Mohon tunggu...
Syamsudin
Syamsudin Mohon Tunggu... Guru - Pencari Ilmu

Seorang musafir dari alam ruh dalam perjalanan singkatnya menuju alam ukhrawi, dari ketiadaan menuju keabadian, yang berusaha meninggalkan atsar/legacy.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar Salat Lagi - Niat

6 Agustus 2024   19:45 Diperbarui: 6 Agustus 2024   22:10 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.dreamstime.com/illustration/bismillahirrahmanirrahim.html

Temukan pula tulisan ini di Medium.com dan Blogger.com

Meneruskan tulisan sebelumnya tentang perlunya kita belajar salat lagi dengan alasan bahwa salat merupakan praktik terpenting dalam Islam, yang mau tidak mau kita pantas mengupgrade literasi tentangnya.

Pada tulisan sebelumnya telah disinggung posisi niat dalam perspektif berbagai mazhab. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa niat adalah rukun salat dan sebagiannya berpendapat bahwa niat merupakan syarat salat (baca di sini). Bagi kalangan syafi'iyah (yang berpendapat bahwa niat merupakan rukun) niat terdiri dari tiga komponen, yaitu: taqshid (التقصيد), ta'yin (التعيين), dan tafridh (التفريض).

Taqshid artinya mengucapkan kata ushalli (اصلّي , sahjaku salat/aku salat), diucapkan untuk menegaskan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah salat, bukan yang lain.

Ta'yin artinya menyebutkan secara spesifik salat apa yang tengah dikerjakan, misalnya Subuhkah ia ataukah Zuhur. Maka ketika digabungkan menjadi ushallish shubha (اصلّي الصبح).

Tafridh artinya menyebutkan kefarduan dari salat yang dimaksud dengan kata fardhan (فرضا) untuk membedakannya dengan salat sunah.

Ketika digabungkan ketiga komponen niat tersebut, maka menjadi ushallish shubha fardhan (اصلّي الصبح فرضا) atau dengan redaksi lain ushalli fardhash shubhi (اصلّي فرض الصبح). Nah, ketiga komponen ini wajib dilafalkan di dalam hati ketika kita melaksanakan salat fardu, sedangkan melafalkannya dengan lisan sebelum takbiratul ihram dihukumi sunah.

Adapun niat untuk melaksanakan salat sunah ada dua ketentuan. Pertama, jika salat sunahnya merupakan salat berwaktu (misalnya: Duha, Tahajud, Witir, dll) atau bersebab (contoh: Istisqa, Khusuf, Kusuf, dll) maka harus memenuhi dua komponen, yaitu: taqshid dan ta'yin. Ambillah contoh untuk yang berwaktu adalah Duha, maka lafal niatnya adalah ushallidh dhuha a (اصلّي الضحاء). Untuk salat yang bersebab semisal Istisqa, maka niatnya ialah ushallil istisqa a (اصلّي الاستسقاء). Kedua, jika salat sunah yang akan dilakukan tidak bersebab dan tanpa batasan waktu (seperti syukur wudu dan tahiyatul masjid), maka cukup mengucapkan taqshid saja: ushalli (اصلّي ).

Wallahu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun