Mohon tunggu...
Patriot Negara
Patriot Negara Mohon Tunggu... Lainnya - warga Indonesia

Warga dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi dengan Aspirasi Semu

21 Juli 2017   11:21 Diperbarui: 21 Juli 2017   11:30 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia menganut sistem Trias Politika memisahkan kekuasaan Eksekutif, Judikatif, dan Legislatif.

Eksektif dipilih langsung, Judikatif dipilih lewat Legislatif dan Legislatif juga dipilih langsung. Meskipun demikian ada beberapa masalah dalam sistem demokrasi Indonesia sebagai berikut :

1. Setiap anggota dewan pada dasarnya mewakili konsituennya di wilayah pemilihan tertentu jadi seharusnya memperjuangkan aspirasi konstituennya. Calon anggota dewan ketika berkampanye mengeluarkan janji sesuai dengan program dan platform partai dan jika terpilih maka seharusnya dia all out membawa aspirasi konstituen. Jika ada pilihan sulit maka anggota dewan harus turun ke bawah mendengar aspirasi konstituen, meminta mereka melakukan masukan baginya untuk bersikap di dewan.

Hal ini tidak terjadi di Indonesia. Anggota dewan yang terpilih mengantongi cek kosong yang bisa digunakan untuk apa saja. Cek kosong bisa digunakan bahkan untuk mendukung kebijakan yang berlawanan dengan keinginan konstituennya.

2. Ketua partai mempunyai otoritas penuh menarik anggotanya dari dewan dengan mekanisme memecat anggota dewan sebagai anggota partai dan kemudian mengusulkan pergantian antar waktu dengan alasan anggota dewan tersebut sudah dipecat sebagai anggota partai.

Ini adalah momok besar bagi setiap anggota dewan yang sudah keluar modal besar waktu kampanye dan belum balik modal. Meninggalkan jabatan sebagai anggota dewan dengan berbagai tunjangan dan fasilitas adalah tindakan "bodoh" bagi anggota dewan dan akhirnya membuat anggota dewan tak berani bertentangan dengan kebijakan partainya.

Situasi ini amat berbahaya karena untuk mengontrol parlemen seseorang cukup memegang ketua partainya. Sekiranya misalnya ada gerakan untuk membuat UU pelarangan total rokok lewat parlemen maka produsen rokok cukup keluar duit untuk "menyogok" ketua partai misalnya dengan gaji 20 milyar sebulan. Dalam 5 tahun ketua partai sudah mengumpulkan harta 1 trilyun yang jauh lebih besar dari gaji andaikan menjadi anggota dewan 5 periode sekalipun. Gaji 20 milyar bagi setiap ketua partai dan cukup membayar partai papan atas itu adalah duit receh bagi produsen rokok yang pertahun menyetor cukai rokok 139 trilyun rupiah.

3. Koalisi kepentingan dan bukan platform (pragmatis)

Jika melihat platform partai di Indonesia sebenarnya ada 2 kelompok ideologi yaitu partai berplatform Islam dan partai berplatform nasionalis.

Dengan platform ini seharusnya jika akan dibangun koalisi maka hanya akan ada dua koalisi yaitu koalisi partai Islam dan koalisi partai nasionalis.

Yang terjadi adalah koalisi terjadi sesuai kebutuhan, terutama ketika akan melaksanakan pilkada. PDIP kadang dengan PAN/Demokrat mendukung calon sama, terkadang PKS berkoalisi dengan Demokrat mengusung calon yang lain di pilkada wilayah tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun