[caption id="attachment_314138" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption]
Jokowi sudah berencana meminta Pertamina untuk menghapus subsidi BBM yang akan dipasok ke Jakarta. Tujuan ini terang dan jelas untuk mendorong pemilik kendaraan agar beralih menggunakan transportasi umum. Kebijakan Jokowi ini juga sejalan dengan kebijakannya yang lain misalnya dengan melarang pegawai Pemda DKI untuk menggunakan kendaraan pribadi di setiap hari Jumat pertama setiap bulan.
Kebijakan Jokowi ini patut diapresiasi mengingat Gubernur sudah silih berganti tapi masalah kemacetan tidak juga berhasil diatasi. Bahkan kebijakan Jokowi yang mendorong pemakaian transportasi umum di torpedo oleh kementerian perdagangan dengan membuat kebijakan mobil murah.
Sayangnya kebijakan ini secara teknis tidak bisa dilakukan. Gubernur DKI hanya bisa meminta Pertamina menghapus kebijakan subsidi terhadap SPBU yang ada di Jakarta dan tak bisa memaksa Pertamina untuk melakukan hal yang sama untuk wilayah sekitar Jakarta, seperti Bekasi, Tangerang, dan Depok. Jika kebijakan penghapusan subsidi akan dilakukan secara nasional maka pemerintah pusat yaitu Presiden atau Menteri terkait yang berhak melakukan hal tersebut. Melakukan kebijakan yang sangat tidak populer sangat mustahil akan dilakukan di tahun pemilu. Ini berbeda dengan Jokowi yang sangat populer dan tak mengkuatirkan popularitasnya menurun meskipun mengeluarkan kebijakan yang tak populer.
Jika kebijakan menghapus subsidi dilakukan di Jakarta, maka yang akan terjadi adalah kendaraan Jakarta akan berbondong-bondong mengisi BBM di SPBU di daerah pinggiran yang bukan Jakarta. Perlu diingat bahwa setiap kali ada kenaikan BBM, SPBU dibanjiri pemilik mobil termasuk mobil mewah untuk mengisi penuh tanki dengan harga lama sebelum dinaikkan padahal rupiah yang dihemat hanya berkisar 50 rb-100 ribu tak sebanding dengan mobil BMW yang digunakannya.
Bagi pemakai jalan Jakarta yang tinggal di daerah pinggiran, ini bukan masalah karena bisa dilakukan sebelum atau sesudah pulang berkantor di Jakarta. Jakarta bukan wilayah tertutup dan kota satelit sekeliling Jakarta bisa ditempuh dalam waktu kurang dari sejam.
Penjual BBM botolan akan menjamur dan bisa mendapatkan margin yang lebih baik karena selisih harga pembelian yang di beli dari sekitar Jakarta dan kemudian dijual di Jakarta. Selain itu diperkirakan kebijakan ini juga tak akan berdampak banyak mengingat pemakai jalan di Jakarta banyak tinggal dan bermukin di wilayah sekitar Jakarta.
Pembatasan kendaraan patut didukung dan ada banyak cara yang bisa dilakukan dengan lebih adil sehingga bukan hanya yang kaya dan bisa membeli beberapa mobil ganjil genap ataupun membayar pajak electronic road pricing (ERP) tinggi yang bisa menikmati jalan di Jakarta. Tidak ada larangan memiliki mobil, tapi karena terbatasnya jalan maka pemilik mobil harus bergantian menggunakan kendaraan pribadi dan umum secara adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H