Mohon tunggu...
Shabrina Aulia Ramadhani
Shabrina Aulia Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

hobi nonton film bergenre fantasy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Kesadaran Islami dalam Bisnis Online

20 Mei 2024   17:00 Diperbarui: 20 Mei 2024   17:02 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Oleh: Syamsul Yakin & Shabrina Aulia Ramadhani (Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung Kota Depok & Mahasiswi UIN Jakarta)

Saat ini, internet tidak hanya digunakan untuk mencari informasi, tetapi juga untuk mencari penghasilan. Melalui situs e-commerce, berbagai jenis barang dijual. Contohnya adalah pakaian, celana, taplak meja, buku, barang elektronik, peralatan otomotif, makanan, minuman, dan banyak lagi yang terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu. Inilah yang dikenal sebagai bisnis online.

Menghasilkan uang melalui internet adalah peluang bisnis yang mudah dan murah. Berbeda dengan bisnis offline, pasar online tidak memiliki batasan. Modal untuk memulai bisnis online relatif kecil, dan biaya operasional bisa ditekan seminimal mungkin. Toko fisik memiliki jam operasional yang terbatas, sedangkan toko online buka sepanjang waktu, 24 jam sehari.

Pada awalnya, bisnis itu bersifat mubah atau diperbolehkan. Esensinya adalah upaya untuk saling menguntungkan setelah masa barter berakhir. Dalam hal ini, keuntungan bukan berupa barang, melainkan uang. Keuntungan bisnis diperoleh melalui penjualan barang atau jasa. Secara historis, bisnis telah menjadi realitas sosio-antropologis dengan berbagai cara dan aturan.
 
Namun, bagi pebisnis online muncul pertanyaan: Halal atau haram? Secara normatif, suatu bisnis dianggap halal jika memenuhi rukun yang ditetapkan dalam fikih Islam. Misalnya, harus ada penjual dan pembeli, serta barang atau jasa yang diperjualbelikan. Pernyataan lisan dan tertulis juga diperlukan. Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi, maka bisnis tersebut dianggap haram.
 
Dalam bisnis online, status penjual dapat menimbulkan pertanyaan: apakah dia pemilik atau orang yang diberi kuasa. Kedua status ini tentu saja halal, sama seperti dalam bisnis offline. Namun, ada dua status penjual lainnya. Pertama, penjual yang menyediakan jasa pengadaan barang dengan meminta imbalan. Kedua, penjual yang tidak memiliki barang tetapi mampu mendatangkannya.
 
Segala bentuk transaksi dianggap halal selama kedua belah pihak merasa puas. Namun, jika penjual dan pembeli belum cukup umur, persyaratan bisnis tidak terpenuhi. Jika transaksi dilakukan secara lisan atau tertulis dan melibatkan gadai, maka yang bertransaksi haruslah pemilik langsung atau orang yang diberi kuasa.
 
Pertanyaan berikutnya adalah: Apakah bisnis online dianggap oleh para pakar hukum Islam sesuai dengan doktrin dan persyaratan jual beli tradisional? Ortodoksi ulama menyatakan bahwa semua jenis jual beli diperbolehkan asalkan tidak melanggar rukun dan syaratnya. Jika ada pelanggaran terhadap asas jual beli, seperti ketiadaan barang, maka transaksi tersebut menjadi tidak sah.
 
Namun, keberadaan barang secara fisik bukanlah syarat mutlak dalam sebuah transaksi. Dalam bisnis online, spesifikasi barang ditampilkan secara audio-visual. Artinya, internet berfungsi sebagai tempat berlangsungnya akad. Meskipun penjual dan pembeli tidak bertemu secara fisik, pertemuan fisik bukan merupakan syarat dalam jual beli.
 
Artinya, dalam bisnis online, ketika penjual menampilkan penawaran suatu barang lengkap dengan spesifikasi dan harga di media sosial, dan pembeli merespons dengan memesan barang tersebut secara online, maka penjual dan pembeli dianggap sudah melakukan pertemuan. Selain itu, aspek penting lainnya adalah kejujuran antara kedua belah pihak.
 
Dalam bisnis online, selain memenuhi rukun dan syarat jual beli, kualitas fisik barang yang dijual juga harus jelas, termasuk memastikan bahwa barang tersebut halal secara substansi dan cara memperolehnya. Menjual barang curian secara online tetap dianggap tidak halal meskipun transaksi tersebut memenuhi semua rukun dan syarat secara formal.

Dalam bisnis online, pedagang dapat menawarkan gambar barang secara audio-visual meskipun tidak memiliki barang fisik tersebut. Jika pedagang meminta pembeli untuk membayar lunas sebelum pengiriman, transaksi tersebut dianggap halal. Dalam hukum fikih tradisional, ini dikenal sebagai akad salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun