Selain usaha untuk belajar dan upgrade skill, pandemi ini mengajarkan saya memeluk kembali sisi "kekeluargaan" yang sempat longgar. Ketika saya menulis bagian kisah  ini, jujur saya berusaha menahan air mata saya yang hampir jatuh. Iya saya sedih.Â
Saya sadar sebagai anak sulung dan adik-adik saya sudah besar sering kali kita sibuk dengan aktivitas kita masing-masing, kita jarang sekali bercengkrama. Komunikasi saya antar saudara dan orangtua bisa dikatakan tidak terlalu intens, bahkan seadanya dan jika ada perlunya saja.Â
Ada momen yang saya merasa gagal, sedih, kecewa sebagai kakak, saat sobat saya bertanya mengenai "sekolah adik yang yang kecil di mana dan sudah kelas berapa", namun saat itu saya tidak bisa jawab yaa karena saya "jarang" sekali bertemu dengan adik bahkan ngobrol meski kita satu atap. Ya gimana dong, karena saat saya pulang kerja, dia sudah tidur dan saat saya akan bersiap-siap untuk pergi kerja, dia sudah berangkat sekolah dengan motornya.Â
Miris memang, namun sekarang saya bersyukur Tuhan dekatkan jarak yang sempat longgar itu. Dengan kita "di rumah aja", kami jadi saling bercanda, saling usil lagi dan ternyata adik saya sudah pada besar, seketika saya jadi kangen masa-masa selesai jam kuliah, saya  jemput adik saya yang kecil di sekolah dasar.😢
Bahkan kini, kalau saya masuk di shift siang atau saya masuk pagi (it means shift kerja saya selesai sore), saya bisa bantu ibu saya di dapur untuk masak.Â
Dan lagi, dari dapur saya jadi belajar masak, dapat menu baru dan tentunya saya senang dengan bounding antara saya dan ibu saya. Itu istimewa sekali buat saya. Saya senang bisa membantu ibu saya, yang mana dulu tidak pernah saya lakukan karena waktu yang jarang sekali saya miliki.Â
Maka kini, waktu untuk ibadah berjamaah yang diberikan Tuhan dapat kita lakukan bersama meskipun dari rumah. Seperti itu sisi posistif yang saya dapat dari " di rumah aja" selama dua bulan ini.
Pernah suatu kali, saya dan beberapa teman saya video call dan banyak sekali orbolan yang kami bahas ketimbang saat harus ketemu tiap hari.Â
Ternyata benar kata Tulus, "Beri aku kesempatan untuk bisa merindukanmu. Jangan datang terus. Beri juga aku ruang bebas dan sendiri. Jangan ada terus. Aku butuh tahu seberapa kubutuh kamu. Percayalah rindu itu baik untuk kita."
Yaa begitulah sedikit kontemplasi yang saya rasakan selama hampir dua bulan di rumah aja, banyak hikmah dan sisi positif yang dapat diambil. Bagi kamu yang masih mengeluh, boleh aja mengeluh, namun jangan terlalu sering apalagi setiap hari.Â