Mohon tunggu...
Sari Hasanah
Sari Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah UPI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Perkeretaapian Indonesia dibalik Tembok Bangunan Lawang Sewu

2 Juni 2024   18:50 Diperbarui: 2 Juni 2024   19:07 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan Lawang Sewu (Dokumentasi pribadi)

Kereta api menjadi moda transportasi yang banyak diminati oleh setiap kalangan. Hal tersebut didukung dengan semakin panjangnya jaringan rel kereta api yang ada di Indonesia. Moda transportasi ini dapat menghubungkan tiap daerah dalam satu kota maupun antar kota. Mengutip dari web Kementerian Perhubungan Republik Indonesia bahwa PT. Kereta Api Indonesia (KAI) yang sebelumnya bernama Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) hanya memiliki jaringan rel Jawa-Sumatera dari peninggalan kolonial Belanda. Sejarah mengenai perkeretaapian di Indonesia salah satunya dapat dijumpai di Bangunan Lawang Sewu.

Lawang Sewu merupakan salah satu destinasi bersejarah yang berada di Jl. Pemuda No.160, Sekayu, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang. Bangunan ini sekarang merupakan museum yang menyajikan koleksi seputar perkeretaapian di Indonesia. Bangunan Lawang Sewu berada di jalan utama kota Semarang dan terletak di seberang Tugu Muda serta dekat dengan Museum Mandala Bhakti.

Sejarah

Sejarah Lawang Sewu menggambarkan bagaimana perubahan fungsi bangunan ditengah perubahan kondisi di Indonesia.  Bangunan ini didirikan pada masa Belanda berkuasa di Indonesia yaitu pada tahun 1913. Fungsi awal bangunan tersebut adalah sebagai gedung kantor pusat NIS (Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij) atau perusahaan kereta api swasta Belanda dan Namun, ketika Belanda digantikan oleh Jepang pada tahun 1942, Bangunan Lawang Sewu diambil alih dan diganti fungsi sebagai Kantor Ryuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang). Selain itu, pada ruang basement atau ruang bawah tanah digunakan oleh Jepang sebagai penjara untuk eksekusi mati. Setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada tahun 1945, Lawangsewu dialih fungsikan sebagai kantor Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).

Pada masa perjuangan kemerdekaan, kembalinya Belanda setelah kemerdekaan Indonesia menjadikan bangunan tersebut diambil alih kembali oleh Belanda sebagai markas tentara. Selain itu, gedung ini mencatat sejarah dalam masa perjuangan pada peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang yang berlangsung dari 14-19 Oktober 1945. Pada tahun 1949 bangunan ini juga digunakan sebagai Kantor Prasarana Komando Daerah Militer atau Kodam IV Diponegoro. Kemudian tahun 1994, bangunan ini diberikan kepada Perumka yang menjadi perusahaan kereta api pada masa tersebut. Kini Perumka disebut sebagai PT Kereta Api Indonesia. Pada tahun-tahun selanjutnya Bangunan Lawang Sewu sempat terbengkalai hingga tahun 2009 bangunan ini dikonservasi sebagai objek wisata hingga sekarang. Hal tersebut ditetapkan salam SK Menteri No. 344/M/2014 dan no.PM.57/PW.007/MKP/2010, serta SK Bupati no.646/50/1992.

Foto-foto sejarah perkeretaapian (Dokumentasi Pribadi)
Foto-foto sejarah perkeretaapian (Dokumentasi Pribadi)

Makna Bangunan

Daya tarik Lawang Sewu bukan hanya dari koleksi yang ada, tetapi bangunannya itu sendiri. Bangunan yang dirancang oleh Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, arsitek asal Belanda dapat membuat kagum yang mengunjunginya. Gaya bangunan ini didesain menggunakan Gaya Arsitektur Transisi yang berkembang di Hindia-Belanda pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Gaya arsitektur tersebut membuat bangunan Lawang Sewu memiliki karakteristik yang khas seperti menara yang berada di kanan dan kiri bangunan dan diatas menara terdapat kubah persegi delapan. Bangunan ini dirancang dengan memiliki banyak pintu dan jendela sebagai sirkulasi udara. Inilah yang menyebabkan masyarakat sekitar menyebutnya Lawang Sewu atau Pintu Seribu. Namun ternyata jumlah pintunya tidak sampai seribu, jumlah sebenarnya hanya 928 pintu. Diberikan kata "Sewu" hanya sebagai persitilahan saja karena dianggap sebagai angka yang paling besar pada zaman Jawa Kuno.

Di dalam bangunan Lawang Sewu, pengunjung juga dapat menemukan lukisan kaca patri yang menggambarkan kota Semarang dan Batavia. Kaca patri menjadi salah satu ikon yang unik di Lawang Sewu. Pasalnya di bagian tengah kaca patri tersebut terdapat gambar-gambar yang memiliki makna terutama mengenai kota Semarang. Pengunjung dapat melihat gambar Dewi Fortuna yang memakai baju merah yang dipercaya dalam mitologi Romawi sebagai dewi keberuntungan yang menaungi Belanda ketika melakukan penjajahan di Indonesia. Pada kaca patri tengah terdapat roda bersayap sebagai lambang dari kereta api. Kemudian berhadapan dengan Dewi Fortuna terdapat gambar Dewi Venus sebagai dewi kecantikan dan cinta kasih. Adapun tumbuhan dan hewan menggambarkan kekayaan tanah Jawa. Kaca patri pun menggambarkan simbol kota perdagangan Batavia, Surabaya dan Semarang dan simbol kota dagang Belanda yakni Amsterdam, Rotterdam, dan Den Haag. Kaca patri ini menunjukkan aktivitas eksploitasi yang dilakukan oleh Belanda menggunakan kereta api sebagai alat angkutnya.

Lorong Lawang Sewu (Dokumentasi Pribadi)
Lorong Lawang Sewu (Dokumentasi Pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun