Mohon tunggu...
Shalikha AinnaPutri
Shalikha AinnaPutri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Universitas Muhammadiyah Bandung

Just an ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fatherless, Warisan Budaya Patriarki Indonesia

22 Januari 2023   16:29 Diperbarui: 22 Januari 2023   16:35 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia dinobatkan sebagai  "Fatherless Country" ke 3 sedunia. Fatherless sendiri ialah taidak adanya peran ayah dalam tumbuh kembang dan pola pengasuhan anak baik secara psikologis maupun secara fisik. Ketidak hadiran ayah yang di maksud, bukan berarti sang ayah harus dalam keaadan meninggal, akan tetapi tidak terlibatnya perah ayah dalam pengasuhan dan tumbuh kembang anak. Entah karena sang ayah tidak punya waktu atau hanya karena tidak mau meluangkan waktu.

Fenome fatherless ini sebenarnya sudah sejak lama terjadi di Indonesia, hal ini di sebabkan oleh adanya budaya turun temurun yang menganggap bahwa laki-laki tidak pantas mengurus anak dan keperluan rumah tangga lainnya. Budaya ini dinamakan budaya patriarki, dimana laki-laki dianggap sebagai pemegang kekuasaan penuh hampir disegala aspek sosial, budaya dan politik. Di Indonesia, masyarakat sangat dekat sekali dengan paham bahwa "tugas ayah mencari nafkah dan tugas ibu mengurus anak". Padahal dalam perkembangannya, anak bukan hanya membutuhkan sosok ibu tetapi juga sosok ayah didalam hidupnya, terutama bagi anak perempuan yang memiliki emosional sensitif.

Dalam kehidupan, hampir semua orang setuju bahwa anak adalah tanggung jawab bersama, akan tetapi pada prakteknya masih banyak orang yang menitik beratkan tanggung jawab tersebut pada ibu. Padahal, jelas peran ibu dan ayah sangatlah berbeda dampaknya bagi tumbuh kembang anak. Jika peran ibu adalah menumbuhkan perasaan cinta maka peran ayah adalah menumbuhkan rasa berani dan percaya diri. Jika peran ibu adalah menumbuhkan kemampuan berbahasa maka peran ayah adalah menumbuhkan peran beradaptasi. Dan jika peran ibu memperkenalkan fungsi dan tanggung jawab perempuan maka ayah yang memperkenalkan fungsi dan tanggung jawab peran laki-laki.

Lalu, apa dampaknya jika anak kekurangan peran ayah dalam tumbuh kembangnya ? Ketidak hadiran ayah dalam ruang lingkup keluarga baik secara afeksi maupun kehadiran akan berdampak pada kemampuan dan keterampilan sosial anak saat beradaptasi, hal ini akan berdampak juga pada kemandirian anak dan kematangan anak dimasa perkembangannya. Dan jika pengasuhan hanya dibebankan kepada ibu saja maka akan mempengaruhi pola pikir anak yang akan menimbulkan bias gender, hal ini bukan hanya akan melanggengkan budaya patriarki akan tetapi identitas gender anak. Ini merupakan salah satu akibat dari banyaknya transgender dan LGBT.

Menurut saya akar masalah yang paling berdampak pada fenomena fatherless ini adalah kebudayaan patriarki di Indonesia, karena kita tidak terbiasa mempelajari dan memahami peran dan tanggung jawab orang tua yang seutuhnya. Hal ini disebabkan karena kita terbiasa mengkategorikan tugas perempuan dan laki-laki secara terpisah seolah tidak ada satupun pekerjaan yang dapat dilakukan secara bersama-sama. Lalu hal apa yang bisa dilakukan  untuk mengatasi hal ini dimulai dari lingkungan yang terkecil. Ayah dan bunda bisa melakukan pembentukan karakter didalam rumah, hal ini mencakup tentang peran dan tanggung jawab pada anak terlepas dari identitas gender. Misalnya, dalam hal kerjasama, ajakarkan anak bahwa membantu pekerjaan ibu bukan hanya tugas anak perempuan, akan tetapi juga tugas anak laki-laki. Supaya ketika sudah dewasa anak terbiasa mengetahui bahwa itu adalah pekerjaan bersama. Ayah dan bunda bisa melakukan pembiasaan kegiatan literasi dirumah, hal ini dikarenakan keluarga merupakan sekolah pertama dan utama bagi anak. Pernah dengarkah ayah dan bunda bahwa anak adalah peniru ulung. Panutan utama anak  seyogianya adalah orang tua, bukan guru maupun teknologi.

Dilingkungan kita biasanya anak jika bermasalah didalam kehidupan sosialnya, sang ibu disalahkan seolah tidak becus membesarkannya. Padahal ayah juga punya peran penting yang tidak boleh dilewatkan dalam tumbuh kembang anak. Meski fenomena ini terlihat sepele namun dampaknya cukup besar bagi kehidupun sosial anak untuk jangka panjang. Yuk mulai sadari!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun