Mohon tunggu...
Shamier Sungkar
Shamier Sungkar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP UIN Jakarta - Mahasiswa FISIP UIN Jakarta

International Relations Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Navigasi Kedaulatan: Mengarungi Ancaman Konflik Laut China Selatan bagi Indonesia

30 Mei 2024   09:49 Diperbarui: 30 Mei 2024   10:04 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ancaman Konflik di Laut China Selatan Terhadap Kedaulatan Indonesia

Laut China Selatan telah lama menjadi pusat perhatian internasional karena klaim teritorial yang tumpang tindih dan potensi konflik yang dapat mempengaruhi banyak negara, termasuk Indonesia. Wilayah ini tidak hanya kaya akan sumber daya alam, seperti minyak, gas alam, dan hasil laut yang melimpah, tetapi juga merupakan jalur pelayaran strategis yang menghubungkan berbagai ekonomi global. Setiap tahunnya, triliunan dolar dalam bentuk perdagangan internasional melewati Laut China Selatan, menjadikannya salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia.

Dengan meningkatnya aktivitas militer dan klaim teritorial, terutama oleh China yang mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan melalui apa yang dikenal sebagai "sembilan garis putus-putus", ketegangan di kawasan ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi kedaulatan dan keamanan nasional Indonesia. China telah melakukan berbagai aktivitas yang memicu ketegangan, termasuk pembangunan pulau buatan, pemasangan infrastruktur militer, dan patroli angkatan laut yang agresif di perairan yang diklaim oleh negara-negara lain, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei.
Bagi Indonesia, meskipun tidak terlibat langsung dalam sengketa klaim teritorial utama, perairan di sekitar Kepulauan Natuna menjadi titik penting yang memerlukan perhatian khusus. Kepulauan Natuna terletak di ujung selatan Laut China Selatan dan berada dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Namun, bagian dari perairan ini juga termasuk dalam klaim sembilan garis putus-putus China, yang mengakibatkan berbagai insiden di mana kapal-kapal nelayan China memasuki ZEE Indonesia, sering kali dikawal oleh kapal penjaga pantai atau kapal angkatan laut China.
Insiden-insiden ini menimbulkan ancaman langsung terhadap kedaulatan Indonesia dan memaksa pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah tegas guna mempertahankan wilayahnya. Indonesia telah meningkatkan patroli maritim dan memperkuat kehadiran militernya di Kepulauan Natuna, serta mengajukan protes diplomatik terhadap aktivitas China. Selain itu, Indonesia juga berupaya memperkuat kerjasama dengan negara-negara ASEAN dan mitra internasional lainnya untuk memastikan bahwa Laut China Selatan tetap menjadi wilayah yang damai dan stabil, serta menghormati hukum internasional, termasuk Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Dengan demikian, ketegangan yang terus meningkat di Laut China Selatan membawa implikasi yang signifikan bagi Indonesia, tidak hanya dari segi keamanan dan kedaulatan nasional tetapi juga dari aspek ekonomi dan politik. Pengelolaan sumber daya alam dan keamanan jalur pelayaran yang bebas dan terbuka adalah kepentingan vital bagi Indonesia. Oleh karena itu, ancaman konflik di Laut China Selatan memerlukan respons yang komprehensif dan strategi diplomatik yang bijaksana untuk menjaga kepentingan nasional Indonesia dalam jangka panjang.

Klaim Teritorial dan Implikasi bagi Indonesia

China telah lama mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan melalui apa yang dikenal sebagai "nine-dash line", yang bertentangan dengan hukum laut internasional dan klaim negara-negara lain di kawasan tersebut. Klaim ini mencakup sebagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara, yang secara langsung menantang kedaulatan Indonesia atas wilayah tersebut.
Indonesia, meskipun secara resmi tidak terlibat dalam sengketa wilayah di Laut China Selatan, tidak dapat mengabaikan potensi ancaman yang ditimbulkan oleh klaim agresif ini. Ancaman ini tidak hanya bersifat militer, tetapi juga ekonomi dan lingkungan. Aktivitas penangkapan ikan ilegal, potensi konflik atas sumber daya alam, dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas militer adalah beberapa contoh langsung dari bagaimana konflik di Laut China Selatan dapat mengganggu kedaulatan Indonesia.

Pentingnya Diplomasi dan Kerja Sama Regional

Menghadapi ancaman ini, Indonesia harus mengambil langkah strategis untuk memperkuat diplomasi dan kerja sama regional. Melalui ASEAN dan forum multilateral lainnya, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam mendorong penyelesaian damai sengketa dan memastikan bahwa hukum internasional, seperti United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), dihormati oleh semua pihak.
Selain itu, Indonesia harus terus memperkuat kapasitas pertahanan nasional, terutama di wilayah perbatasan dan ZEE. Hal ini tidak hanya melibatkan peningkatan kemampuan militer, tetapi juga penegakan hukum dan perlindungan sumber daya alam. Kerja sama dengan negara-negara lain yang memiliki kepentingan serupa, seperti Vietnam dan Filipina, juga dapat membantu dalam menghadapi klaim unilateral China.

Konflik di Laut China Selatan merupakan ancaman nyata bagi kedaulatan dan keamanan nasional Indonesia. Dengan pendekatan yang bijaksana dan proaktif, Indonesia dapat memastikan bahwa hak-haknya sebagai negara berdaulat dihormati dan bahwa wilayahnya dilindungi dari klaim agresif dan aktivitas ilegal. Kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan bukan hanya tentang batas-batas teritorial, tetapi juga tentang keamanan, stabilitas, dan kemakmuran rakyatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun