Netizen meradang menentang larangan layanan ojek/taksi online (18/12/15). Kuatnya dukungan tidak hanya terasa di timeline personal saya, tapi tergambar pula dari headline media online [1], [2], [3]. Sepertinya keriuhan netizen cukup efektif. Pemerintah bereaksi, hanya dalam hitungan jam larangan dibatalkan. Menhub berdalih, “Kalau ini mau dianggap solusi sementara ya silakan, sampai transportasinya publiknya bisa baik."[4]
Sementara mogoknya Metromini (21/12/15) ditanggapi dingin netizen. Bahkan cenderung disambut dengan lega oleh masyarakat, yang sudah gregetan dengan aksi Metromini yang ugal-ugalan di jalan. Netizen mengungkapkan dalam Polling detik.com via twitter kalau perlu metromini mogok selamanya [5]. “Tak ada Metromini tak masalah, ada ojek online,” ungkap seorang warga [6].
Siapapun yang pernah pakai jasa ojek online, pasti bisa merasakan sendiri enaknya dibandingkan metromini atau angkot. Selisih ongkos yang masih terjangkau tergantikan oleh waktu tempuh jauh lebih cepat dan kenyamanan layanan dari pintu ke pintu.
Reaksi netizen terhadap dua kejadian ini terus terang membuat was-was. Saya menangkap sinyal ketergantungan pada layanan ojek online yang semakin menguat. Tampaknya kebutuhan menggunakan bersama kendaraan yang beroperasi dengan jadwal teratur pada rute yang tetap semakin terkikis [7].
Layanan ojek online yang kini dirasa memenuhi kriteria selamat, aman, nyaman, dan terjangkau tsb bergerak sesuai permintaan rute dan waktu pengguna pribadi. Ini membuatnya tidak masuk kategori transportasi umum, sekalipun nantinya mendapat ijin plat kuning. Dalam jangka panjang layanan ojek online justru berpotensi memupuskan harapan akan kota yang bebas macet dan polusi serta memiliki ruang publik yang memadai. Apalagi tarif murah yang berlaku masih mengandung banyak tanda tanya dan memicu lahirnya banyak perjalanan.
Wah bagaimana mungkin? Yuk mari simak lanjutannya...
Pengguna transportasi umum beralih ke motor
Fenomena perpindahan pengguna transportasi umum di Jakarta ke motor secara signifikan sebenarnya sudah terdeteksi sebelum munculnya layanan ojek online. Kombinasi semakin macetnya lalu lintas Jakarta, buruknya layanan transportasi umum, dan kemudahan memiliki motor, menjadikan motor primadona baru.
Studi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mencatat pengguna angkutan umum menurun dari 38,3 % pada tahun 2002 menjadi 12,9% pada tahun 2010. Sedangkan pengguna motor meningkat dari 21,2 % menjadi 48,7 % [8]. Penumpang bajaj dan taksi sekalipun berplat kuning dan memenuhi ketentuan UU No. 22/2009, tidak dihitung dalam angkutan umum pada studi di atas.
Reaksi netizen menjadi bukti betapa layanan ojek online semakin memperkuat daya tarik motor secara sistematis. Mari lihat perkembangan GoJek berbasis aplikasi yang baru diluncurkan awal tahun 2015 dan dengan cepat merebut hati penggunanya. GoJek mengklaim telah menggaet 1 juta pengguna dalam waktu 6 bulan [9]. Setidaknya anak-anak dan perempuan, yang bisa jadi tidak mengendarai motor sendiri sebelumnya, kini dengan mudah dapat mengakses ojek online.
Danang Parikesit, Pakar Transportasi UGM, sudah pernah memperingatkan pemerintah untuk mencari solusi cerdas terhadap penurunan pengguna transportasi umum [10].
“Kalau dilihat dari pengalaman negara-negara lain, terutama negara berkembang, sangat sulit untuk membalikkan keadaan jika persentasenya (pengguna angkutan umum) sudah ada di bawah 10%,”ujarnya.
Celakanya pemerintah tidak keluar-keluar dengan solusi cerdas. Solusi cerdas yang menjawab kebutuhan mobilitas masyarakat, justru datang dari masyarakat dalam bentuk layanan ojek online. Perkembangan ojek online yang pesat tanpa terkontrol justru berpotensi menggerus peminat transportasi umum, sehingga terbentuk siklus ke bawah (spiral down effect) dan akan semakin bertambah buruk. Ketika mencapai titik tidak ada lagi kebutuhan akan transportasi umum, maka mimpi terburuk saya jadi kenyataan.
Tarif Murah Semu
“Enak deh pagi-pagi pengen bubur, tinggal pesen GoJek,” ungkap seorang kerabat.
Jarak tidak lagi jadi kendala, bila menginginkan sesuatu dengan adanya layanan ojek online. Murahnya tarif promo membuat tidak perlu berpikir dua kali untuk menggunakannya. Tentu ini berita baik bagi pertumbuhan ekonomi. Tapi entah disadari atau tidak, telah dilahirkan begitu banyak perjalanan baru untuk memuaskan keinginan. Untuk tiap kilometer yang ditempuh tsb, ada emisi yang dikeluarkan. Padahal udara Jakarta sudah tidak sanggup menampung lebih banyak emisi.
Memang daya tarik paling kuat dari layanan ojek/taksi online adalah tarifnya yang relatif lebih murah. Sekalipun praktis, cepat, dan nyaman, selama tarifnya tinggi, tentu penetrasi pasarnya hanya terbatas. Bukan rahasia lagi adanya pihak ketiga yang 'mensubsidi' sehingga layanan ojek online bisa perang promo tarif murah.