Mohon tunggu...
Santi Rof
Santi Rof Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

I am just an ordinary woman http://shanty-rof.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

''Buku Harian Iblis'' (Part 43)

25 Februari 2012   01:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   10:00 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Part - 43

Sekilas aku menatap ceruk matanya. Kudapati disana seolah-olah sebuah jurang tanpa dasar. Gelap dan tak mudah di tebak. "Ciptakan anarki dimana-mana!" Aku tak juga menemukan riak emosi mendengarkan perintah ini. "Apabila kau butuh petunjuk, baca semua berkas ini!" "Tak perlu. Dalam menciptakan anarki tentu saja tak ada prioritas, bukan?" Aku bungkam. Tortotor tampak yakin dengan jawabannya. Senyum samaran mulai tampak di wajahnya. Nyaris sinis. "Kalau begitu, laksanakan saja dalam waktu dekat ini!" Belum juga aku habis melanjutkan kata-kataku, di kejauhan terdengar letusan dan ledakan. Aku terkejut bukan kepalang. "Hah, apa yang terjadi?" aku terkejut. "Tugas harus kulaksanakan detik ini juga!" sahut Tortotor ringan. Tanpa menunggu tanggapanku, dia langsung pergi begitu saja. Aku menggigit bibir. Terasa ada yang salah dalam menghadapi orang ini. Ia sungguh di luar dugaan. Berhadapan dengannya aku bagaikan dihadapkan dengan tabir hitam. Aku tak dapat meramalkan lebih dulu apa yang bakal ia perbuat. Bangsat! kemana Morgin. Rasanya harus kubuat pingsan lagi orang ini. Aku geram sungguh. Crrrrrr !

The dark city Seperginya Tortotor lampu tiba-tiba padam. Aku merasa ada peristiwa yang lebih besar akan terjadi. Aku melompat ketingkat atas dan langsung naik ke atap rumah. Benar juga, seluruh kota juga padam. Kota seakan-akan menjadi kuburan. Sepi. Aneh. Biasanya kota masih di terangi lampu-lampu mobil yang lalu lalang di jalan-jalan, sekarang kota menjadi sepi. Seakan-akan seluruh penduduk sepakat untuk tidak keluar rumah. Atau ada sesuatu yang menakutkan yang bakal terjadi. Aku menatap berkeliling. Hanya kegelapan semata yang kulihat. Hati terasa berdebar-debar. Sesaat lagi pasti terjadi huru-hara

The shoot gun

Benar juga, ketika sebuah peluru pijar meledak di angkasa, segera terdengar letusan tembakan dan ledakan-ledakan terjadi di seantero kota. Kota seakan di landa gempa yang dahsyat. Aku menggigil. Ini bukan hanya kerusuhan dan kekacauan seperti yang direncanakan. Tetapi huru-hara ini sebuah penghancuran total dari sebuah kekuasaan. Perbuatan siapa ini? Tortotor? Rasanya tak mungkin. Karena dia baru saja pergi meninggalkan tempat kediamanku. Aku duduk bersimpuh di atap rumah. Tak tahu harus berbuat apa. Selain mata menyaksikan pesta kembang api peluru dan bom menghancurkan kota.

Dark City Ruins

Sour Grapes ( sesuatu yang dicela karena tak di dapat) Semalam kota di perkosa oleh kegelapan total. Menjelang fajar listrik kembali menyala. Lampu-lampu seakan-akan berlomba dengan matahari mempersaksikan kebrutalan kebringasan manusia dengan sesamanya. Darah berceceran dan mayat-mayat dimana-mana di seantero kota. Radio dan televisi berkoar-koar bahwa huru-hara sudah dapat dipadamkan. Pasukan keamanan berhasil memukul mundur gerakan gerombolan pengacau. Namun ada kesan radio dan televisi manyajikan berita yang sudah steril. Pemirsa sudah tak selalu dapat dibodohi untuk selamanya. Semua berita itu agaknya sudah disensor dan hanya sepihak. Rakyat dapat membaca situasi, bahwa keamanan yang didengung-dengungkan ternyata semu belaka.

Destroyer Sewaktu-waktu keadaan bisa meledak lebih dahsyat dari huru-hara semalam. Gerombolan pengacau itu tak sepenuhnya tak dapat ditumpas atau memang mereka sengaja mundur untuk mengadakan pukulan berikutnya yang lebih besar. Spekulasi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, bahwa serangan gerombolan pengacau itu hanya uji coba saja terhadap kekuatan penguasa. Lebih jauh dikatakan, bahwa hanya dengan sebagian kekuatan saja gerombolan itu sudah membikin kalang kabut petugas.

Hampir setengah hari aku duduk menghadapi radio dan media gelas kaca itu. Ada sesuatu yang aku cari. Dalang dari semua huru-hara itu. Dari sekian banyak berita, tak satupun menayangkan ada pihak-pihak tertentu yang menyatakan bertanggung jawab atas peristiwa itu. Mustahil. Tak mungkin gerombolan pengacau itu hanya terdiri atas pribad-pribadi tanpa disatukan oleh ikatan kesatuan komando. Namun, ketika matahari sudah melenceng kesudut Barat, tiba-tiba seraut wajah ditayangkan dimedia gelas kaca. Aku terlonjak dari tempat duduk. Sosok tokoh inilah yang selama ini kuburu-buru. Dilayar kaca itu jelas diperlihatkan sosok tokoh pembangkang itu. Wajahnya memancarkan wibawa dan nyaris tampak memantulkan cahaya. Apakah betul orang ini orang suci? Namun seperti waktu-waktu sebelumnya, orang ini sama sekali tak menimbulkan getaran-getaran apa-apa kepadaku. Sungguh berbeda dengan Tortotor. Tokoh itu senantiasa menimbulkan getaran-getaran yang kuat. Sedangkan orang ini? Orang suci? Apakah huru-hara yang diciptakan berlatarkan revolusi agama? Hm, aku sungguh tahu watak bangsa ini. Bangsa ini sama sekali tak punya semangat keagamaan yang kuat.

" Karya Herly Sauri " ..... To be continued - part 44 .....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun