Mohon tunggu...
Patriot Negara
Patriot Negara Mohon Tunggu... Lainnya - warga Indonesia

Warga dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

SARA Sesuatu yang Ada dan Tak Perlu Diingkari

21 Agustus 2014   15:43 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:58 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menjadi satu bangsa tak selamanya bisa melebur semua orang menjadi satu dan mengeliminir semua perbedaan yang ada. Bahkan diantara bangsa-bangsa dunia, bangsa yang dianggap relatif homogen seperti bangsa Jepang, Jerman dan Perancis masih terdapat kelompok-kelompok yang berbeda dengan mainstream yang ada. Banyak negara-negara yang mempunyai bangsa yang sangat  beragam seperti India yang terdiri atas ratusan suku, China yang terdiri atas etnis Han, Tibet, Mongol, Uyghur, dan lain-lainnya. Bangsa Russia yang terdiri antara ras Russia, Slavic, Asia Tengah, Mongol dan lain-lain.

Indonesia sendiri terdiri atas ratusan suku yang tersebar di seluruh Indonesia. Bahkan dalam suku-suku itu masih terdapat kelompok-kelompok yang berbeda baik dalam dialeg dan kebiasaan.

Semboyan bhinneka tunggal ika yang berarti biarpun beragam tapi tetap satu adalah pegangan yang harus mengikat bangsa ini agar tidak mudah tercerai.

Meskipun demikian situasi global yang terjadi menunjukkan bahwa perpecahan dan keributan  berbasis SARA masih terjadi di berbagai belahan dunia bahkan di negara-negara yang dianggap demokrasinya sudah mapan. Lebanon pernah pecah dalam perang saudara berkepanjangan karena SARA di era tahun 1980an. Iraq terjadi konflik SARA Sunni Syiah paska invasi Amerika. Ukraina timur memberontak karena SARA terhadap Ukraina. Bahkan di Amerika Serikat sudah sering kali terjadi kerusuhan antara warga kulit hitam dan kulit putih yang juga merupakan konflik SARA.

Hal ini harus menjadi catatan bangsa ini agar hal demikian tidak terjadi di Indonesia. Adanya semboyan pemersatu bahkan Undang-undang sering tidak cukup untuk mencegah konflik SARA terjadi.

Banyak konflik terjadi karena masalah sosial ekonomi atau hukum dan kemudian beralih menjadi konflik SARA berkepanjangan. Kelompok yang teralienasi akan mudah terprovokasi untuk memulai suatu konflik.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah  mencegah hal itu terjadi adalah dengan mencegah potensi terjadinya ketidak adilan sosial bagi rakyat Indonesia. Pemerataan kesempatan kerja di semua bidang baik di pemerintah atau swasta harus dilakukan agar tidak terjadi lagi pengelompokan berdasarkan etnik.

TNI, Kepolisian, dan berbagai kementerian harus membuka peluang bagi semua etnik untuk berpartisipasi sesuai dengan proporsi berdasarkan proporsi SARA yang ada. Jangan terkesan suku tionghoa tak bisa jadi jenderal atau meniti karir di birokrasi dan di beberapa group perusahaan konglomerat tertentu hanya terdiri atas suku tionghoa atau agama tertentu. Suatu kawasan hunian juga harus diatur agar tidak menjadi kawasan kelompok SARA tertentu. Terkelompoknya kawasan hunian ini bisa menjadi masalah seperti ketika pecah kerusuhan tahun 1998 dimana terjadi penjarahan di kawasan tertentu.

Sebaiknya ada badan negara yang memastikan bahwa semua lembaga negara, kementerian, perusahaan yang karyawannya diatas 30 orang sudah memenuhi komposisi proporsi berdasarkan SARA termasuk hak penyandang cacat untuk dapat berkarya dan bekerja untuk bangsa ini. Adalah alasan yang tidak masuk akal jika tiap golongan SARA tidak mempunyai kompetensi dan kapabilitas tertentu dan kemudian kompetensi dijadikan alasan untuk tidak memenuhi asas proporsional SARA.

Bhinneka tunggal ika, semoga bangsa ini tetap bisa terus bersatu mencapai cita-cita kemerdekaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun