Dari tahun ke tahun layanan imigrasi di pintu masuk keluar bandara Internasional Sukarno Hatta semakin membaik. Sejak pertama kali dan bepergian ke luar negeri, saya mengalami dan bisa mengamati perubahan yang terjadi di gerbang utama Indonesia tersebut.
Meskipun demikian layanan Imigrasi Indonesia masih tertinggal satu langkah dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti Singapura. Adalah beberapa tahun lalu pekerjaan saya di negeri jiran yang mengharuskan saya melakukan flyback mingguan selama hampir kurun waktu 2 tahun. Sebagai pemegang workpermit dan access card, saya bisa melewati automatic gate di Singapura dengan hanya melakukan scan paspor dan sidik jari. Padahal di negeri sendiri saya harus mengisi kartu keberangkatan setiap kali berangkat dan dicap tanggal keberangkatan dan kepulangannya. Akibatnya paspor saya penuh dipenuhi dengan cap tanggal keberangkatan dan kedatangan dari imigrasi Indonesia sehingga harus diganti dengan paspor baru sebelum masa berlakunya habis karena tak ada lagi halaman tersisa untuk bisa dicap dengan tanggal keberangkatan dan kedatangan.
Pada saat itu muncullah layanan Sapphire di Indonesia yang memudahkan para frequent traveller melewati pintu imigrasi dengan melakukan scan retina mata. Layanan ini bahkan belum ada di Singapura yang mengandalkan sensor sidik jari. Adanya layanan ini sangat membantu para frequent traveller sehingga terhindar dari antrian panjang, meskipun biaya layanan setahunnya berlipat lebih mahal dengan biaya kartu akses imigrasi di Singapura meskipun juga mendapatkan layanan lain seperti Lounge dan Fasilitas parkir di area khusus.
Implementasi sistem baru di Imigrasi Republik Indonesia menyediakan layanan e-paspor yang dapat digunakan untuk melewati automatic gate dengan melakukan scan paspor dan scan sidik jari. Setelah tiga paspor terakhir saya yang diterbitkan oleh KBRI di luar negeri dan bukan di kantor imigrasi di Indonesia, akhirnya saya mau mengganti paspor yang masih setahun lagi berlaku dengan paspor baru dengan harapan bisa menggunakan automatic gate apabila sudah diganti dengan e-paspor. Saya aplikasi e-paspor di kantor imigrasi kemayoran dan kurang dari seminggu e-paspor saya sudah siap untuk digunakan.
Percobaan pertama menggunakan e-paspor gatot alias gagal total. Pintu pertama di automatic gate yang melakukan scan paspor berhasil dilewati dengan sukses, dan pada saat scan sidik jari untuk lewat pintu kedua, muncul pesan bahwa sidik jari tak sesuai. Petugas disana mencoba membantu dengan meminta saya menggunakan jari lain di tangan kanan dan kiri. Akhirnya petugas membiarkan saya masuk dengan membuka pintu secara manual. Ketika ditanyakan mengapa sidik jari saya tak dikenal meskipun saya jelas-jelas pemegang e-paspor dan tentu untuk mendapatkan e-paspor haruslah discan sidik jarinya di kantor imigrasi. Petugas meminta untuk kembali datang ke kantor imigrasi Kemayoran untuk memeriksa kembali sidik jari saya.
Sepulang dari luar negeri saya menyempatkan menghabiskan setengah hari kerja saya untuk ke Kemayoran untuk memeriksa kembali mengapa sidik sari saya tak terbaca. Petugas Imigarasi di Kemayoran menginformasikan bahwa tak ada yg salah dengan sidik jari saya dan menuding ada masalah dengan pintu imigrasi Bandara Sukarno Hatta sehingga sidik jari saya tak terbaca. Petugas juga menginformasikan bahwa banyak orang mengalami hal yang sama dan akan ada perbaikan untuk menyelesaikan masalah ini.
Setelah kunjungan ke Kemayoran Maret 2015 untuk menanyakan masalah scan sidik jari e-paspor saya sampai sekarang 30 September 2015 saya telah berulang kali ke luar negeri dan terus mengalami masalah yang sama tanpa ada penyelesaian kecuali petugas harus datang secara manual untuk membuka pintu bagi saya. Yang mengherankan adalah banyak juga orang yang sukses melewati automatic gate tanpa bantuan petugas.
Mengapa Imigrasi tak membuka layanan di Bandara Sukarno Hatta untuk melakukan scan ulang sidik jari jika ada sidik jari yang tak terbaca oleh automatic gate ? Atau paling tidak bisa menyelesaikan problem scan sidik jari, karena sebagian pemegang paspor bisa melewati automatic gate dan sebagian yang lain tidak. Tak ada yang tahu jawaban pertanyaan itu kecuali Imigrasi Indonesia. Apakah ada tindak lanjut dari Imigrasi ? Moga-moga ada, tapi  saya tak terlalu berharap dengan sistem birokrasi yang berbelit di Indonesia. Tapi siapa tahu keajaiban bisa terjadi. Jika masalah ini tak juga terselesaikan maka e-paspor saya sama fungsinya dengan paspor biasa, hanya harga layanan pembuatannya yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H