Mahasiswa : Pendidikan Sosiologi UNJ
Pada era globalisasi yang sekarang perkembangan teknologi komunikasi dan media sosial sudah tidak di pertanyakan lagi yang di mana orang tua sampai anak-anak sekalipun menggunakan media sosial.
Fenomena flexing pada remaja atau yang sering juga di sebut sebagai “peragaan kekayaan” terjadi karena perkembangan teknologi yang sangat pesat di mana, semua para remaja pada saat ini dapat mengakses informasi dengan cepat dan mudah dengan begitu mereka dapat melihat susuatu yang dapat menarik perhatian mereka sehingga timbulnya rasa ingin memiliki dan mencoba sesuatu tersebut.
Tulisan ini membahas tentang Fenomena flexing pada remaja saat ini yang tentunya sudah kita ketahui penyebab dan akibat dari fenomena flexing ini bagi para remaja-remaja.
Fenomena flexing yang semakin merajalela di kalangan remaja dewasa ini ialah fenomena yang melibatkan remaja memamerkan kekayaan material mereka, seperti pakaian mahal, sepatu mewah, jam tangan berharga, dan barang-barang branded lainnya. Yang dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan penghormatan dari teman sebaya mereka.
Flexing pada remaja telah menjadi sangat begitu populer sehingga sudah tak heran lagi kalo kita menemukan remaja-remaja yang sikap dan tindakannya sudah sangat flexing.
Dalam Fenomena flexing pada remaja ini merupakan sebuah topik yang menarik dan kontroversial dalam budaya dan kebiasaan remaja saat ini. Flexing, yang di mana juga dapat di kenal sebagai stunting atau flossing di mana ini merupakan sebuah perilaku dan tindakan remaja yang memamerkan kekayaan atau gaya hidup glamor mereka melalui media sosial. Dalam hal ini sering di pamerkan seperti foto, atau video yang menampilkan barang-barang mewah, seperti pakaian desainer, kendaraan mewah, dan termasuk juga perhiasan yang mahal. Hal ini telah menjadi sesuatu hal yang sudah sangat terkenal dan di kuasai oleh remaja-remaja saat ini terutama di platform media sosial seperti instagram, snapchat, tiktok dan masih banyak lagi. Flexing pada dasarnya adalah upaya remaja untuk mempertunjukkan diri mereka di depan teman-teman mereka baik di lingkungan pendidikan, lingkungan mereka berada, dan lingkungan masyarakat umum sebagai individu yang sukses dan juga berkelas. Dengan begitu mereka berharap mendapatkan pengakuan, pujian, dan juga rasa hormat dari orang lain melalui tindakan tersebut. Namun dalam hal ini ada beberapa aspek negatif yang terkait dengan fenomena ini, yang pertama, flexing dapat menciptakan tekanan sosial pada remaja. Di mana, mereka merasa perlu untuk terus memamerkan dan posting barang-barang mahal itu atau gaya hidup yang mengesankan, bahkan jika itu berarti mereka harus mengeluarkan uang yang tidak masuk akal, memaksakan keadaan keluarga, dan berhutang. Dan hal ini lah yang menimbulkan gangguan bagi mental anak remaja pada saat ini misalnya stres keuangan, mengganggu pikiran dan memengaruhi tindakan dan karakter mereka, sehingga terjadilah tekanan mental yang serius pada remaja yang merasa terjebak dalam permainan ini. Yang kedua, fenomena flexing juga dapat memperkuat ketidaksadaran sosial dan materialisme di kalangan remaja. Di mana, mereka mungkin tergoda untuk mengukur nilai seseorang itu berdasarkan seberapa banyak barang mewah yang dimiliki seseorang atau orang lain di banding kualitas kepribadian atau prestasi intelektualnya. Dan ini lah yang menjadi tolak ukur untuk remaja saat ini untuk menjalin komunikasi, interaksi yang baik di lingkungan sosialnya baik di lingkungan pendidikan, organisasi, terlebih-lebih dalam masyarakat. Ini juga dapat mengaburkan perspektif remaja terhadap nilai-nilai sejati dalam kehidupan, seperti kebaikan, kedermawaan, rasa saling menolong, ber empati dan kerja keras. Namun, ternyata dalam flexing ini juga ada argumen yang mendukung di mana orang berpendapat bahwa hal ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi remaja untuk mencapai kesuksesan dan menciptakan gaya hidup yang mereka inginkan.
Flexing dapat memotivasi mereka untuk bekerja keras, mengejar impian mereka, berusaha seperti yang di lakukan oleh orang lain, dan meraih keberhasilan dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini, untuk mengatasi dampak negatif dan memanfaatkan potensi positif dari fenomena flexing, dengan cara perlu adanya pendekatan yang seimbang. Di mana penting bagi remaja di berikan pemahaman, pengertian, yang kuat tentang nilai-nilai sejati dalam hidup seperti etika,berkarakter yang baik, sopan dan santun, ber attitude, cara berbaur yang baik, cara menjalin interaksi tanpa memandang kelas sosial, dan juga etika kerja, tanggung jawab keuangan, dan pentingnya menghargai diri sendiri dan orang lain tanpa perlu memamerkan kekayaan material. Tidak hanya ini juga pendekatan dan pengawasan dari orang tua sangat perlu untuk mengontrol anak-anak nya dalam menggunakan media sosial yang memicu timbulnya flexing yang berlebihan demi menghindari fenomena flexing yang berlebihan dan juga yang bisa mengakibatkan tekanan sosial itu ada yang pada akhirnya masa depan si anak tersebutlah yang menjadi resikonya.
Masyarakat secara umum juga dan lingkungan sekitar yang tidak tertutup kemungkinan untuk terus mengawasi anak-anak remaja dalam fenomena flexing ini yang dengan cara memberikan suatu bentuk pemahaman yang bagaimana hal-hal yang baik tersebut, menggunakan media sosial itu tidak hanya jalan kita mau di akui oleh orang lain tetapi, media sosial itu di gunakan untuk mengembangkan diri kita sebagai manusia yang bisa mengelolanya.