Mohon tunggu...
Patriot Negara
Patriot Negara Mohon Tunggu... Lainnya - warga Indonesia

Warga dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekali Lagi Tentang Sertifikasi Halal MUI

25 Februari 2014   18:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:29 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tertarik untuk mengomentari tulisan Mbak Ilyani Sudardjat yang berjudul Benarkah MUI Melakukan Jual-beli Sertifikasi Halal? Banyak hal menarik yang diungkapkan dalam tulisan tersebut meskipun selayaknya harus kembali dengan tujuan dasar dari sertifikasi halal tersebut.

Negara Indonesia berkewajiban untuk melindungi kepentingan rakyat Indonesia. Islam sebagai agama terbesar di Indonesia mempunyai aturan dari kitab suci mengenai makanan dimana ummat Islam boleh memakan semua makanan kecuali beberapa yang diharamkan. Untuk itu Negara Indonesia wajib mengakomodir kepentingan ummat Islam ini dengan menggunakan berbagai instrumen negara, baik lembaga atau kementerian untuk menjamin bahwa setiap warga negara yang beragama Islam mendapatkan informasi yang cukup tentang kehalalalan suatu produk makanan yang dijual dalam wilayah negara Indonesia. Peran negara cukup memberikan informasi dan terserah kepada warga apakah mau membeli produk halal atau tidak.

Tulisan yang berJudul  "Benarkah MUI Melakukan Jual-beli Sertifikasi Halal?" , seharusnya bisa menjawab pertanyaan yang dicantumkan judul tersebut. Untuk membuktikan MUI melakukan jual beli sertifikasi halal maka perlu dibuktikan bahwa MUI menjual sertifikasi atau pemohon langsung mendapatkan sertifikat halal tanpa dilakukan pengujian sama sekali oleh MUI. Jika ada pihak yang mendapatkan sertifikasi halal MUI tanpa dilakukan pengujian oleh MUI maka berarti MUI telah melakukan jual-beli sertifikasi halal. Jika tidak ditemukan kasus tersebut atau jika ada pemohon yang sertifikasi halalnya ditolak MUI maka berarti MUI tidak melakukan praktek jual beli sertifikasi halal, karena ada yang tak lolos pengujian meskipun sudah membayar biaya laboratorium untuk diuji kehalalannya. MUI bukanlah kumpulan malaikat tanpa dosa tapi bisa juga ada personal di MUI yang bermentar korup karena mereka juga manusia biasa. Meskipun demikian siapapun  tak punya hak melakukan fitnah terhadap MUI atau orang lain tanpa didukung bukti dan fakta yang jelas.

MUI sebagai ormas tidak mempunyai legitimasi dan payung UU untuk mengeluarkan sertifikasi halal. UU pangan hanya mensyaratkan bahwa sertifikasi halal dilakukan oleh lembaga yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah.  Jika demikian maka pemerintah harus segera didorong untuk menerbitkan PP tentang badan sertifikasi halal yang mempunyai payung hukum jelas tentang sertifikasi, audit, dan investigasi kehalalalan produk. Selama PP belum terbit maka insiatif MUI untuk melakukan sertifikasi perlu diapresiasi dengan syarat bahwa MUI tidak bisa mengklaim sebagai satu-satunya badan yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal. Meskipun demikian PP juga bisa mengakomodir MUI dengan menunjuk MUI sebagai badan yang berhak untuk mengeluarkan sertifikasi halal.

Perlukah MUI terakreditasi ? Siapakah yang akan mengakreditasinya ?  Kemudian apakah pihak yang akan mengakreditasi MUI juga harus sudah terakreditasi ? Siapa pula yang akan mengakreditasi pihak yang mengakreditasi MUI ? Apakah harus menunggu semua hal ini beres baru kemudian sertifikasi halal bisa dijalankan ? Sebenarnya MUI sebagai kumpulan para ulama dan cendekia sebaiknya tidak perlu terjun langsung dalam proses akreditasi halal, cukup sebagai pihak yang menciptakan prosedur akreditasi, penetapan kriteria halal, penetapan prosedur produksi halal dan lain sebagainya, dan sebagai badan pengawas. Sertifikasi bisa dilakukan oleh berbagai badan lain seperti badan standardisasi, laboratorium, atau berbagai badan sertifikasi yang ada. Bisa pula MUI yang mengeluarkan sertifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dan rekomenasi berbagai badan sertifikasi lain untuk mencegah persaingan antara berbagai badan sertifikasi atau bahkan diadu domba oleh produsen.

Proses sertifikasi selayaknya dilakukan dengan pengawasan. Siapapun yang memberikan sertifikasi harus mengawasi apakah pihak yang menerima sertifikasi melakukan prosedur seperti yang telah disepakati diawal. Contohnya pemberian SIM yang merupakan sertifikasi layak mengemudi juga harus diikuti oleh tindakan pengawasan. Jika ada pengendara yang melanggar lalu lintas berulang kali maka selayaknya SIM nya dicabut.

Jika MUI tidak mempunyai standar yang jelas, misalnya ketika meminta untuk melihat langsung proses produksi di luar negeri, maka standard harus ditetapkan diberlakukan. Meskipun demikian sudah selayaknya biaya proses sertifikasi/audit halal ini tidak dibebankan kepada pihak yang diperiksa/disertifikasi karena berpotensi memberikan hasil sertifikasi yang bias. Negara selayaknya membiayai beban sertifikasi halal ini. Setiap produk yang dijual sudah dikenakan pajak yang dipungut oleh negara, sehingga wajar kalau negara harus melindungi konsumen dengan menggunakan uang dari hasil pajak untuk membiayai proses sertifikasi halal.

Sekali lagi, sertifikasi halal bertujuan untuk melindungi konsumen muslim sebagai bagian terbesar penduduk negeri ini. Janganlah menjadikan proses sertifikasi halal sebagai sarana untuk mendapatkan benefit, karena jika proses sertifikasi halal mahal dan harus ditanggung produsen, maka produsen tinggal memindahkan biaya tersebut yang pada akhirnya akan ditanggung oleh para konsumen juga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun