Keadaan sosial masyarakat Indonesia
Dalam sebuah sekelompok masyarakat pasti memiliki ciri khas yang berbeda-beda di setiap tempatnya. Ciri khas tersebut bisa berupa cara berkomunikasi, berpakaian, pemikiran, serta gaya hidup. Hal tersebut seperti contoh cara berpakaian sebagian masyarakat di Kota Jakarta tentu akan berbeda dengan cara berpakaian di Kota Magelang. Hal tersebut tentu akan terlihat bahwa cara berpakaian masyarakat Kota Jakarta akan cenderung lebih modern dibandingkan dengan Kota Magelang.Â
Sama halnya seperti cara berkomunikasi antar kota juga akan berbeda. Cara berkomunikasi masyarakat yang berasal dari Jawa cenderung akan berbicara lebih halus dan lebih sering melakukan basa-basi sebelum mengatakan tujuan sebenarnya. Hal tersebut dikarenakan orang Jawa cenderung menjunjung nilai sopan, etika berbicara dan juga cara penyampaian yang lemah lembut.Â
Hal tersebut menjadi yang sebaliknya bagi orang yang berasal dari Batak. Seringkali saat orang Batak berbicara, banyak yang mengira orang tersebut sedang marah. Hal tersebut dikarenakan orang Batak terbiasa menggunakan suara yang besar dan lantang saat sedang berkomunikasi dengan sesamanya. Hal itu dikarenakan terbawa atas budaya orang Batak yang memiliki rumah di daerah pegunungan sehingga jarak antara satu rumah dengan yang lainnya menjadi berjauhan.Â
Namun dari perbedaan-perbedaan yang telah diuraikan tersebut ada satu hal yang menjadi sebuah kesamaan di sebagian besar wilayah di Indonesia. Seiring dengan perkembangan di era globalisasi ini tidak hanya memberikan dampak positif seperti perkembangan IPTEK bagi Negara Indonesia, tetapi juga memberikan dampak yang buruk bagi negara Indonesia.Â
Munculnya Gaya Hidup Hedonisme
Dampak buruk tersebut terjadi dari munculnya gaya hidup hedonisme di tengah masyarakat Indonesia. Gaya hidup hedonisme atau yang biasa sering disebut dengan konsumtif merupakan sebuah keinginan seseorang untuk membeli sebuah produk secara berlebihan (Anggraini & Santhoso, 2017). Gaya hidup tersebut membuat seseorang akan membeli barang atas dasar keinginan dan bukan atas kebutuhan.Â
Gaya hidup ini lebih sering terjadi di kalangan remaja, hal tersebut dilakukan agar tetap dianggap oleh kelompoknya bahwa ia tetap akan terus mengikuti tren yang ada saat itu. Bahkan terdapat istilah "sosialita" bagi seseorang yang memiliki banyak barang ternama serta terus menerus mengikuti tren. Dampak buruk tersebut akan membuat akan melakukan segala cara untuk membeli barang-barang ternama agar mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosialnya. Hal tersebut akan menjadi sangat merugikan pada saat seseorang menjadi "boros" dan tidak memiliki latar belakang ekonomi yang sesuai.Â
Dengan tetap berlangsungnya gaya hidup tersebut tentu juga dapat memberikan dampak buruk ke hal yang lain. Dampak tersebut terjadi pada masyarakat yang cenderung mau bekerja dengan mengharapkan imbalan tertentu. Semakin mengarah ke saat ini, imbalan tersebut tidak hanya berupa gaji atau uang tetapi mulai merambah ke istilah Self Reward.Â
Self reward tersebut memiliki tujuan untuk menyenangkan diri setelah seseorang tersebut telah melalui progress kerja ataupun menyelesaikan sebuah tugasnya. Self Reward dapat berupa membeli sebuah benda yang sudah diinginkan sejak lama. Hal itu membuat seseorang membeli barang atas dasar keinginan dan bukan karena kebutuhan.Â
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan melakukan self reward, karena mengajarkan seseorang untuk belajar mengapresiasi serta menghargai pencapaiannya. Namun hal itu menjadi tidak baik saat seseorang menjadi sangat sering melakukan self reward.Â
Hindari Hedonisme dengan Belajar Analisis Sosial
Setelah mengetahui beberapa penjabaran diatas, tentu kita sebagai individu sebisa mungkin harus dapat menghindari gaya hidup tersebut. Hal itu bisa kita hindari dengan mempelajari analisis sosial. Beberapa manfaat yang dapat kita dapatkan apabila mempelajari analisis sosial yaitu: