Kecelakaan pesawat C-130 Hercules TNI AU di Medan merupakan momen dukacita kita bersama (Selasa, 30/6). Saya kebetulan pernah dua kali menumpang pesawat sejenis sekitar dekade 80-an.
Pada saat itu, salah satu orangtua saya masih berdinas di institusi matra udara tersebut (beliau sekarang sudah lama pensiun). Sehingga, pada saat beliau masih dinas aktif, kami sekeluarga telah beberapa kali menumpang pesawat-pesawat angkut militer milik TNI AU.
Bahkan, hingga saya seusia sekarang pun, saya masih lebih banyak menumpang jenis pesawat angkut militer. Penyebabnya ialah karena saya tidak memiliki banyak kesempatan untuk mencicipi kenyamanan pesawat komersial sipil.
Dalam ingatan saya, selain pernah menumpang C-130, saya pernah menumpang pesawat C-47 Dakota, Fokker 27, dan Cassa 212. Sehingga, saya dapat mengakui hingga sekarang, sesekali masih terbayang ingatan lama tentang sesosok pesawat Dakota dengan keunikan bagian depannya. Pesawat uzur tersebut tatkala berada di landasan selalu mendongak pada bagian depannya. C-47 Dakota menjadi salah satu cikal bakal kekuatan sayap udara Indonesia dari sisa-sisa era Perang Dunia II.
Kemasyhuran nama C-130 telah membuat banyak pabrikan pesawat terbang di dunia berusaha untuk membangun pesawat airlifter sejenis. Mereka saling berlomba-lomba ingin mengalahkan reputasi pesawat legendaris tersebut.
Jika Lockheed C-130 Hercules sudah diproduksi sejak tahun 1954, Tiongkok sedang serius-seriusnya mengupayakan pesawat turboprop Y-30 Airlifter dapat mengudara untuk pertama kalinya pada tahun 2020. Namun, dengan merujuk laporan Aviationweek (14 November 2014), ada perkiraan bahwa kemajuan program pesawat Y-30 oleh Shaanxi Aircraft tahun ini masih berada pada fase pengembangan concept design.
Keberadaan gambar dan model miniatur Y-30 telah menunjukkan bahwa rancang bangun pesawat Tiongkok tersebut sangat mirip dengan pesawat-pesawat yang sudah ada sekarang. Sebut saja, desain sayapnya yang berstruktur tinggi sekadar mengikuti pola serupa pada pesawat C-130, An-70, KC-390, dan A-400M. Sedangkan bentuk bagian ekornya dengan model bersusun T, mirip dengan bagian ekor pesawat C-17 Globemaster III buatan Boeing.
Saya dapat memahami mengapa ada pengamat yang menganggap tampilan fisik Y-30 merupakan campuran dari banyak pesawat angkut sebelumnya, semisal C-130 dan C-17 (keduanya buatan Amerika), serta pesawat KC-390 (produksi Embraer, Brazil). Y-30 sendiri dikonsep oleh Shaanxi Aircraft, yang merupakan sebuah bagian khusus pada perusahaan Avic Aircraft.
Padahal, kemampuan sang patron C-130 mengangkut muatan penuh maksimal hanya 19,6 ton. Pada C-130J versi terakhir, berat maksimal pesawat dengan seluruh muatannya pada saat lepas landas maksimal 87 ton.