Mohon tunggu...
Saif Hardy
Saif Hardy Mohon Tunggu... -

I believe, writing can change the people's life. Though it is not the only factors, yet it plays very important role, at least for me. I find new people, express ideas, communications, arts and profesionalism, through Writing. Last but not least, happiness. What else could I say?

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Medical Domination in Indonesian Nursing Education System

24 Maret 2011   16:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:28 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13009836881140868897

Pendahuluan

Lebih dari dua puluh tahun lalu, ketika Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) masih mayoritas di antara pendidikan nursing yang ada di Indonesia, nyaris seluruh Kepala Sekolahnya berprofesi sebagai dokter. Kalaupun beberapa tampuk pimpinan pendidikan tersebut dijabat oleh seorang nurse, angkanya bisa dihitung. Itupun terbatas pada lembaga pendidikan swasta.

Di Malang pada awal tahun 80-an misalnya, dari empat SPK yang ada, satu diantaranya swasta yaitu SPK Panti Waluya, yang dipimpin oleh seorang Suster (Bedakan dengan Nurse: Red.), bukan dokter. Salah satu penyebabnya adalah: persyaratan jenjang pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh pimpinan yang belum memenuhi syarat serta pangkat dan golongan kepegawaian yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan (DepKes). Di sektor swasta, persyaratan seperti ini masih fleksibel.

Dua puluh tahun kemudian (awal tahun 2000-an)dunia pendidikan nursing di Indonesia berubah. Sebagian besar SPK telah dikonversikan ke Akademi Perawatan (AKPER). Bukan hanya itu saja. Sistem kepemimpinan pun direvisi. Dominasi kedokteran pada masa transisi di dalam pendidikan nursing waktu itu sudah mulai berkurang.

Tahun 2003 lalu, di Politeknik Kesehatan Malang, yang membawahi Program Pendidikan (Prodi) Keperawatan dan Kebidanan antara lain Malang, Lawang, Blitar, dan Jember, sudah tidak lagi dipimpin oleh seorang dokter. Demikian pula lembaga pendidikan swasta. Peranan nurse manager sudah mulai nampak.

Akan tetapi, kita masih belum bisa merasa lega betul dengan perkembangan yang ada. Karena dari sekian jenjang pendidikan tinggi nursing (tingkat sarjana) yang ada, masih dibawah fakultas kedokteran.

Nursing adalah sebuah profesi. ‘A profession is an occupational group that has autonomy over its work, high status, and high income’ (Germov, 1998, p.230). Tanpa memandang apakah kondisi sebagai pimpinan sebuah college of nursing memenuhi syarat atau tidak, jika sang pemimpin bukan seorang nurse, akan berdampak terhadap kebijakan (perkembangan) profesi nursing. Setidaknya, dari pengertian profesi oleh Germov diatas, akan mengurangi independensi nursing terhadap dunianya sendiri.

Tulisan ini mencoba menganalisa sejauh mana pengaruh dunia kedokteran terhadap perkembangan dunia pendidikan nursing di Indonesia.

Dominasi Kedokteran

Dominasi kedokteran bukan istilah asing di dunia kesehatan Indonesia. Jika kita sakit, kita pergi ke dokter. Hanya dokter yang ‘paling kuat’ diantara sekian profesi kesehatan yang ada. Dokter yang mendiagnose dan mengobati penyakit. Dokter yang membikin resep, melakukan pembedahan, merujuk pasien ke tempat-tempat fasilitas kesehatan lainnya. Dokter yang menentukan seseorang sakit atau sehat; dokter yang mengeluarkan sertifikat kelahiran atau kematian. Bahkan dokter yang menyatakan seseorang cukup memenuhi syarat kesehatan atau tidak untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden kita melalui Ikatan Dokter Indonesia (Pikiran Rakyat, 2004. online).

Semua profesi kesehatan nyaris tidak terlepas dari kendali profesi kedokteran. Dokter memiliki akses untuk mengatur sistem registrasi semua profesi kesehatan terpadu. Dokter yang mengendalikan hal-hal yang bahkan secara medik profesi tidak memberikan keuntungan. Misalnya surat cuti sakit, penentuan badan-badan yang mengurusi kesehatan masyarakat, sebut sajarumah dan lingkungan sehat, keluarga berencana, sampai yang menyangkut penelitian kesehatan lainnya.

Mereka mendominasi seluruh bentuk dana penelitian kesehatan, yang mengakibatkan kecil sekali kemungkinannya profesi kesehatan lainnya melakukan penelitian, tanpa persetujuan dari seorang dokter. Profesi kesehatan lainnya memiliki akses yang amat terbatas dalam menunjukkan bukti yang bisa menantang dunia kedokteran sekalipun metode nya terbukti lebih berhasil dibanding kedokteran (Germov, 1998).

Contoh konkrit dominasi kedokteran yang tidak kalah pentingnya dalam hampir penentuan semua kebijakan kesehatan di negeri ini, adalah peranan pejabat yang menduduki posisi-posisi penting di Departemen Kesehatan (Depkes). Pada tahun 2004, Daftar Pejabat Eselon I dan II Departemen Kesehatan RI, dari 63 orang pejabat yang ada, mulai dari Menteri Kesehatan hingga Kepala Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri, 17 orang diantaranya, dilihat dari deretan gelar mereka, bukan dokter (Depkes, 2004, Online). Di tingkat daerah, mana ada pimpinan Puskesmas yang bukan dokter?

Di sektor keperawatan, meski jumlah perawat di Tanah Air ini jauh lebih banyak dibanding profesi kesehatan lainnya, tak satupun dari sekian pejabat yang ada dalam daftar pejabat eselon diatas bergelar Sarjana Keperawatan (SKep). Profesi kesehatan lainnya yang ada diantaranya ahli bidang kesehatan lingkungan, gizi, farmasi, dan manajemen (Depkes, 2004, Online).

Tahun ini kita sedikit lega. Meski belum ada Direktorat Jenderal Keperawatan, setidaknya kita memiliki Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Keteknisan Medik (di bawah Dirjen Bina Upaya Kesehatan).Bandingkan dengan negara-negara lain di Timur Tengah misalnya Kuwait yang memiliki Department of Nursing dalam skala nasional! Perawat memiliki struktur yang jelas, dari level bawah ke tingkat atas.

Kedokteran mencapai dominasinya bahkan sebelum mampu memberikan terapi terhadap berbagai faktor besar yang menyebabkan penyakit atau kematian (Willis, 1989). Dominasi kedokteran menurutnya, teramankan dan dipertahankan oleh alat-alat politik. Ringkasnya, menurut Freidson (1970), ada empat kunci dominasikedokteran:

1.Pengendalian terhadap kerja dan pengetahuan profesi kesehatan lain.

2.Peranan memberikan diagnose klinis dan pengobatan.

3.Persyaratan yang diminta oleh dokter serta pengawasan kerja profesi kesehatan lain.

4.Status kedokteran yang tak tertandingi bila dibandingkan profesi kesehatan lain.

Keempat sektor itu merupakan dasar dominasi kedokteran terhadap profesi kesehatan lain. Dasar-dasar dominasi itu merambat hampir di seluruh segi ilmu pengetahuan yang ada kaitannya dengan kesehatan. Mulai dari laboratorium, fisioterapi, teknisi alat-alat kesehatan, misalnya sinar X-Ray, gizi, hingga kebidanan dan keperawatan.

Di banyak rumah sakit, bahkan jabatan administrasi dipegang oleh dokter. Di Rumah Sakit Jiwa Lawang, tahun 2003 lalu, kepala Bidang Perawatan malah dijabat oleh seorang dokter. RSJ Lawang tidak sendirian.

Dari keempat contoh dominasi menurut Freidson diatas, contoh yang jelas di Indonesia adalah dominasi dokter dalam program kerja di Puskesmas. Dokter yang menjabat sebagai kepala Puskesmas, mengendalikan semua sistem kerja karyawan Puskesmas yang profesinya bervariasi. Pasien yang sakit mendapatkan diagnose dari dokter, juga pengobatannya. Laboratorium, kesehatan lingkungan, P3M, perawatan ibu dan anak, imunisasi, hingga sistem pencatatan dan pelaporan Puskesmas. Dokter pula yang mementukan persyaratan-persyaratan dan pengawasan terhadap profesi kesehatan lain di Puskesmas.

Namun begitu, keempat sektor itu juga merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh dunia kedokteran. Tantangan tersebut menurut Germov (1998) antara lain berupa:

  1. Strategi profesionalisme praktisi profesi kesehatan non-kedokteran.
  2. Model-model baru kesehatan yang memfokuskan faktor-faktor pencegahan dan sosial, serta perawatan kesehatan masyarakat pada kondisi kronis.
  3. Adanya keterlibatan kebijakan negara dan perubahan peraturan perundangan.
  4. Menurunya peran pengobatan umum akibat ekspose media karena adanya malpraktek kedokteran.
  5. Semakin bertumbuhnya pengobatan alternatif.
  6. Munculnya kesadaran perlindungan hak-hak pasien.

Perkembangan terakhir di Australia, bisa dijadikan contoh adanya tantangan terhadap dominasi kedokteran ini. Misalnya pendirian Fakultas Akupuntur di University of Technology Sydney, Victorian University of Technology, dan Royal Melbourne Insititute of Technology (Germov, 1998).

Di India, sedikitnya terdapat 11 universitas yang menawarkan jurusan pengobatan tradisional antar lain: Government Ayurvedic Medical College (Bangalore), Madam Mohan Alaviya Ayurved College (Udaipur), dan Rishikul State Ayurved College (Haridwar) (Vedic Lifesciences, 2004), dll.

Di Amerika Serikat banyak perguruan tinggi yang juga memberikan pengajaran tentang pengobatan tradisional China, misalnya American College of Traditional Chinese Medicine (Actcm, 2004), East West College of Traditional Medicine (EWCollege, 2004), dan International College of Traditional Chinese Medicine of Vancouver (TCMCollege, 2004), dll.

Freidson (1970) mengemukakan otonomi adalah kunci utama dominasi kedokteran ini yang didefinisikannya sebagai ‘authority to direct and evaluate the work of others without in turn being subject to formal direction and evaluation by them’ (p. 135). Elston (1991) mengkategorikan tiga bentuk otonomi kedokteran:

  1. Economic autonomy: hak menentukan biaya pengobatan (fee for service).
  2. Political autonomy:hak menentukan policy sebagai legitimasi seorang ahli terhadap berbagai hal yang menyangkut kesehatan.
  3. Clinical autonomy: hak menentukan professional standard pengobatan, yang mendikte pengeluaran rumah sakit (hospital expenditure), dan kerja profesional kesehatan lainnya.

Di Indonesia, ketiga bentuk otonomi itu masih jelas terlihat. Hal ini disebabkan salah satunya adalah tingkat kesadaran sebagian besar masyarakat, dimana mereka belum mengenal hak-hak terhadap servis kesehatan yang mereka ‘beli’. Sesudah mendapatkan pengobatan, mereka belum mengenal arti Quality of Service. Sehingga, sesudah memeriksakan diri ke dokter, dapat obat, kemudian selesai permasalahannya, tanpa mengetahui bagaimana jika tidak mendapatkan pelayanan terapi sebagaimana yang dikehendakinya.

Masalah Informed Consent, sering terjadi. Pasien tidak mendapatkan penjelasan yang lengkap tentang tindakan medis yang akan dilakukan. Mereka juga tidak diberikan pilihan yang fair terhadap berbagai kemungkinan pengobatan. Kasus-kasus semacam ini, sayangnya acapkali tidak terungkap oleh media masa.

Faktor yang kedua, perlindungan hak-hak customer yang masih belum maksimal. Sekalipun sudah dibentuk Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), namun masih terbatas pada produk-produk fisik, seperti makanan dan minuman saja. YLKI belum masuk ke ‘produk’ kesehatan (Sukmaningsih, I, KCM, 28 Mei 2003, Opini).

Dan yang ketiga, adanya birokrasi yang ‘berbelit’. Rencana Undang-Udang Kedokteran disambut gembira oleh para dokter, namun kurang memberikan perlindungan yang cukup pada pasien (Hukum Online, 2004). Disitu juga diungkap, bahwa selama ini jika terjadi malpraktek kedokteran, ada kecenderungan penyelesaiannya berupa ‘mengamankan’ dokter, dan mengabaikan pasien. Padahal Depkes sudah menyediakan ‘Paket Pemelihataan Kesehatan’ (JPKM, 2002).

Pengaruh Kedokteran Terhadap Pendidikan Nursing

Nursing dipercaya berusia setua sejarah manusia (Grippando & Mitchell, 1989). Sayangnya amat sedikit literatur yang menuliskan tentang perkembangan nursing sebagai sebuah unique function dalam sejarah kuno.Walaupun diakui, bahwa pada saat perang Salib, orang-orang Barat menemui kaum Muslim sudah mempraktekan perawatan orang sakit dengan fasilitas yang sudah teroganisasi pada abad pertengahan (Grippando & Mitchell, 1989).

Lewat studi praktek-praktek pelayanan kesehatan pada jaman dahulu, sangat mungkin melihat perkembangan dunia kedokteran dan bagaimana secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan keperawatan (Grippando & Mitchell, 1989).

Pada tahun 1880-an, nurse leaders mulai menanyakan, apakah nursing harus diuji melalui Ujian Umum, dan hanya mereka yang lulus ujian saja yang berhak mendapatkan registrasi serta layak disebut seorang Nurse (Kenworthy, Snowley, Gilling, 2002). Miss Nightingale dan Miss Luckes waktu itu menentang ide tersebut.Sementara Ethel Gordon Manson, Matron di St. Bartholemew Hospital-Londonbersikeras menerapkannya (Kenworthy, Snowley, Gilling, 2002).

Istri Dr. Bedford Fenwick inilah yang memulai ide standarisasi profesi bagi profesi nursing ini, dimana suaminya memberikan dukungan adanya State Registration, pada masa 30 tahun kemudian. Keluarga Bedford Fenwick adalah pendiri British Journal of Nursing, hingga tahun 1919 terbentuklah Nurses Registration Act di Inggris (Kenworthy, Snowley, Gilling, 2002).

Nightingale Nursing School adalah instutusi pendidikan nursing pertama di Inggris, dimana penyelenggaraannya disesuaikan dengan pendidikan kedokteran (Kenworthy, Snowley, Gilling, 2002). Dari sinilah sejarah pendidikan nursing bermula.

Pendidikan diawali dengan Pre-registration Nursing Program, yang mengikuti Common Foundation Program, berlangsung selama sekitar 18 bulan. Selama itu, para calon nurse mempelajari empat basic of nursing yaitu:

·nursing adults (medical, surgical, critical care, dan elderly care),

·nursing children,

·mentalhealth nursing, dan

·learning disability nursing.

Keempat dasar pengetahuan dan ketrampilan diatas dituntut guna mencapai tingkat qualified. The United KingdomCentral Council for Nursing and Midwives (UKCC) menggunakan istilah competence untuk menguraikan ‘the skills and ability to ractise safely and effectively without the need for direct suprevision’ (UKCC, 1999).

Guna mencapai derajat kompetensi diatas, area pembelajaran yang dibutuhkan adalah:

· professional, ethical, dan legal issues,

· nursing teori dan praktek,

· struktur dan proses organisasi,

· ilmu-ilmu sosial yang terkait dengan praktek nursing,

· kerangka kerja (Kenworthy, Snowley, Gilling, 2002).

Uraian diatas menunjukkan bahwa nursing terbentuk atas sumbangan dan dukungan beberapa disiplin ilmu sebagai basisnya.Diantaranya adalah etika, hukum, sosial, psikologi, komunikasi, anatomi dan fisiologi.

Dasar-dasar inilah yang digunakan oleh para nursing researchers sebagai fundamental bahwa nursing itu lahir atas dasar bukti-bukti riset (evidence-based practice). Penelitian dalam nursing menjadi bagian terpenting dalam perkembangannya sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membuat nurse bisa memberikan perawatan atas bukti-bukti ilmiah (Brown, 1999; Omery & William, 1999).

Secara luas bisa diartikan, bahwa profesi nursing bertanggungjawab kepada masyarakat atas perawatan yang berkualitas tinggi serta cost-effective yang diberikan kepada pasien beserta keluarganya.

Dari uraian diatas menunjukkan, bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang mendasari nursing bukan hanya disiplin ilmu kedokteran saja, meskipun tidak dipungkiri bahwa dunia kedokteran memberikan sumbangsih yang besar terhadap perkembangan dunia nursing. Nursing dibangun atas dasar beragam disiplin ilmu yang kompleks yang mengutamakan pendekatan bio-psiko-sosial dan spiritual terhadap klien. Sebagai sebuah profesi yang unik, konteks pembelajaran nursing menyangkut: care, health, environment, dan client (Kenworthy, Snowley, Gilling, 2002).

Oleh sebab itu, guna memenuhi kebutuhan nursing sebagai suatu profesi, hanya nurse sendirilah yang mengetahui kebutuhannya. ‘Nursing has sought to remove itself from subordination by adopting a strategy of professionalisation’ ( Davis & George, 1993, p. 209). Nursing telah berupaya untuk menghilangkan ketergantungannya terhadap profesi lain yang pada akhirnya bisa berpengaruh terhadap independensi profesi nursing.

Namun begitu, bagi profesi nursing di Indonesia, yang tergolong masih ‘muda’ dibanding profesi yang sama di Inggris, Amerika Serikat atau Australia, menghilangkan ketergantungan sepenuhnya terhadap profesi kedokteran bukanlah hal yang muda. Hal ini, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bagian terdahulu pada tulisan ini, pendidikan nursing secara umum di negeri kita belum mengarah kepada lahirnya tenaga-tenaga yang benar-benar profesional.

Sejak tahun 1950 hingga tahun 1990-an, nursing di negeri kita hanya mampu menghasilkan tenaga-tenaga yang sekelas vocational training graduate atau program diploma. Produk yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan nursing kita belum mencapai standard yang dibekali dengan ketrampilan penelitian. Sementara untuk menjadi profesional, ketrampilan meneliti itu amat dibutuhkan. ‘Learning research as a nursing student in order to become research aware is an important part of becoming research minded’ (Kenworthy, Snowley, Gilling, 2002, p. 332).

Standard pendidikan nurse kita yang masih relatif rendah itulah yang menjadi salah satu kendala pencapaian nurse pada jenjang manager. Seorang kepala sekolah adalah manager. Manager dituntut memiliki kemampuan manajerial yangmeliputi planning, organizing, controling dan evaluating (Dessler, 2002). Menurutnya, seorang manajer dituntut memiliki kemampuan untuk menjadi ‘teacher, coach, and consultant’ (p.281).Kemampuan ini hanya bisa dicapai melalui jenjang pendidikan tinggi, setidaknya post-graduate study.

Faktor tersebut pula yang mengakibatkan hingga saat ini, pimpinan Program Studi Ilmu Keperawatan di beberapa perguruan tinggi di Indonesia masih dijabat oleh profesi kedokteran. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi pula tuntutan kualitas pendidikan pimpinan penyelenggara pendidikan tersebut.

Dalam sejarahnya, beberapa lembaga pendidikan nursing jenjang S1 yang masih dipimpin oleh profesi kedokteran.PSIK Universitas Sriwijaya (Palembang), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Brawijaya (Malang), Universitas Gajah Mada (Yogyakarta), merupakan beberapa contoh perguruan tinggi negeri (lihat diwww.brawijaya.ac.id; www.unair.ac.id; www.unsri.ac.id; www.ugm.ac.id). PSIK menunjukkan bahwa sejauh ini, Department of Nursing dari semua PSIK yang ada, kecuali di Universitas Indonesia (UI) masih dibawah kontrol Fakultas Kedokteran.

Kepala Stikes Al Irsyad Al Islamiyah-Cilacap, Jateng, seorang dokter (Republika, 29 Juni 2004). Lembaga pendidikan Islam tersebut menyeleggarakan program keperawatan dan kebidanan, untuk tingkat diploma dan sarjana. Prinsip pelaksanaan pendidikannya menggunakan Objective Structured Clinical Evaluation (OSCE) dan Objective Structured Practical Evaluation (OSPE) (Republika, 29 Juni 2004).

Pimpinan Institute of Health Sciences-Binawan-Jakarta, sebuah lembaga yang mencetak calon-calon perawat, adalah seorang Insinyur (Binawan, 2004). Cakupan fokus kurikulumnya adalah Behavioural, Social and Life Sciences. Selain itu, program utamanya adalah menawarkan Dual Degrees, masing masing BSN dan Ners (Ns).

Padahal di Amerika Serikat, sejak tahun 1899 para nurse leaders memutuskan ‘that nursing has reached the stage of acknowledged indespensibility as an occupation in the care of the ill and convalescent; and further, that this occupation was so intimately bound up with the safety and health of the public that it required regulation and control in the education of those who desired to engage in it’ (Swansburg & Swansburg, 2002, p. 581).

Tantangan Studi Nursing

Program pendidikan nursing secara umum dibagi dalam tiga kelompok: pengetahuan umum, ilmu alamiah dasar, dan nursing sains. Masing-masing bidang studi tersebut harus relevan secara langsung pada dasar-dasar pengetahuan, ketrampilan serta sikap yang diperlukan bagi kegiatan efektif (International Conference of Nursing, 1988).

Pembukaan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran diawali dengan kunjungan Tim Akreditas Pelembagaan Akper Depkes Bandung (Akper Depkes Dr. Otten Bandung) dan Akper Depkes Padjadjaran pada tanggal 2-3 Maret 1990, dimana tim terdiri dari Ketua Konsorsium Ilmu Kesehatan Dirjen Dikti, Prof. Dr. Ma'rifin Husin dan Kabid I Pusdiknakes Depkes RI, dr. Syahlan, SKM (Unpad, 2002).

Dalam akhir visitasinya, dilakukan diskusi tentang kendala utama yang dihadapi oleh AKPER pada umumnya, baik yang di Bandung maupun secara nasional, ialah kualitas staf pengajar dalam bidang keperawatan yang dirasakan lamban peningkatannya. Masalah ini timbul karena keterbatasan daya tampung PSIK FK UI yang merupakan satu-satunya institusi penyelenggaraan program S1 Keperawatan di Indonesia. Untuk mengatasi masalah tersebut, tim pelembagaan menyatakan bahwa Bandung punya potensi besar untuk berperan aktif dalam pengembangan pendidikan keperawatan mengingat tiga hal utama (Unpad, 2002).

Mula lahirnya studi nursing untuk tingkat sarjana di Unpad membuktikan proses lahirnya pendidikan nursing kita tidak dimulai dari ‘dasar’. Artinya, nurses kita belum ‘mampu’ memberikan sumbangsih yang cukup guna pemenuhan kebutuhan pendidikan yang relevan dengan perkembangan jaman.

Wood (1990) menyebutkan faktor-faktor yang mengakibatkan lambannya perkembangan perbaikan dunia pendidikan nursing adalah: ‘A lack of national unity, insufficient and inefficient communication between State leaders, no broad framework or development of national leadership, a lack of decision making ability and a lack of national cohesion’ (p.154).

Seperti yang disebutkan oleh Wood (1990), perawat kita sebagian besar belum memiliki sense of belonging. Belum memiliki rasa kesatuan yang memberikan dampak politik. Latar belakang ini merupakan salah satu penghambat besar didalam memajukan pendidikan nursing. Di Australia, sejak tahun 1977 Pemerintah sudah menyetujui pendirian komisi yang akan memasukkan pendidikan nursing dibawah naungan ministry of education (Wood, 1990). Di Indonesia, hingga tahun ini, masih terjadi tarik-menarik antara Menkes dan Mendiknas persoalanPoliteknik Kesehatan (Poltekes). Seharusnya ada dibawah naungan siapakah mereka itu?

Alasan mengapa pendidikan nursing perlu ditransfer dari hospital-based school of nursing ke multi-disciplinary higher education institution yang dikemukakan oleh Wood (1990) dibawah ini tepat sekali dengan kondisi yang ada di Indonesia yang diantaranya adalah:

• Cepatnya pertambahan dan kelanjutan ilmu pengetahuan

• Perubahan dan kompleksitas teknologi

• Tindakan nursing yang terfokus kepada tugas yang mengakibatkan kebosanan, bertambahnya resiko kealpaan; serta menurunnya inisiatif dankurangnya tanggungjawab

•Sebagian besar nursing student tidak secara adekuat siap terlibat dengan penderitaan klien, pasien, keluarga atau pihak-pihak lain yang terkait.

• Rasio antara RN dan nursing student di rumah sakit terlalu rendah

• Nursing student diharapkan melaksanakan tugas yang amat berat dimana mereka harus melakukannya diluar jam studi.

• Lama dan isi program nursing yang bervariasidari lembaga atau tempat yang satu ke lainnya .

•Kurangnya tenaga pengajar terlatih, juga pembimbing praktek.

•Kurangnya peminat studi nursing yang ‘sesuai’ (p. 206-7).

Apa yang dikemukakan oleh Wood (1990) diatas memang benar. Andai saja sumber daya manusia (SDM) yang ada dilingkungan pendidikan nursing cukup memadai, barangkali tidak perlu ada PSIK, karena nursing bisa berdiri sendiri. Namun karena keterbatasan inilah sehingga ketergantungan pendidikan nursing terhadap profesi lain tetap tinggi.

Tahun 2003 lalu, ketika penulis mengadakan kunjungan ke Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), hanya ada satu dosen yang lulusan S1 nursing.Sementara dua orang yang sedang tugas belajar mengambil program S1 Post-Registration. Hingga Juli 2004, di Stikes Wirahusada (Magelang), hanya terdapat 3 dosen tetap pada program S1 (Kholik, M. Pers.Comm, 29 June 2004). Dan, seperti yang disebutkan diatas, rata-rata ketua program PSIK bukan pemegang profesi nursing.

Kendala ini sekaligus merupakan tantangan dimana profesi ini dituntut untuk bekerja lebih giat guna menghasilkan tenaga yang berkualitas baik pengetahuan maupun ketrampilannya.

Masa Depan Pendidikan Nursing

Manajerialisme baru menyarankan, bahwa penghematan bisa dilakukan dengan cara memoderenisasi struktur tradisi rumah sakit dan tingkatannya dengan pengurangan manajemen yang tergolong mahal, serta pemanfaatan staf yang seefisien mungkin dengan jalan memisahkan tugas-tugas manajemen dan klinis, serta mereorganisasi kerja karyawan yang kurang terampil untuk menanganinya (Davis & George, 1993).

Pendapat diatas terbukti di negara kita, terutama di rumah sakit-rumah sakit swasta yang mempekerjakan karyawan kurang terampil, dimana mereka mendapatkan bayaran yang lebih sedikit guna penghematan budget institusi.

Penulis pernah bekerja di sebuah insitusi swasta dimana tenaga-tenaga kerja lulusan SMU dipekerjakan untuk melakukan pekerjaan yang mestinya harus dilakukan oleh seorang teknisi atau profesional, misalnya laboratorium, X-Ray, gizi, hingga pembantu medik. Yang disebut terakhir pun, mestinya perlu mendapatkan latihan. Di AS, ada college yang memberikan pelatihan yang disebut Medical Assistant (BowValley College, 2004, online; Lake Superior College, 2003, online; St. Augustine School, 2002, online).

Kecenderungan manajemen diatas, dengan mencari tenaga yang kurang terampil, mengakibatkan rumah sakit-rumah sakit akan mengganti tenaga kerja yang lebih murah, bukannya trained-nurses, dalam upaya mengganti dengan tenaga non nursing (Jenkins, 1989, in Davis & George, 1993).

Di AS, guna mengatasi shortage of nurses, American Medical association mengusulkan ‘non nurse-bedside care technician’, sebagai alternatif cost effective ini (Chernomas & Chernomas, 1989, in Davis & George, 1993). Sayangnya yang demikian belum diterapkan di Indonesia.

Kendala ini yang menjadi salah satu kenapa banyak perawat Indonesia yang tidak mendapatkan pekerjaan, selain dibayar murah (Kompas, 29 Juni 2001).

American Nurses Association menganggap sikap diatas sebagai ‘ancaman’ bukannya asset (Davis & George, 1993). ‘Nursing looks to the future, there is excitement and anticipation about nursing that is being addressed not only on a national level, but also an international level’ (Moore, 1990, p.826). Para pemimpin nasional dan juga internasional menyadari kebutuhan health prmotion pada abad ini (Carlyle, 1988; Epp, 1986). “Nurses will continue to take a primary role in this era’ (Moore, 1990, p.827).

Dengan demikian, pertumbuhan PSIK atau fakultas nursing di Indonesia memang sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan, bukan untuk pemenuhan dalam negeri semata. Selama umat manusia di muka bumi ini mendambakan hidup dan kehidupan yang sehat, selama itu peranan nurses tidak kecil.

Namun, dengan digunakannya tenaga-tenaga yang kurang terampil untuk melakukan perawatan pasien, nurses bisa jadi tidak terlalu optimis terhadap pemenuhan akan hak-haknya sebagai sebuah profesional.

Kesimpulan

Artikel ini berupaya memaparkan perjalanan panjang nursing sebagai suatu profesi yang tidak pernah terlepas dari pengaruh profesi lain. Profesi kedokteran merupakan profesi yang amat dekat ‘hubungannya’ dengan nursing. Semua nurses mengakui, bahwa kerangka teori nursing, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nightingale, berangkat dari dunia kedokteran.

Namun begitu, dalam perjalanannya, dunia nursing itu sendiri mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Perbedaan yang menyolok antara kedua profesi tersebut adalah konsepnya. Kedokteran lebih memfokuskan kepada patient treatment, sedangkan nursing mengutamakan clien, environment, health dan nursing.

Dengan demikian, meski pada prakteknya kedua profesi ini berjalan bersamaan, pengaruhnya akan besar sekali, terutama dalam penyelenggaraan pendidikan nursing apabila dipimpin oleh profesi kedokteran. Setidaknya, sebagaimana definisi profesi menurut Germov (1998), tidak bisa dipenuhi oleh seorang nurse.

Kondisi di Indonesia untuk saat ini memang terlalu dini bila pengharapan sepenuhnya independen, keberadaan nursing profesional dalam artian kuantitas dan kualitasnya. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah SDM. Namun begitu, karena tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan adanya profesi ini bukannya semakin menurun, prospek nursing dan juga pertumbuhan serta pendidikannya masih cerah.

Hanya saja, tanpa adanya usaha-usaha melindungi profesi ini, maka independensi profesi nursing di Indonesia tidak bakal mulus. Tidak ada pihak lain yang berperan besar dalam pencapaian tujuan ini,kecuali bila nursing profesional yang berani melangkah.

Doha, 24 March 2011 (Revised)

Referensi

American College of Traditional Chinese Medicine, 2004, Course Discription, [Online], Available at URL: http://www.actcm.edu/, [Accessed 2 July 2004].

Binawan, 2004, ‘Nursing study program’, Academic Information, [Online], Available at URL: http://www.binawan-ihs.ac.id/educationinfo.html, [Accessed 29 June 2004].

BowValley College, 2004, ‘Courses and programs’, Medical Office Assistant Certificate, [Online], Available from URL: http://www.bowvalleycollege.ca/courses_programs/hcc/medical_office_assistant_cert.htm, [Accessed 6 July 2004].

Brown, S.J. 1999, Knowledge for Healthcare Practice: A Guide to Using Research Evidence, Philadephia, Saunders.

Carlyle, M. 1988, Premier’s commission on future health care of Albertans, Government of Alberta, Edmonton.

Chernomas & Chernomas, 1989, in Davis, A. & George, J. 1993, Health and Illness in Australia: States of Health, 2nd edn, Harper Educational, Sydney, pp. 208-37.

Davis, A. & George, J. 1993, Health and Illness in Australia: States of Health, 2nd edn, Harper Educational, Sydney, pp. 208-37.

Departemen Kesehatan RI, 2004, Daftar Nama dan Alamat Pejabat Eselon I dan II Departemen Kesehatan RI, [Online], Available on URL, http://www.depkes.go.id/downloads/PejabateselonIdanIIDepkes[1].PDF, [Accessed 27 June 2004].

Dessler, G., 2002, Developing manager’, Human Resource Management, 7th edn, Prentice Hall, New Delhi, pp.280-340.

Dikti, 2004, Direktori PTS, [Online], Available at URL: http://www.dikti.org/dirPTS/DKI-Jakarta.htm, [Accessed 29 June 2004].

Elston, M.A. 1991, ‘The Politics of professional power: medicine in a challenging health service’, in J. Gabe, M. Calnan, & M. Bury (eds), The Sociology of Health Service, Routledge, London, pp. 58-88.

East West College of Natural Medicine, 2004, College, [Online], Available at URL: http://www.ewcollege.org/, [Accessed 2 July 2004].

Epp, J. 1986, Achieving Health for All: A Framework for Health Promotion, Minister of Supply and Services Canada, Ottawa.

Freidson, E. 1994, Professionalism Reborn: Theory, Prophecy and Policy, Polity Press, Cambridge.

Germov, J. 1998, ‘Challenges to medical dominance’, Second Opinion: An Introduction to Health Sociology, ed. J. Germov, Oxford, Melbourne, pp. 230-48.

Grippando, G.M. & Mitchell, P.R. 1989, Nursing Prespectives and Issues, 4th edn, Delmar Publishers Inc., New York, pp. 2-13.

Hukum Online. 2004, ‘RUU Kedokteran: Mengamankan dokter, mengabaikan pasien’, Fokus, [Online], Available at URL: http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=9647&cl=Fokus, [Accessed 3 July 2004].

International College of Traditional Chinese Medicine of Vancouver, 2004, Choosing a Chinese Medicine as a Career, [Online], Available at URL: http://www.tcmcollege.com/, [Accessed 2 July 2004].

International Conference of Nursing, 1988, ‘The integration of primary health care into nursing education’, ch.3, Nursing and Primary Health Care: A Unified Force, Geneva, pp. 14-22.

Jenkins, 1989, in Davis, A. & George, J. 1993, Health and Illness in Australia: States of Health, 2nd edn, Harper Educational, Sydney, pp. 208-37.

JPKM, 2002, Paket Pemeliharaan Kesehatan, [Online], Available at URL: http://www.jpkm-online.net/jpkm.php?act=paket, [Accessed 3 July 2004].

Kenworthy, N., Snowley, G., Gilling, C., 2002, ‘Fundamental nursing principles’, Common Foundation Studies in Nursing, 3rd ed, Churchill Livingstone, Edinburg, pp. 251-506.

Kompas, 2001, Nasib Perawat: Pendidikan Rendah Gajih Rendah, [Online], Available from URL: http://www.otoda.or.id/Info%20Pekan%20Lalu%2028/jum'at/Pendidikan%20Rendah,%20Gaji%20Rendah.htm, [Accessed 6 July 2004].

Lake Superior College, 2003, ‘Course discription’, Medical Assistant, [Online], Available from URL: http://www.lsc.mnscu.edu/courses/2003_2005/meda.htm, [Accessed 6 July 2004).

Moore, S. 1990, ‘Thoughts on the discipline of nursing as we approach the year 2000’, Journal of Advanced Nursing, vol. 15, pp. 825-7.

Omery, A. & Williams, R.P. 1999, ‘An Appraisal of research utilization across the United States’, Journal of Nursing Administration, 29 (12), pp. 50-56.

Pikiran Rakyat, 2004, IDI Periksa Kesehatan Capres dan Cawapres, [Online], Available at URL: www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/16/0104.htm, [Accessed 3 July 2004].

St. Augustine School, 2002, Department of Distance Education, [Online], Available from URL: http://www.medassistant.org/, [Accessed 6 July 2004).

Swansburg, R.C., & Swansburg R.J. 2002, ‘Legal principles of nursing’, Introduction to Management and Leadership for Nurse Managers, 3rd edn, Jones and Bartlett, Sudburry, pp. 581-591

UKCC, 1999, Fitness for practise: the UKCC Commission for Nursing and Midwivery Education, UKCC, London.

Universitas Padjadjaran, 2002, ‘Program studi ilmu keperawatan’, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, [Online], Available from URL: http://www.fk.unpad.ac.id/jsp/profil-keperawatan-profil.jsp/, [Accessed 26 June 2004].

Vedic Lifesciences, 2004, Post Graduate Ayurvedic Colleges, [Online], Available at URL: http://www.ayuherbal.com/pg-ayu-colleges.htm, [Accessed 2 July 2004].

Willis, E. 1989, Medical Dominance, Revised edn., Allen & Unwin, Sydney.

Wood, P. 1990, Nursing Progress Through Partnership 1921-1991, Australian Government Publishing Service,Canberra, pp. 153-4, 162-3, 176-7, 181-3, 205-7, 210.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun