Â
   Peran pers memberikan informasi yang akurat, terkini, dan objektif mengenai proses pemilu, calon-calon yang bertarung, serta isu-isu yang terkait dengan pemilu. Sebagai gatekeeper atau penjaga pintu gerbang informasi, pers memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi yang berimbang dan tidak memihak pada salah satu kubu. Dengan menginformasikan segala sesuatu secara objektif dan memadai, pers bisa memudahkan masyarakat dalam mengambil keputusan yang tepat dalam proses pemilu. Sebagai pilar keempat demokrasi, pers harus independen yang dimana berarti sebagai media memberi berita yang ada sesuai fakta tanpa adanya keterlibatan, paksaan, dan pengaruh dari pihak lain termasuk pemilik media tersebut. Peran media pada saat pemilu semakin penting. Oleh karena itu,media perlu menyampaikan berita - berita yang menjaga ruang publik agar tetep sehat melalui informasi yang benar dan terpercaya. Namun, dalam praktiknya, peran pers dalam pemilu sering kali terganggu oleh berbagai faktor, seperti tekanan politik, kepentingan bisnis, dan kepentingan pribadi. Sampai Dewan Pers telah menegur keras sedikitnya 3 media terkait pemberitaan politik.
Â
  Media massa di Indonesia menghadapi godaan besar dalam menjaga indepedensi dan netralitas sebagai bagian dari profesionalisme. Disampaikan oleh ketua KPI Pusat Ubaidillah, bahwa persoalan terbesar konten ada pada berbagai media massa baik cetak, online ataupun penyiaran dalam menyampaikan berita - berita. Mulai dari berita bohong menjadi pemicu rusaknya tatanan bermedia. Hal ini yang menjadikan berita yang ditampilkan tidak jarang dianggap merugikan Sebagian kalangan orang.
Pada saat pemilu pers sangat rentan berpihak pada salah satu kelompok. Yang membuat masyarakat menjadi terpecah. Di tahun 2014 media sosial yang sangat pasif sehingga pada saat itu anggota media menjadi rentang, yang seharusnya media menayangkan semua informasi. Kemudian dengan adanya satu lembaga yang melarang menayangkan quick count atau hasil perhitungan cepat hasil suara yang ada. Seperti pada tahun sebelum 2019, adanya sebuah media di Gorontalo yang mengalami tindak kekerasan oleh suatu oknum. Dimana media tersebut merupakan televisi lokal yang terintimidasi pada saat penyiaran langsung. Setelah di telusuri ke lapangan, yang terjadi memang ada satu kesalahan ada pada media itu sendiri karena media tersebut hanya melakukan wawancara dengan satu pihak saja. Sehingga kejadian tersebut dipicu atas kesalahan kehendak yang dilakukan media tersebut. Memang adanya kekerasan dalam pihak media tetapi kemudian ada kesalahan penerapan kode etik di media massa itu sendiri yang tidak melakukan wawancara secara bersih.
Â
  Adanya kantor media yang dibakar merupakan aksi kemarahan masyarakat kerena media massa dinilai tidak berimbang. Media massa dianggap mendegradasi demokrasi dan juga akan mendegradasi media itu sendiri. Seharusnya media tidak terlalu reaktif dan responsif terhadap kejadian yang ada, tetapi seharusnya melihat situasinya secara faktual dahulu. Media juga harus memiliki kompetensi yang baik tentang kontestasi politik. Dari hasil penilitian PR2Media, banyak media yang dimiliki dengan partai politik. Padahal media sudah seharusnya menyediakan yang dibutuhkan masyarakat, bukan pemilik medianya. Hal ini akan berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat kepada media. Ketua PR2Media, Masduki, mengemukakan bahwasanya pihak yang memiliki media tidak lepas dari pantauan. Isi konten yang dibuat oleh media pada umumnya menggambarkan siapa yang mendanai konten tersebut yang mana hal ini merujuk pada pemilik media.
   Dengan demikian Para pemilik media harus dilakukan pengawasan. Dalam masa Pemilu ini media dapat berpotensi untuk membahayakan Pemilu apabila manajemennya tidak baik dan tidak akuntabel (Slater 2004). Saat media terhimpit dan dikendalikan oleh penguasa media maka hal itu bisa dijadikan sebagai perangkat bisnis yang berkenan untuk melayani keperluan politik elit saja (Lim, 2012). Ada pula kendala lainnya yang harus diselesaikan oleh media yaitu persoalan mengenai independensi. Studi yang telah dilaksanakan  Remotivi (2024) memperlihatkan bahwasanya media massa terlebih televisi terkurung pada kenyataan bahwa mereka bergantung pada keperluan bisnis serta politik yang mengakibatkan mereka harus merelakan independensi mereka yang mana di kemudian hari mendatangkan misinformasi. Pada hakekatnya hasil pemilu serta kredibilitas media dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap masa depan politik. Dalam upaya untuk memperbaiki kualitas pemilu maka di negara kita yaitu Indonesia perlu melakukan berbagai upaya. Salah satunya ialah dengan reformasi dan demokratisasi media secara terus-menerus agar akuntabilitas dan independensi media dapat meningkat. Maka dalam hal ini mereka harus memprioritaskan dukungan terhadap media yang bisa dipercaya agar demokrasi yang kuat dapat terbangun. Yang mana dalam hal ini wartawan juga perlu untuk melakukan tugasnya dengan sehat adil serta perlunya untuk menyelenggarakan pemilu dan memilih tokoh politik yang cakap dalam menyampaikan informasi yang kredibel. McQuail menyatakan secara umum bahwa media berfungsi sebagai "watchdog" yang mengawasi proses demokrasi dan memberikan informasi yang diperlukan untuk membuat Keputusan yang informal. Diantaranya beberapa aspek yang diobservasi dan dilaporkan oleh media seperti, transparansi proses pemilu. Media mengawasi dan melaporkan tentang keadilan proses pemilu, termasuk cara peungutan suara dan penghitungan suara. Perlu diingat karya dari para media nantinya akan di pertanggungjawabkanbaik di dunia maupun akhirat, yang artinya selaku media harus betul -- betul membuat berita yang benar, akurat, dan terverifikasi dilapangan sehingga tidak tejadi lagi kesalahan sebelumnya. Karena itu Dewan Pers memberi perhatian besar terhadap situasi tahun politik. Media menjadi komoditas dan alat para pemangku kepentingan dan pemilik modal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H