PT Pertamina (Persero) telah meresmikan kebijakan pada tanggal 01 April 2022 terkait harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang naik menjadi Rp 12.500-Rp 13.000 per liter. Beberapa faktor  yang menyebabkan kenaikan harga Pertamax saat ini yaitu kenaikan harga minyak dunia yang melambung tinggi, terganggunya pasokan minyak mentah global akibat konflik antar Rusia dan Ukraina, dan  beban keuangan perusahaan yang meningkat akibat harus menanggung jurang harga yang terlampau tinggi antara harga pasar dan harga jual Pertamax.
      Dampak signifikan dari kenaikan drastis harga Pertamax tersebut yaitu banyak orang-orang pengguna Pertamax yang bermigrasi menjadi pengguna Pertalite. Berdasarkan data yang diungkapkan oleh Pjs Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting kepada CNBC Indonesia pada Selasa, 24 Mei 2022 "Sekarang ini ada kurang lebih 25% pengguna Pertamax yang beralih."
      Tidak menutup kemungkinan untuk angka tersebut terus bertambah di kemudian hari, melihat kenaikan harga pada Pertamax yang tidak sedikit untuk jumlah per liternya. Padahal, kegiatan migrasi itu sendiri juga memiliki dampak negatif pada Pertalite. Semenjak harga Pertamax naik dengan drastis, kenaikan drastis juga terjadi pada pengguna Pertalite. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap stock dan harga Pertalite.Â
     Mirisnya, tidak hanya pengguna motor yang melakukan migrasi tersebut. Pengguna mobil pun banyak yang berpindah menjadi pengguna Pertalite tanpa memikirkan dampaknya. Bukankah hal tersebut tergolong tindakan yang mementingkan diri sendiri atau biasa kita sebut dengan egois ? Logikanya, kendaraan dengan mesin yang membutuhkan bahan bakar Pertamax pastinya memiliki harga jual yang cukup tinggi. Hal itu sepadan dengan kualitas Pertamax yang juga tinggi. Dengan kedua logika tersebut maka, bisa dipastikan jika sasaran pemerintah terhadap pengguna Pertamax yaitu masyarakat kelas menengah ke atas sudah benar. Bukankah hal tersebut juga memperjelas bahwa 25% pengguna Pertamax yang beralih merupakan masyarakat kelas menengah ke atas ?
     Mayoritas kendaraan masyarakat kelas menengah ke atas merupakan kendaraan dengan mesin yang membutuhkan bahan bakar dengan nilai oktan minimal 91. Dengan kata lain yaitu kendaraan roda empat atau kendaraan keluaran 5 tahun terakhir. Jika mereka memiliki cukup uang untuk membeli kendaraan tersebut, sudah sepatutnya mereka juga harus siap mengeluarkan uang untuk bahan bakarnya. Bahan bakar tersebut yaitu Pertamax yang memiliki nilai oktan 92 atau Pertamax Plus yang memiliki nilai oktan 95.
     Jika pengguna Pertalite yang membludak tersebut tidak dihiraukan dan tetap berjalan seperti itu maka, dampak-dampak yang akan dirasakan oleh banyak masyarakat yaitu :
- Kenaikan Angka Inflasi
      Pertalite merupakan kebutuhan pokok masyarakat kelas menengah ke bawah. Berbeda dengan Pertamax yang penggunanya merupakan orang yang mampu membayar atau tergolong masyarakat kelas menengah ke atas, sehingga dampak inflasinya tidak terasa.
      Tingkat inflasi yang ideal kira-kira berada diantara 0 - 3 persen. Sementara, angka inflasi Indonesia pada bulan April 2022 sudah berada pada angka 3,47 persen. Namun, apabila kemudian terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok seperti Pertalite maka, tidak menutup kemungkinan perkiraan angka inflasi akan meningkat menjadi 4 persen bahkan lebih.
- Kenaikan Harga Bahan-Bahan Pokok
      Kemudian, dampak lain yang akan terjadi jika harga Pertalite naik yaitu harga bahan-bahan pokok juga ikut mengalami kenaikan. Karena kenaikan harga komoditas dapat mempengaruhi semua lapisan masyarakat.
- Pelemahan Rupiah
      Tidak hanya berimbas pada kenaikan harga bahan-bahan pokok, kenaikan harga Pertalite juga dapat mempengaruhi bidang lain seperti melemahnya mata uang rupiah. Dampak dari melemahnya mata uang rupiah tersebut akan merambat pada kendala seperti perlambatan atau bahkan berhentinya pertumbuhan ekonomi.
- Timbul Gejolak Sosial