Di Desa Tanggulangin, Kabupaten Bondowoso banyak dijumpai pohon kelapa baik di samping ladang ataupun belakang rumah. Buah kelapa biasanya hanya diambil daging dan airnya saja untuk dijadikan sebgai makanan atau minuman tanpa memperhatikan manfaat dari sabut kelapa. Warga biasanya membuang sabut kelapa tersebut sehingga limbah sabut kelapa semakin menumpuk. Hal tersebut pasti akan membuat masyarakat terganggu dan akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengelola limbah sabut kelapa tersebut. Sabut kelapa sebenarnya dapat bernilai tinggi, jika bisa mengolahnya dengan baik dan nantinya dapat mengurangi penumpukan limbah sabut kelapa. Maka dari itu, KKN 100 UNEJ mencoba untuk mengolah limbah tersebut menjadi cocopeat yang dapat digunakan sebagai alternatif media tanam organik yang memiliki manfaat yang baik bagi tanaman.
Cocopeat juga disebut sebagai coco coir atau coco fiber berasal dari serat sabut kelapa yang dipisahkan dan dikeringkan. Cocopeat memiliki daya serap air yang cukup tinggi, mampu menampung dan menyimpan air dengan waktu yang cukup lama. Cocopeat juga memiliki pori-pori yang memudahkan terjadinya pertukaran udara, dan masuknya sinar matahari. Cocopeat dapat digunakan untuk budi daya berbagai jenis tanaman khususnya hidroponik. Dalam cocopeat terdapat sejenis enzim dari jamur yang dapat mengurangi penyakit dalam media tanam tumbuhan. Dengan demikian, cocopeat dapat menjaga media tanam tetap gembur dan subur. Tingkat kegemburan tanah yang tinggi, pembentukan akar tanaman akan mudah dan tanaman akan lebih sehat dan subur.
Proses pengolahan limbah sabut kelapa menjadi media tanam cocopeat melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Menggosok sabut kelapa dengan alat. Hal ini bertujuan untuk memisahkan serat sabut kelapa (cocofiber) dan serbuk sabut kelapa (cocopeat).
2. Memisahkan serat kasar yang tercampur dengan serbuk dalam sabut kelapa. Setelah itu, serat tersebut disaring terlebih dahulu untuk mendapatkan serbuk yang lebih halus.
3. Langkah ketiga melibatkan proses fermentasi pada serbuk cocopeat untuk menghilangkan zat tanin. Fermentasi ini dimulai dengan mencuci cocopeat hingga air cucian jernih, diikuti dengan perendaman dalam air bersih selama 1-2 hari.
4. Cocopeat selanjutnya dikeringkan melalui penjemuran
5. Pengemasan produk media tanam cocopeat yang sudah siap pakai ke dalam kantong plastik dan menambahkan stiker pada kemasannya.
Produk media tanam cocopeat yang telah dikemas siap untuk dijual dan dapat langsung digunakan sebagai media tanam. Dalam praktik bercocok tanam, cocopeat dicampur dengan sekam padi yang tidak terpakai untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Kombinasi ini memberikan manfaat tambahan pada nilai ekonomi sabut kelapa.
Â
Manfaat penggunaan bahan organik seperti serat kelapa dan sekam padi memiliki potensi besar sebagai komposit media tanam alternatif. Ini dapat membantu mengurangi polusi lingkungan dan memberikan sentuhan indah pada lingkungan. Salah satu keunggulan menggunakan bahan organik sebagai media tanam adalah kemampuannya dalam mm merangsang pertumbuhan tanaman secara subur, sambil menjaga harga pupuk tetap terjangkau. Oleh karena itu, penggunaan limbah sabut kelapa dimanfaatkan tidak hanya untuk mengurangi polusi lingkungan tetapi juga sebagai pilihan media tanam yang positif bagi pertumbuhan tanaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H