Terdiam dalam renungan, ia duduk terpaku menatap tembok setinggi 15 centimeter itu. Entah apa yang ia pikirkan, namun apa yang terjadi membuatnya stress besar. Semua berjalan dengan cepat secepat kecepatan cahaya. Ia masih mencoba mengingat-ingat kenapa hal yang seperti ini terjadi padanya.
Ia menginjak-injak aspal yang ia tapaki dari tadi dan kembali flash back, ia hitung momen-momen berharga itu.
Pertama pikiran dia melayang ke rumah ketika mamanya menyuruhnya untuk belanja.
“Ira, mama boleh minta tolong?”
“Minta tolong apa ma?” ia yang sedang takzim membaca buku kembali bertanya.
“Inih.” Mamanya menuju kedepannnya dan memberikan secarik kertas berisi bahan belanjaan.
“Okey ma.” Katanya sambil memberi tanda lipatan pada bukunya lalu menaruhnya ke rak buku.
Ia masuk ke kamarnya menggunakan jilbab simpel yang bisa langsung dipakai tanpa ribet, menyemprotkan parfum ke baju dan tangannya.
Bunyi pintu ditutup dan mamanya tau Ira sudah akan belanja,
Ia melihat-lihat ke sepedanya sudah berdebu, sepertinya harus dicuci dalam waktu dekat. Ia naik kesana dan berjalan menuju pasar yang kurang lebih berjarak 3 kilo.
Sepanjang perjalanan tidak ada yang special, hanya dilihat orang berlalu lalang melaksanakan aktivitas harian masing-masing.