Mohon tunggu...
Syamsudin
Syamsudin Mohon Tunggu... Guru - Pencari Ilmu

Seorang musafir dari alam ruh dalam perjalanan singkatnya menuju alam ukhrawi, dari ketiadaan menuju keabadian, yang berusaha meninggalkan atsar/legacy.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Lampu Lalu Lintas dan Salat: Refleksi

13 Desember 2024   11:38 Diperbarui: 13 Desember 2024   11:38 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: maps.google.com

Dulu direktur di sekolah saya pernah berseloroh, "Kalau mau tahu karakter asli orang, lihat aja di jalan raya." Waktu itu saya mikir, "Ah masak iya sesimpel itu?" Entah beliau mengambil ungkapan itu dari mana, tapi sepertinya menarik. Namun, saya tidak mau membahas benar tidaknya statement itu ya. Hehe.

Sebagai pengendara motor yang setiap hari melintas di jalan Karang Tengah Lebak Bulus - Pondok Cabe, kemacetan tidak pernah terhindari. Seringnya saya mengalami kemacetan terjadi di simpang tiga South City, terutama menjelang sore sekitar pukul 17.00 ke depan. Sebetulnya kemacetan di pertigaan tersebut sudah jauh terjadi sebelum adanya persimpangan tersebut, hanya saja titik kemacetan berpusat di simpang tiga jalan Kayu Manis. Sisi menariknya adalah kemacetan ini tetap terjadi meskipun sudah ada jalan yang lebih lebar: South City.

Satu sore saya hampir kehabisan waktu Magrib ketika tiba di rumah, sekitar 5 menit menjelang Isya. Di lain waktu saya terjebak hampir 1 jam di jalan tersebut. Setelah saya amati, ternyata memang ada kecenderungan pelanggaran lalu lintas yang masif di pertigaan tersebut. Banyak sekali pengendara roda dua dari arah Cireundeu yang cenderung mengambil langsung arah lurus padahal sudah ada dinding barrier yang mengalihkan jalan ke kiri. Ketika pemotor mengambil jalan lurus, dan ini masif, maka tentu saja mereka mengambil hak kendaraan-kendaraan yang datang dari arah berlawanan. Hal ini sangat meresahkan. Padahal, selain ada barrier terdapat pula lampu lalu lintas yang berdiri tegak di pertigaan tersebut. Dan memang tujuan pengalihan rute dari lurus ke berbelok kiri merupakan salah satu usaha untuk mengurangi kepadatan kendaraan. Inilah faktor utama penyebab kemacetan di lokasi tersebut: pelanggaran lalu lintas pemotor.

Saya teringat salah satu isi khutbah di Masjid Jaami' Daarul Adzkaar yang di dalamnya dikutip salah satu ayat Al-Qur'an, yaitu Al-Maidah: 1 yang berbunyi: "Ya ayyuhalladzina amanu awfu bil'uqud ...." (Hai orang-orang yang beriman. Penuhilah akad-akad itu! ...). Sang khatib menjelaskan bahwa akad itu semakna dengan kesepakatan. Dalam ayat ini, kaum beriman diperintahkan untuk menaati kesepakatan-kesepakatan yang berlaku dalam bermasyarakat dan bernegara. Artinya, lampu merah, kuning, dan hijau merupakan aturan lalu lintas yang sudah disepakati bersama maknanya, maka adalah kewajiban bagi setiap mukmin untuk menaatinya. Ketika berbicara 'kewajiban' maka ada konsekuensi hukum yang akan didapatkan manakala 'kewajiban' tersebut dilaksanakan dan sebaliknya. Dalam perspektif Islam, kewajiban berimplikasi pahala jika dikerjakan dan bersanksi dosa bila dilanggar. Artinya, status hukumnya sama dengan salat, puasa, berbuat baik, dan sebagainya.

Namun, pemahaman konsep ini sepertinya belum ada pada sebagain pelanggar lalu lintas. Atau, bisa jadi mereka sudah teredukasi namun kemauan untuk aplikasi yang belum ada. Ya, memang, pengetahuan sering kali tidak berbanding lurus dengan perilaku. Dalam konteks ini, pendidikan (dalam pengertian bahwa tujuan pendidikan adalah perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan membuahkan perilaku yang sesuai dengan pengetahuannya) telah gagal. Buat apa sekolah tinggi-tinggi tapi tetap melanggar lampu lalu lintas?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun