Mohon tunggu...
SHANATA NAJWA 41821110010
SHANATA NAJWA 41821110010 Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa S1 Universitas Mercu buana

Kampus Universitas Mercu Buana Meruya, Fakultas Teknik Informatika, Sistem Informasi, Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 11 - Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

23 November 2024   14:40 Diperbarui: 23 November 2024   14:44 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

2. Keterkaitan dengan Korupsi di Indonesia

Korupsi merupakan salah satu bentuk utama dari white-collar crime di Indonesia, dengan banyak kasus melibatkan pejabat publik dan pengusaha besar yang bekerja sama untuk mengatur proyek pemerintah, pengadaan barang dan jasa, serta aliran dana negara untuk kepentingan pribadi. Teori yang dikembangkan oleh Edwin Sutherland mengenai white-collar crime dapat membantu memahami mengapa individu dengan status sosial tinggi terlibat dalam kejahatan ini, karena mereka memiliki akses terhadap kekuasaan dan sumber daya yang memungkinkan mereka untuk melakukan tindakan ilegal tanpa terdeteksi (Sutherland, 1949). Di Indonesia, kasus-kasus besar seperti e-KTP, skandal Bank Century, dan kasus penggelapan dana BUMN menunjukkan bagaimana white-collar crime melibatkan tokoh elit dengan jaringan sosial dan politik yang luas.

3. Pembelajaran Sosial dalam Jaringan Kekuasaan

Teori Differential Association Sutherland juga memberikan perspektif penting tentang bagaimana white-collar crime dapat dipelajari dalam kelompok sosial. Dalam konteks Indonesia, individu yang terlibat dalam politik atau dunia bisnis sering kali belajar tentang cara melakukan kejahatan ini dari senior mereka yang sudah berpengalaman. Jaringan sosial ini membentuk sebuah budaya di mana praktik korupsi dianggap sebagai bagian dari "cara bekerja" atau "cara bermain" dalam sistem tersebut. Hal ini menjelaskan mengapa korupsi di Indonesia tidak hanya melibatkan individu tertentu, tetapi juga membentuk sistem yang mendukung perilaku ilegal tersebut. Dalam banyak kasus, korupsi tidak hanya melibatkan tindakan individu, tetapi merupakan bagian dari budaya organisasi atau pemerintahan yang lebih besar.

4. Dampak Ekonomi dan Sosial

Korupsi yang dilakukan oleh pelaku white-collar crime dapat menyebabkan kerusakan ekonomi yang luas. Di Indonesia, penyalahgunaan dana negara atau penggelapan yang dilakukan oleh pejabat tinggi dapat menghambat pembangunan nasional, merugikan masyarakat miskin, dan memperburuk ketimpangan ekonomi. Kejahatan ini sering kali tersembunyi di balik kebijakan atau proyek pemerintah, sehingga dampaknya tidak langsung terlihat oleh masyarakat, tetapi sangat merusak dalam jangka panjang. Ketika orang-orang yang berkuasa menggunakan kedudukan mereka untuk memperkaya diri mereka sendiri, hal ini menciptakan ketidakadilan sosial yang besar, mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem hukum, dan memperburuk citra negara di mata dunia internasional.

5. Upaya Pemberantasan Korupsi

Mengatasi white-collar crime di Indonesia membutuhkan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan kejahatan konvensional. Untuk memberantas korupsi yang melibatkan elit, diperlukan reformasi dalam sistem hukum, transparansi dalam pengelolaan anggaran negara, serta penguatan lembaga pengawasan seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Namun, hal ini juga memerlukan perubahan budaya di dalam pemerintahan dan sektor bisnis, di mana nilai-nilai integritas dan etika harus diperkenalkan lebih kuat di semua level. Melalui pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, diharapkan masyarakat dapat lebih kritis terhadap praktik-praktik korupsi yang terjadi di sekitar mereka.

Why 

Mengapa Korupsi Dapat Dipahami Melalui Perspektif Ini?

Teori white-collar crime membantu memahami korupsi karena keduanya melibatkan individu dengan status sosial tinggi yang memanfaatkan posisinya untuk keuntungan pribadi melalui cara-cara yang tidak melibatkan kekerasan langsung. Seperti yang dikemukakan oleh Edwin Sutherland, white-collar crime lebih sering terkait dengan manipulasi sistem, yang juga berlaku pada kasus korupsi di mana pejabat publik atau individu berpengaruh menggunakan wewenangnya untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu (Sutherland, 1947). Kejahatan ini sering tersembunyi di balik legitimasi profesional dan lebih sulit dideteksi, menjadikannya lebih berbahaya bagi masyarakat, sama seperti white-collar crime yang dikenal sulit diungkapkan tanpa investigasi yang mendalam.

Contoh Kasus di Indonesia

Kasus seperti korupsi proyek e-KTP, skandal Jiwasraya, dan kasus suap pejabat publik menggambarkan bagaimana pelaku yang berada di posisi strategis memanfaatkan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Pola-pola ini sesuai dengan konsep white-collar crime yang menekankan:

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun