PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Batang Hari dan Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) secara serentak dilaksanakan tahun 2018 mendatang. Untuk diketahui, masa jabatan kepala daerah Kabupaten Batang Hari dan Tanjabbar berakhir Januari 2016.
Untuk memperkuat argumentasi diatas, penulis mencoba menampilkan pasal 201 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor.01 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota secara utuh yang berbunyi :
(1). Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2015 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2015.
(2). Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2016, tahun 2017 dan tahun 2018 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2018, dengan masa jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota sampai dengan tahun 2020.
(3). Dalam hal Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diselenggarakan karena tidak terdapat calon yang mendaftar maka diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota pada tahun 2020.
(4). Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2019 dilaksanakan dihari dan bulan yang sama pada tahun 2020.
(5). Pemungutan suara serentak dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada hari dan bulan yang sama pada tahun 2020.
(6). Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2016 dan tahun 2017 diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota yang definitif pada tahun 2018.
(7). Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2019, diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Walikota sampai dengan terpilihnya Gubernur, Bupati, dan Walikota yang definitif pada tahun 2020.
Mengacu kepada aturan diatas, tidak ada alasan untuk memajukan jadwal pilkada Kabupaten Batang Hari dan Tanjabbar ke tahun 2015, meskipun kedua daerah itu hanya berselang sekitar 30 hari dari tahun 2015, diakui ada beberapa pihak yang berkeinginan untuk mempercepat atau memajukan pilkada kedua daerah tersebut dari tahun 2016 ke 2015 dan serentak dilaksanakan dengan Pilkada Gubernur Jambi. Untuk Provinsi Jambi sendiri, bila mengacu kepada Perppu, maka hanya Pemilihan Gubernur Jambi saja yang bisa dilaksanakan pada tahun 2015, karena memang masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi periode 2010-2015 berakhir bulan Agustus 2015 mendatang.
Kewenangan Penjabat Kada terbatas.
Memang muncul kekuatiran sejumlah pihak penunjukkan penjabat kepala daerah Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berakhir masa jabatan tahun 2016 dan tahun 2017. Khusus untuk Kabupaten Batang Hari dan Tanjabbar bila mengacu kepada pasal 201 ayat 6 Perppu Nomor. 01 Tahun 2014 itu, masa jabatan seorang penjabat kepala daerah dinilai terlalu lama, kita ambil contoh saja Kabupaten Batang Hari, masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Batang Hari periode 2011-2016(saat ini hanya ada bupati) berakhir 30 Januari 2016, bila dihitung secara normal saja, maka seorang penjabat Kepala daerah Batang Hari bisa memegang jabatan 2-3 tahun. Sementara kewenangan seorang penjabat Kepala daerah sangat terbatas. Kalau tidak ada aturan tegas yang membatasi masa jabatan seorang penjabat kepala daerah, maka posisi ini akan menjadi incaran semua pihak. Bagaimanapun posisi itu sangat strategis dan poilitis. Bahkan untuk mendapatkan posisi itu bisa saja dilakukan berbagai cara termasuk politik uang, KKN dan sebagainya.
Tugas dan kewenangan seorang Penjabat sementara (Pj) dan Pelaksana tugas (Plt) seorang Kepala daerah. Tentu saja tentang tugas dan kewajiban seorang (Plt) maupun (Pj) sama dengan yang diatur oleh Undang-Undang tersebut diatas, adapun yang membedakannya adalah terletak pada kewenangan. Oleh karena itu terkait hal ini, kita dapat mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2008 pada 132A, berbunyi ayat :
(1) Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang :
a. melakukan mutasi pegawai;
b. membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;
c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan
d. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Mendagri harus bertindak netral.
Susunan Kabinet “Kerja” Jokowi - JK cukup disayangkan, khusus diposisi jabatan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), memang tidak ada dalam aturan bahwa seorang menteri harus berasal dari partai politik atau professional dan itu merupakan hak preogratif presiden. Hanya saja menurut hemat penulis, semestinya posisi Mendagri itu diisi oleh kalangan professional yang paham betul dengan seluk beluk pemeritahan, buka berasal dari kalangan partai politik. Namun bukan berarti kalangan dari partai politik tidak paham dengan adminisrasi pemerintahan. Namun alngkah baiknya dipilih dari kalangan netral, sehingga masyarakatpun tidak berpikiran negatif terhadap Mendagri yang saat ini ditempati seorang politikus, karena dinilai akan lebih menguntungkan institusi parpolnya dimana dia berasal.
Keputusan sudah tidak bisa dirubah lagi dan Kabinet kerja Jokowi – JK sudah dilantik, penulis sangat berharap, agar Mendagri yang tempati Tjahjo Kumolo politisi dari PDI-Perjuangan bisa bersikap dan bertindak netral terhadap kepala daerah yang kita tahu banyak berasal dari berbagai partai politik dan kalangan independen.
Perppu Harus Disetujui DPR.
Perppu Nomor01 Tahun 2014 yangsudah ditangani Presiden di era SBY itu secara legalitas harus tetap mendapat persetujuan DPR. Dalam UUD 1945 pasal 22 secara tegas menyebutkan :
1.Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang.
2.Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan dewan Perwakilan Rakyat pada persidangan berikut.
3.Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Dengan demikian, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu dan jajarannya) belum bisa bersikap tegas dalam menyikapi pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak. karena Perppu yang menjadi acuan penyelenggara pemilu itu masih bisa dikatakan menjadi acuan utama karena Perppu itu belum mendapat persetujuan DPR. Penyelenggara pemilu sendiri sangat hati-hati menyikapi implementasi regulasi pilkada dan lebih bersikap menunggu. Kalau Perppu itu akhirnya mendapat persetujuan DPR, maka bagi penyelenggara pemilu akan menjadikan Perppu No. 01 Tahun 2014 itu sebagai acuan pilkada, sebaliknya, kalau Perppu itu ditolak DPR maka akan terjadi kekosongan hukum pilkada. Kalau ini tidak disikapi secara arif, maka akan menimbulkan gejolak politik di tanah air, karena akan begitu banyak daerah yang masa jabatan kepala daerahnya akan berakhir tahun 2014, 2015, 2016. Salam demokrasi. (penulis adalah mantan anggota KPU Batang Hari 2008-2013 tinggal di Kabupaten Batang Hari, Jambi).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI