Mohon tunggu...
Shanti Eka
Shanti Eka Mohon Tunggu... lainnya -

Senang menulis apa yang ingin ditulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Wanita Terhebat dalam Hidupku

22 Desember 2013   00:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:39 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Shanti Eka/158

Untuk Mamaku yang tersayang, wanita terhebat dalam hidupku

Ma, aku tahu kalau ini tidak bisa menggambarkan betapa berartinya Mama untukku, bahkan dengan puisi yang mengharukan sekalipun. Aku ingin memberikan sesuatu yang berarti sebagai tanda sayangku. Setiap melewati toko parfume atau browsing toko parfume online, aku selalu ingin memberikan Mama hadiah parfume favorit Mama. Atau setiap melewati butik, aku juga ingin memberikan tas yang cantik untuk Mama. Tapi, kok sepertinya masih belum cukup ya ma? Aku bingung ma. Awalnya aku mau membuatkan kartu dengan puisi untuk Mama, tapi aku tidak pandai berpuisi. Mama tahu kan kalau dulu setiap ada tugas buat puisi, aku selalu minta dibuatkan sama Mama? Jadi, mungkin dengan surat sederhana ini aku bisa mengatakan ke Mama kalau aku sayang sama Mama.

Ma, tahu tidak kalau aku di kamar sendiri, aku selalu mencoba gaya berdandan Mama? Tapi tidak pernah serapi Mama. Ya, Mama tahu kan kalau aku tidak bisa dandan? Hehehe... Tapi ma, segala yang ada pada diriku semua berasal dari Mama. Dari Papa juga sih, tapi sepertinya untuk wajah aku lebih mirip Mama hehe.. Mataku, hidungku, bentuk bibirku bahkan bentuk wajahku yang bulat semuanya mirip Mama.

Mama selalu mengajarkan aku banyak hal, tapi aku selalu bandel. Mama dahulu selalu meminta aku untuk belajar masak, tapi aku malah lebih suka makan daripada masak. Mama juga selalu meminta aku supaya bisa bergaya seperti perempuan yang anggun, tapi aku juga bandel. Aku lebih suka mengganti lampu yang mati dan mengecat tembok daripada masak atau menjahit atau berdandan. Aku bandel banget ya, Ma? Sampai sekarang Mama juga selalu mengingatkan aku kalau tertawa jangan keras-keras, kalau duduk kaki jangan dinaikkan ke atas kursi atau kalau berjalan jangan gagah seperti laki-laki. Tapi aku masih saja bandel. Padahal aku kalau melihat Mama sama seperti dahulu aku melihat almarhumah eyang putri. Sama-sama anggun layaknya putri keraton.

Mama mungkin berpikir aku ini super cuek, super bandel atau anak paling keras kepala. Tapi aku sebenarnya malu ma. Kalau Mama sedang tidak di rumah atau sedang pergi bersama Papa, aku suka mengacak-acak buku resep koleksi Mama dan mencoba resep yang paling mudah. Atau kalau sedang mencoba bersolek, aku diam-diam mencontek gaya dandan Mama walaupun sering Mama melihat bedakku tidak rata atau warna eyeshadow mataku yang terlalu tebal. Tapi Mama tidak pernah berkomentar itu jelek, Mama bahkan langsung mengambil spons dan membetulkan dandananku tanpa aku minta. Mama bahkan membiarkan perhiasan koleksi favoritmu untuk aku pakai. Bagaimanapun penampilanku, Mama selalu bilang aku cantik, aku ayu.

Ma, aku paling suka saat Mama cerita bagaimana dulu Mama menjalani hidup Mama dari kecil sampai dewasa di Yogyakarta kota kelahiran Mama. Aku masih ingat bagaimana rumah eyang sebelum direnovasi, persis sama sepertiyang selalu Mama ceritakan. Aku ingat rumah eyang yang masih berdinding anyaman bambu,lantai semen, dan tungku dari kayu. Mama selalu cerita dulu Mama selalu dimarahi oleh eyang kakung tapi selalu dibela oleh eyang putri. Dulu waktu Mama masih remaja, aku selalu tertawa melihat foto Mama saat remaja, model rambut Mama yang panjang sampai ke pinggang dan selalu diikat dua atau dikepang dua. Potongan gaun mini khas tahun 70an, sepatu dengan hak tebal yang kalau aku bilang seperti badan perahu, ditambah gaya berfoto ala tahun 70an. Benar-benar retro, Ma!

Tapi jujur, Ma... Aku iri dengan Mama saat Mama masih remaja. Tanpa dandanan yang mencolok, model busana yang sederhana, juga bentuk badan Mama yang ramping. Pantas saja, Mama selalu cerita dulu banyak laki-laki yang senang dengan Mama, termasuk Papa yang begitu kenal dengan Mama langsung bergerak cepat menemui eyang kakung dan melamar Mama. Bagus, Pa! Papa memang top!

Mama ingat dulu saat aku baru pertama kali bekerja setelah lulus kuliah? Waktu itu aku pulang sambil marah-marah dan kesal karena pekerjaan yang menurutku tidak sesuai dengan yang sebelumnya dijanjikan kepadaku saat aku melamar kerja. Mama waktu itu tidak bicara apa-apa, hanya menyuruhku untuk mandi lalu makan malam. Lalu setelah aku selesai mandi dan makan malam, Mama membuatkan aku teh manis hangat dan menggosok dan memijat punggungku dengan minyak kayu putih. Mama lalu cerita dulu saat Mama baru datang ke Jakarta, hanya membawa uang seadanya dan beberapa potong pakaian, itupun tidak dengan tas koper, tapi dengan tas plastik. Saat itu Mama ingin mendaftar menjadi pramugari, dan saat tes masuk pramugari Mama hanya gagal dalam tes bahasa karena tidak bisa bahasa asing. Mama cerita, dulu Mama tidak tahu kalau menjadi pramugari itu harus bisa bahasa asing, karena yang Mama tahu menjadi pramugari itu bisa pergi dengan pesawat terbang setiap hari, berseragam yang bagus, penampilan yang rapi dan punya penghasilan tetap. Mungkin Mama tidak tahu, tapi saat itu aku menjadi sadar kalau posisiku saat ini jauh lebih enak daripada Mama dulu. Mama selalu bilang kepadaku untuk menjalani suatu pekerjaan dengan ikhlas dan hati yang senang, karena dengan begitu maka pekerjaan akan terasa mudah.

Aku bukan orang yang bisa menggubah lagu yang indah, tidak bisa merangkai kata-kata yang sempurna atau cerita yang mengaru-biru menyayat hati. Bahkan aku tidak bisa mengekspresikan rasa sayangku kepada Mama secara langsung. Tapi aku selalu merasa terharu dan senang setiap kali Mama merasa terkejut lalu memelukku senang saat aku memberikan sesuatu kepada Mama.

Aku setiap ada kesempatan ingin sekali memberikan sesuatu untuk Mama, Papa juga. Tapi aku sadar kalau aku belum bisa memberikan apa-apa. Maaf ya, Ma....

Mama ingat tidak? Waktu bulan Ramadhan kemarin, kira-kira seminggu sebelum hari raya Idul Fitri? Saat itu di rumah benar-benar kehabisan beras, minyak, dan bahan makanan lainnya. Telur ayam saja hanya ada sebutir dan itu Mama olah menjadi telur dadar dengan dicampur tepung terigu sedikit dan irisan daun kol yang banyak supaya tebal dan bisa dijadikan lauk makan sahur untuk aku, Mama dan Papa. Aku ingat tagihan listrik juga belum dibayar dan uang yang Mama pegang hanya tinggal lima puluh ribu Rupiah untuk dua minggu, sedangkan aku hanya pegang lima puluh ribu Rupiah yang benar-benar aku pegang untuk uang transport harian. Alhamdulillah waktu itu bulan puasa, jadinya tidak ada pengeluaran untuk uang makan. Waktu itu kita berdua sepertinya tidak sedih ya Ma..? Kita malah tertawa, Papa saja sampai heran. Aku sampai sekarang menganggap hari itu merupakan hadiah dari Allah SWT, karena aku, Mama dan Papa walaupun dengan keadaan demikian masih bisa tertawa bersama dan tidak mengeluh. Aku sangat bersyukur dengan itu. Mama bilang kita harus tetap sabar, berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT, apalagi di bulan Ramadhan.

Aku selalu melihat Mama berdoa dengan khusu’ terlebih lagi saat selesai sholat malam sebelum sahur. Dan mungkin Allah mendengar semua doa Mama.

Honor bulananku keluar, Ma! Tidak hanya honor bulanan, tapi juga honor kegiatan dan uang THR. Jumlahnya lebih dari cukup. Mama ingat? Waktu itu hanya tiga hari sebelum Idul Fitri. Aku ingat ekspresi Mama saat aku memberikan amplop berisi THR ke Mama, juga tiga toples kue lebaran. Mama memelukku dan mencium kedua pipi juga keningku. Aku bahagia sekali. Besok malamnya, kita pergi bertiga membeli kebutuhan untuk hari raya. Alhamdulillah ya Ma. Idul Fitri yang sangat berbeda karena ada cerita kecil yang hanya aku, Mama dan Papa yang tahu, sedangkan keluarga lainnya, bahkan adikku dan keluarganya, tidak tahu.

Saat ini, untuk sementara waktu, aku hanya mampu menggerakkan tangan kananku untuk bekerja. Aku habis kecelakaan, dan kecelakaan itu telah memupus salah satu harapanku. Di hari saat aku kecelakaan, aku sebenarnya hendak menuju tempat tes CPNS di bilangan Jakarta Timur. Walaupun saat ini aku sudah bekerja, namun karena posisiku yang masih pegawai tidak tetap, maka aku masih bisa mencari pekerjaan di tempat lain. Karena takut terlambat, aku menggunakan jasa ojek untuk mengantarku. Namun nahas, ojek yang kutumpangi bertabrakan dengan sepada motor lain dan aku terjatuh. Tangan kiri serta kedua kakiku sakit sekali. Bahkan saat diperiksa oleh dokter, ternyata ada tulang yang bergeser di telapak tangan kiriku. Saat di rumah sakit, aku hanya bisa menangis, Ma. Aku sangat marah waktu itu. Aku marah karena aku gagal untuk ikut tes. Untung Papa cepat datang, kalau tidak mungkin emosiku sudah tidak terbendung.

Sampai di rumah, Mama langsung memapahku turun dari mobil. Walaupun aku melihat Mama tetap tenang, tapi aku bisa melihat dari mata Mama, kalau Mama sangat khawatir. Melihat itu aku menjadi semakin sedih dan menyesal kenapa aku harus naik ojek, kenapa ojek itu harus bertabrakan, dan kenapa aku harus menderita cedera. Aku tidak bisa ikut tes, yang mungkin saja itu masa depanku. Tapi degan sabar Mama menenangkan aku. Mama bilang supaya aku sabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT.

Aku seperti anak kecil lagi. Saat waktunya mandi, tanpa aku minta Mama menggosokkan punggungku dan mencuci rambutku. Mama tahu aku menahan rasa perih saat air mandi mengenai luka di kakiku, dan dengan telaten Mama membersihkan luka yang ada di kakiku. Saat malam pertama aku kecelakaan, aku tidak bisa tidur. Tangan kiriku sakit sekali dan tidak bisa digerakkan, kakiku juga. Aku tertidur tapi tidak lelap karena aku masih terjaga. Aroma khas minyak tawon. Aku merasa saat itu ada tangan yang mengurut kakiku lalu pundakku yang sebelah kiri dengan minyak tawon. Aku bangun dan Mama ada di sebelahku dengan sabar mengurut pundakku yang kaku lalu meletakkan bantal di bawah tangan kiriku untuk menyangga tanganku. Waktu itu aku masih kesakitan, lalu aku kembali tertidur.

Pagi hari menjelang subuh, Mama membangunkan aku dan membantuku siap-siap untuk sholat subuh. Karena kakiku masih sakit, maka aku sholat sambil duduk. Aku sangat berterima kasih kepadamu, Ma. Coba kalau Mama tidak menggosokan minyak tawon waktu aku tidur, pasti badanku akan terasa sakit semua.

Waktu itu aku bersikeras untuk tetap masuk kerja. Aku segera mandi dan berpakaian walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama karena hanya menggunakan satu tangan. Aku menolak dibantu Mama, karena aku meyakinkan diriku sendiri kalau aku bisa mengerjakan sesuatu sendiri walaupun dengan kondisiku saat ini. Namun hasilnya tetap lain. Pakaiannku tidak rapi, juga rambutku. Dan Mama juga yang akhirnya membantuku. Mama merapikan pakaianku dan menyisir ulang rambutku lalu mengikatnya menjadi bentuk ekor kuda. Mama juga yang memasangkan perban baru untuk menutupi lukaku. Mama tahu kalau aku sedang kesal karena keadaanku yang tidak bisa leluasa, tapi Mama tetap sabar.

Mama, aku tidak bisa mengikuti nasihatmu untuk selalu sabar. Entah kenapa aku selalu tidak sabar dan cenderung emosi. Tapi Mama mengerti sifatku. Pernah aku tanya ke mama, sifatku yang keras ini seperti siapa? Mama bilang kemungkinan sifatku menurun dari eyang kakung, ayah kandung mama. Sifat kerasku ini juga pernah membawa masalah untukku. Mama ingat saat aku menelepon memberi kabar aku habis berkelahi dengan seorang laki-laki di dalam bis kota?

Saat ada laki-laki yang melakukan pelecehan kepadaku di dalam bis kota, aku tidak takut untuk berkelahi dengan orang itu, bahkan sampai berurusan dengan polisi. Aku ingat Mama mengomel lewat telepon karena khawatir orang itu membalas kepadaku lalu menyuruh Papa untuk menyusulku ke kantor polisi. Kalau Papa malah senang aku bisa melawan orang itu, tapi kalau Mama lain ceritanya.

Maaf ya Ma, aku sudah membuat Mama khawatir. Tapi aku tidak bisa membiarkan orang itu bertindak kurang ajar kepadaku. Tapi aku akan berusaha mengontrol emosiku kok, Ma.

Ma, masih banyak sebenarnya yang mau aku ungkapkan, tapi aku rasa kertas sepanjang apapun tidak mampu menampungnya.

Aku bukan orang yang sentimentil, tidak bisa menulis kalimat yang indah, atau rangkaian puisi yang mengharu-biru. Aku punya cara sendiri untuk menyatakan aku sayang padamu Mama. Aku tidak peduli dengan kisah-kisah mengharukan yang orang lain tulis untuk ibu mereka. Aku tidak peduli dengan lagu-lagu yang para penyanyi itu nyanyikan untuk ibu mereka. Aku dan Mama punya cerita sendiri, cerita yang hanya kita berdua yang mengerti, yang hanya kita berdua yang memahami. Bahkan Papa sendiri tidak mengerti cerita antara aku dan Mama.

Ada saat dimana aku marah dengan Mama karena pendapatku berbeda dengan Mama, ada saat dimana Mama marah kepadaku karena kelakuanku yang tidak berkenan. Saat aku dan Mama bertengkar, saat itu juga aku mencoba belajar bagaimana nantinya aku menjadi seorang Ibu, menjadi seorang Mama dari seorang anak perempuan.

Jujur aku selalu iri dengan orang lain yang bisa selalu bersama Mamanya. Pergi bersama, melakukan kegiatan bersama, atau apapun bersama-sama. Tapi aku menyadari kalau aku dan Mama itu berbeda dengan orang lain dan Mamanya. Mungkin tidak tahu kalau aku dan Mama punya hubungan spesial, suatu ikatan batin yang kuat, yang tidak terlihat dengan mata telanjang.

Mama, engkaulah Ibuku yang paling aku sayangi di dunia. Mama adalah seorang wanita terhebat yang ada dalam hidupku. Aku tidak tahu bila suatu hari nanti aku menikah dan meninggalkan Mama, apakah aku bisa? Mungkin secara tidak aku sadari, di dalam hati kecilku aku sangat takut meninggalkan Mama atau ditinggal oleh Mama. Mungkin itu yang membuat aku belum mau menikah.

Mama, ada seseorang yang hendak melamarku, Ma. Apa mama setuju? Tapi aku tetap ingin tinggal bersama Mama. Jadi, bila aku sudah menikah besok, maukah Mama tinggal bersamaku dan suamiku? Walaupun rumah keluarga kecilku nanti sederhana dan tidak mewah, maukah Mama tetap menemaniku?

Mama, tiga puluh tahun lebih aku bersama Mama. Dari waktu ke waktu aku telah melihat semua tentang Mama. Dari mulai Mama masih muda dan bekerja, memberikan aku adik sampai sekarang saat Mama menemani Papa dan memberi semangat Papa yang sudah memasuki masa pensiun sementara Mama sendiri juga sudah tidak bekerja. Aku yang dulu selalu melihat Mama merias diri dengan cantik, sampai saat ini aku melihat Mama dengan tampilan natural tanpa riasan berlebih, sama seperti foto Mama dulu saat masih remaja. Aku yang dulu selalu melihat rambut hitam Mama yang bergelombang disisir rapi dengan pakaian kerja yang serasi, sampai saat ini aku melihat rambut Mama yang sudah memutih ditutupi dengan kerudung panjang dan gamis yang anggun.

Mama, aku ingin Mama juga melihatku. Aku ingin Mama melihatku tumbuh dari aku kanak-kanak sampai saat aku tumbuh menjadi seorang wanita, memiliki pendamping hidup dan memiliki keluarga kecilku yang bahagia. Aku ingin Mama bisa menimang cucu dariku kelak dan mengajarkan kepadanya apa yang telah engkau ajarkan kepadaku. Kelak, akupun ingin menceritakan tentangmu kepada anak-anakku, Ma. Tentang eyang putri mereka yang sangat aku sayangi, dan juga tentang eyang kakung mereka yang sangat aku kagumi.

Mama, aku rasa ini saja tidak cukup. Tapi aku tetap akan selalu mengatakan kepadamu walaupun hanya di dalam hati, aku sangat menyayangimu Mama.

Mama, wanita dalam hidupku. Dari anakmu yang bandel, yang keras kepala, namun sangat menyayangimu.



Jakarta, 22 Desember 2013

Selamat Hari Ibu untuk Mamaku tersayang

*******


Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Hari Ibu


Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun