas yang bersifat srtategic bagi kehidupan bangsa. Dalam hal ini, publik perlu mengetahui dan ikut mengawasi.
nPenghematan Biaya Operasi
Tidak terlihat dukungan pemerintah untuk memajukan industri penunjang migas, hal ini terkait dengan pemberitaan pada tanggal 20 April 2011 yang lalu yang menyatakan pemerintah tidak memiliki biaya untuk belanja teknologi. Sedangkan banyak kampus yang bisa diberdayakan sebagai center of excellence pengembangan migas di Indonesia, termasuk usaha Hulu Migas, yang berarti meningkatkan pendapatan negara dari akun Pendapatan non-Pajak berasal dari Sumber Daya Alam.
Simpulan
·Dengan potensi-potensi yang dimiliki, seharusnya, Indonesia mampu mencukupi kebutuhan energi dalam negeri, dengan catatat teknologi dan system pengelolaan yang benar, yaitu mengutamakan dan mendukung kiprah anak bangsa).
·Eksplorasi dan eksploitas migas, tidak dipungkiri, memerlukan dana yang besar. Namun, sektor ini juga sangat menguntungkan apabila dapat dioptimalisasi, sebagai sumber dana utama dari pendapatan negara. Apabila sumber pendapatan negara dapat lebih ditingkatkan, maka, beban subsidi dari APBN berkurang, dan penghematan dari dana subsidi tersebut dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang bersifat pro-kepada rakyat yaitu terkait kesejahteraan Rakyat; Pendidikan, Kesehatan Fasilitas Umum/ Sosial, dan lainnya.
Rekomendasi
1.Optimalisasi pengelolaan energi harus diperhatikan. Modal awal (teknologi dan para ahli) harus dipenuhi sebagai aset. Sehingga, dalam hitungan jangka panjang, pada sisi Hulu lifting migas akan meningkat dan pada sisi Hilir dapat melakukan efisiensi untuk menurunkan HPP (Harga Pokok Produksi) BBM, sehingga terjadi Penghematan Subsidi.
2.Naikkan lifting migas. Tingkatkan eksplorasi dan eksploitasi sehingga lifting meningkat. Utamakan peran serta anak Bangsa dan jadikan kampus-kampus di Indonesia yang relevan dan terkait sebagai Center of Excellence Migas
3.Utamakan pengelolaan migas oleh negara. Sehingga, keuntungan dapat optimal dan masuk dalam pendapatan sendiri. Ini tidak hanya analisis secara ekonomis, namun juga menyangkut kedaulatan bangsa. Dimana, Indonesia harus berdikari, dan menjalankan amanah konstitusi. Pasal 33 ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa:
·Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
·Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
4.Utamakan Kebutuhan energi dalam negeri. Ini adalah kesimpulan mengerucut tentang bagaimana peningkatan performa dari sarana produksi BBM dengan tujuan penghematan subsidi. Selain itu, ekspor Migas harus dilakukan secara bijak dengan menganalisis dan mengutamakan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu.
5.Jangan hilangkan subsidi! Tapi, mengoptimalkannya serta tingkatkan pendapatan negara. Penghematan subsidi dan peningkatan pendapatan negara dapat terjadi apabila;
a.Penekanan Biaya Produksi BBM
b.Peningkatan lifting
Dengan demikian terjadi penghematan Subsidi dan peningkatan Pendapatan, yang dapat di alokasikan bagi program berdasarkan Project yang bersifat Humanitarian atau bertujuan kesejahteraan Rakyat.
6.PENGHILANGAN SUBSIDI KAMI TOLAK! Karena, secara faktual, daya beli masyarakat secara umum masih sangat rendah. Penghilangan subsidi bukan solusi, namun akan menambah masalah baru. Melainkan tata kelola yang benar dan arif serta bijaksana yang akan memberikan manfaat bagi kehidupan bangsa dan negara.
7.Kami Menggugat Kejujuran dari Pemerintah terkait:
a.Audit Pertamina sebagai National Oil Companyyang menyelenggarakan pengelolaan migas negara. BERANTAS KORUPSI DI TUBUH PERTAMINA!
b.Jumlah lapangan pasti migas yang ada di nusantara.
c.Kondisi Kilang minyak dan komitmen perawatan untuk efisiensi produksi.
d.Profil Eksportir-Importir Migas nusantara.
e.Jumlah Ekspor-Impor migas dan rasionalisasi. Jika tidak rasional, atau volume ekspor lebih besar daripada impor dan sebaliknya tanpa penjelasan, ini harus diselidiki!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H