Kajian Ahad Ba'da Subuh Masjid At Taqwa Ali Mubarak Pondokmiri Rawakalong - 22/9/2024
Find me on Medium and Blogger.
Setelah bersedekap dan memfokuskan pandangan dalam salat (dan ini terus menerus sepanjang salat), maka kemudian kita membaca doa iftitah (ada pula ulama yang menyebutnya dengan istiftah, taujih, dan tawajjuh). Ibnu Rusyd Al Hafid dalam Bidayatul Mujtahid menyebutkan:
Ada kaum yang berpendapat bahwa tawajjuh dalam salat hukumnya wajib, yaitu setelah takbir membaca ((wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardha)) dan ini bacaan mazhab Asy Syafi'i, atau membaca tasbih menurut mazhab Abu Hanifah, atau menggabungkan keduanya (tasbih dan wajjahtu) menurut pendapat Abu Yusuf, sahabat Abu Hanifah. Adapun Malik berkata, "Taujih dalam salat tidak wajib dan tidak sunah."
Dalam mazhab Asy Syafi'i, membaca doa iftitah hukumnya sunah. Ibnu Rusyd tidak menyebutkan nama mazhab yang mengatakan bahwa iftitah hukumnya wajib. Hemat penulis, pandangan seperti ini sepertinya bersandar kepada lafal hadis "shallu kama raaitumuni ushalli" Â yang bersifat umum yang seakan menyuruh agar umat Islam agar salat sebagaimana yang Rasulullah saw. ajarkan tanpa mengklasifikasikan status hukum wajib dan sunah.
Iftitah atau istiftah artinya pembukaan, sedangkan taujih atau tawajjuh artinya menghadapkan. Al Albani menyebutkan bahwa Rasulullah saw. membuka salat dengan doa yang banyak dan bermacam-macam, yang isinya tentang pujian kepada Allah Swt. dan pengagungan terhadap-Nya. Hal ini beliau ajarkan juga kepada sahabat yang disebut dalam hadis sebagai al musiu shalatahu (orang yang buruk salatnya, yakni Khalad bin Rafi').  Kata beliau: "Tidak sempurna salat seorangpun manusia, sampai ia bertakbir, memuji Allah, membaca yang mudah dari Al Quran, ... (Al Albani: 2004, h. 82)
Al Albani dalam Shifatu Shalatin Nabiyy menuliskan 12 variasi bacaan yang berbeda di mana bacaan tersebut ada yang dibaca pada saat salat wajib, ada pula yang dibaca saat salat sunah, dan ada juga yang dibaca saat qiyamullail. Dalam kajian ini hanya ditampilkan 3 varian bacaan, yaitu:
Bacaan versi ke-1
Allahumma ba'id baini wa baina khathayaya kama ba'adta bainal masyriqi walmaghrib,
allahumma naqqini min khathayaya kama yunaqqats tsaubul abyadhu minad danas,
allahummaghsilni min khathayaya bil mai wats tsalji walbarad.
(Ya Allah jauhkanlah antara diriku dan kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan timur dan barat,
ya Allah bersihkanlah dari kesalahanku sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran,
ya Allah cucilah aku dari kesalahanku dengan air, es, dan embun).
Rasulullah membacanya dalam salat fardu.
Bacaan versi ke-2
Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardha hanifam muslimaw wa ma ana minal musyrikin, inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil 'alamin, la syarika lahu, wa bidzalika umirtu wa ana awwalul muslimin ...
(Aku hadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi dalam keadaan condong kepada kebenaran dan dalam keadaan pasrah dan saya tidak termasuk orang musyrik, sesungguhnya shalatku, ibadahku, kehidipanku, dan kematianku adalah untuk Allah, tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan begitulah memang aku diperintahkan dan aku adalah orang yang pertama memasrahkan diri).
Pada teks di atas digunakan kata "wa ana awwalul muslimin" Â yang memang banyak sekali hadis yang menggunakan teks seperti itu dan sebagian lagi ada pula yang menggunakan lafal "wa ana minal muslimin." Bacaan ini dibaca pada salat fardu dan sunah. Perhatikan: lafal yang benar adalah "wa mahyaya"Â bukan "wa ma yahya".
Bacaan versi ke-3
Allahu akbaru kabira, walhamdu lillahi katsira, wa subhanallahi bukrataw wa ashila.
(Allah Maha Besar sebesar-besarnya, segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya, dan Maha Suci Allah di waktu pagi dan petang.)
Seorang sahabat membaca lafal tersebut dalam istiftah-nya, lalu Rasulullah saw. bersabda, "Pintu langit berguncang dan terbuka karena bacaan tersebut."