Mohon tunggu...
Shapna Apriyanti
Shapna Apriyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/UIN SUSKA RIAU

saya senang dengan membaca terkhususnya membaca novel, sedikit demi sedikit dari membaca novel dapat menambah relasi saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengaruh Kondisi Geomorfologis terhadap Pola Permukimman dan Pembagunan di Daerah Rawan Tanah Longsor

19 Juni 2024   21:18 Diperbarui: 19 Juni 2024   22:01 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pengaruh Kondisi Geomorfologis terhadap Pola Pemukiman dan Pembangunan di Daerah Rawan Tanah Longsor

Dibuat oleh:

Shapna Apriyanti

Permukiman harus dapat menyediakan lingkungan hidup yang sehat, aman dari bencana alam, dan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, serta harus sesuai dengan daya dukung lahan setempat.  Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan lahan permukiman sebagai tempat tinggal semakin tinggi. Persebaran  penduduk  merupakan  sebuah  konsep  yang  terpenting didalam ilmu kependudukan, yang mejelaskan mengenai persebaran manusia yangada dimuka bumi ini, dan perlu digaris bawahi bahwasanya kondisi masyarakat selalu bersifatdinamis,  dan  juga  jumlah  populasi,  distribusi  populasi,  dan  juga  struktur  populasi,  danpergerakan selalu berubah-ubah seiring dengan berjalannya waktu didalam sebuah skalayang  berbeda-beda.

Tahukah anda? Bahwa Lahan yang cocok untuk perumahan atau permukiman terletak pada kawasan budidaya (Undang-undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007) dengan tidak berada pada daerah yang labil. Namun, Penggunaan lahan pada kawasan permukiman banyak ditemui tidak sesuai peruntukannya karena masyarakat memiliki pertimbangan dalam menentukan lokasi bermukim, yaitu aksesibilitas, lingkungan, peluang kerja, dan tingkat pelayanan. Masyarakat memiliki pertimbangan untuk tetap bermukim pada kawasan rawan bencana, yaitu faktor psikologis, faktor sosial ekonomi, dan faktor kultural historis Sumaatmadja dalam Yusliana, dkk (2022). Menurut SNI 03-1733-2004 dalam Saraswati (2010) tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, kawasan permukiman seharusnya berada pada kemiringan lahan <15%.

Kawasan lereng gunung dengan topografi dan kontur rapat dapat membuat pola permukiman sebagian besar secara mengelompok dan menyebar. Menurut Sumaatmadja dalam Yusliana dkk (2022) faktor-faktor yang menjadi landasan perkembangan permukiman, yaitu faktor fisik alamiah, faktor sosial ekonomi, dan faktor budaya. Pola permukiman yang terbentuk di kawasan dataran  tinggi atau kawasan rawan bencana sebagian besar di pengaruhi oleh faktor mata pencaharian dan hak waris yang sudah turun temurun.

Seperti kasus yang terjadi di Desa  samar  yang merupakan  sebuah  desa  yang  terletak  di  kecamatan  pagerwojo, kabupaten  Tulung agung,  Provinsi  Jawa  Timurr, Indonesia.  Desa  samar ini berada di area perbukitan yang tak jauh dari gunung Bandil, dengan  luas  wilayah  desa  samar  yaittu  754  Ha. Desa samar merupakan desa yang paling luas di kecamatan Pagerwojo dengan pola permukimannya mengelompok dan menyebar. Dimana penduduk  samar  memiliki  mata  pencarian  petani,  dan  juga  peternak  sapi  perah. Selain  itu  potensi  dari  desa  samar  adalah  wisata  kebun  jeruk  yang  baru  dibuka  dan dikelola oleh pihak desa. Mayoritas warga sekitar dari desa samar yaitu penduduk yang sudah  bertempat  tinggal  didesa  samar,  namun  sebagaian  ada  yang  pendatang.  Seperti dilasir dari Radar Tulunggaung. Jawa pos.com bawasanya Pembangunan salah satu ruas jalan di Desa Samar, Kecamatan Pagerwojo, yang mengalami longsor yang  terjadi  sejak  tahun  2022  kemarin. Dan dengan terjadinya bencana tanah longsor ternyata  juga  ada  beberapa  kasus  yang  terjadi  seperti  terjadinya  persebaran penduduk yang tidak merata, dimana dikarenakan desa samar berada di daerah perbukitan sehingga berdampak pada terjadinya persebaran penduduk yang tidak merata.

Nah setiap bencana atau fonumena pasti terdapat faktor atau pengaruh yang menyebabkan bencana tersebut terjadi, tahukah anda faktor -- faktor yang menjadi pemicu terjadinya longsoran terutama faktor yang berhubungan langsung seperti lereng atau tebing terjal, jenis batuan, jenis tata guna lahan, jenis tanah, getaran, susut muka air tanah, adanya beban tambahan, pengikisan, curah hujan, adanya timpasan pada tebing, bekas longsoran lama, dan daerah pembuangan.

Jadi, kasus yang terjadi di Desa Samar itu salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya longsor adalah faktor lereng karena Desa Samar ini terletak di daerah perbukitan. Oleh karena itu, daerah tersebut rentan terhadap bencana alam salah satunya tanah longsor. Maka dari itu, pola pembagunan permukiman lebih baik di bangun di daerah dataran rendah dibandingkan dengan di dataran tinggi. Jika pun ingin membangun permukiman di dataran tinggi maka kawasan permukiman seharusnya berada pada kemiringan lahan <15% untuk menghindari rawan terhadap bencana dan kita pun bisa hidup dengan aman, damai dan tentram.

Daftar Pustaka

Musdalifah, M. (2020). Pengendalian Permukiman Dataran Tinggi Berbasis Mitigasi Bencana Longsor di Kelurahan Tiro Sompe, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun