Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna diantara makhluk Tuhan yang lainnya karena memiliki akal dan pikiran yang dapat digunakan semestinya. Seorang filsuf berkata, "aku hidup karena berpikir". Bahwa memang sejatinya manusia mampu memenuhi hakikatnya, yaitu berpikir. Bahkan, seseorang yang mengalami gangguan jiwa pun, masih tetap berpikir meskipun ia memikirkan dunianya sendiri dalam pemikirannya.
Konsep mendasar berpikir ialah mampu mengolah atau menganalisis informasi yang telah diterima. Sebagai seorang yang terpelajar, berpikir harus sudah menjadi "bekal" atau "modal dasar" untuk menunjang proses belajar. Sejak dari lahir pun, kita sudah belajar mulai dari hal-hal sederhana. Menunjukkan bahwa pemikiran kita telah dilatih sejak lahir. Berlanjut juga ketika masa-masa sekolah. SD belajar calistung, SMP belajar menyelesaikan persoalan sederhana, SMA mulai belajar menganalisis permasalahan untuk mencari solusi, hingga kuliah juga belajar untuk menganalisis atau menelaah permasalahan kompleks secara obyektif dan tervalidasi dari informasi yang diperoleh.
Hal ini menuntut mahasiswa agar berpikir kritis untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks. Menurut Revolusi Berpikir terbitan PT Mizan Publika, berpikir kritis adalah konsep untuk merespon sebuah pemikiran atau teorema yang kita terima. Respon tersebut melibatkan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis. Apalagi mahasiswa merupakan agent of change atau agen perubahan.
Generasi muda yang berintelektual dan kaya akan ilmu pengetahuan ini adalah sosok yang seharusnya berani membenarkan persepsi-persepsi "abu-abu" yang beredar di kalangan masyarakat. Melihat beberapa fenomena di negara kita ini, tidak sedikit masyarakat resah terhadap informasi yang yang telah disampaikan. Inilah yang menjadi tugas mahasiswa terhadap pengabdian masyarakat sekarang ini. Mahasiswa yang merupakan bagian dari akademisi perguruan tinggi, harus menjalani tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ketiga nilai tersebut menjadi jiwa disetiap diri mahasiswa di segala aktivitasnya.
Mahasiswa sejati sangat dibutuhkan untuk negara ini kedepannya. Sikap kritis terhadap kondisi sekitarnya, peka, peduli, dan haus akan ilmu pengetahuan dan informasi untuk memberikan apa yang mahasiswa pahami kepada masyarakat. Hal ini dapat memacu mahasiswa semakain optimis bahwa mereka adalah agen perubahan menuju Indonesia yang berkualitas dari segala aspek. Aspirasi-aspirasi dan pemikiran kritis mahasiswa mampu merubah apa yang mengganjal di kehidupan bermasyarakat.
Dewasa ini, berita hoax semakin viral, berita benar semakin bungkam. Kenapa hal ini terjadi? Masyarakat yang benar lebih memilih diam dan bungkam karena yang salah adalah yang berkuasa. Ketika wakil rakyat turut di "golongan yang salah", kemana hak-hak rakyat yang harus didapatkan? Mahasiswa sejati tidak akan apatis terhadap kondisi seperti ini. Memperjuangkan apa yang seharusnya didapatkan adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan mahasiswa. Berbekal pemikiran yang kritis dan jiwa yang optimis, mahasiswa mampu melakukan tindakan yang nyata untuk perubahan menuju Indonesia yang berkualitas.
Namun, kenyataannya adalah sebaliknya. Masih ada beberapa mahasiswa yang apatis dan tak acuh terhadap fenomena di negeri ini. Apa gunanya gelar sarjana atau diploma, bahkan magister atau doktor jika masih tak peduli dan tak berkontribusi demi kemajuan negeri ini? Inilah tugas kita sekarang, seorang yang terpelajar tak melulu hanya berkutat nilai sempurna di selembar kertas, tetapi pengabdian kepada rakyat di negeri sendiri yang tak terbatas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H