Mohon tunggu...
MUHAMMAD ARIS
MUHAMMAD ARIS Mohon Tunggu... Wiraswasta - Muhammad Aris

1. Unfrel (University Network for Free Election) Jambi 1999. 2. Wartawan Jambi Independent 1999-2008. 3. Komisioner KPU Kab. Batang Hari, Jambi 2008-2013. 4. Pengurus KONI Kab. Batang Hari 2010-2018. 5.Sekretaris Pokja Ketahanan Pangan Kab.Batang Hari 2011-2016. 6. Sekretaris DPD KNPI Kabupaten Batanghari 2013-2016. 7. Sekretaris Visi Politika Provinsi Jambi 2014-2019. 8. Sekretaris BPD Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) Kab. Batang Hari 2014-2019 dan 2021-2026. 9. Pengurus Karang Taruna Kab. Batang Hari 2016-2021. 10. Tim Ahli DPRD Kab. Batang Hari, Jambi 2014- skrg. 11. Ketua Dewan Penasehat SMSI (Serikat Media Siber Indonesia) Kab. Batang Hari 2019-2024. 12. Pengurus JaDI (Jaringan Demokrasi Indonesia) Provinsi Jambi 2019-2024. 12. Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari 2021-2026. 13. Advokat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

JaDi Batang Hari: UU Pilkada Tidak Pernah Konsisten

22 Agustus 2024   20:34 Diperbarui: 23 Agustus 2024   07:27 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perbedaan mendasar syarat usung paslon sejak pilkada langsung digelar. f: dokpri JaDi.

"Sejak Pilkada langsung 2005, 2010, 2015 dan 2020, dan menghadapi Pilkada 2024, norma persyaratan pengusungan paslon oleh partai politik selalu mengalami perubahan alias tidak pernah konsisten"

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi RI Nomor 60/PUU-XII/2024 yang mengubah norma ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dari pengusulan pencalonan pasangan calon berdasarkan minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD diubah menjadi pengusulan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota oleh partai politik berdasarkan perolehan antara 6,5 persen sampai 10 persen suara sah dengan mempertimbangkan jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap  di masing-masing daerah, bahkan MK membuka kran bagi partai politik yang tidak meraih kursi di DPRD bersangkutan dapat mengusung pasangan calon.

Muhammad Aris, SH, Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Kabupaten Batang Hari, mengatakan, bahwa sejak pemilihan dilakukan secara langsung, UU Pilkada selalu mengalami perubahan (revisi) menjelang dimulainya tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota atau setidaknya sebelum pembukaan pendaftaran bakal pasangan calon ke KPU di Daerah. "Dari kajian yang kita lakukan, UU Pilkada tidak pernah konsisten khususnya terkait persyaratan pengusulan pasangan calon oleh partai politik," kata Aris.

M. Aris, SH/Ketua Presidium JaDi Kabupaten Batang Hari, Jambi. f:dokpri.
M. Aris, SH/Ketua Presidium JaDi Kabupaten Batang Hari, Jambi. f:dokpri.

Hasil kajian tersebut membuktikan, ungkap Aris, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 60/PUU-XII/2024 dinilai ada kemiripan dalam penerapan syarat pengusungan pasangan calon oleh partai politik dengan apa yang telah diberlakukan pada Pilkada 2010, bedanya pada putusan MK nomor 60 tersebut hanya menerapkan  norma baru berdasarkan kriteria jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan untuk menentukan persentase perolehan suara sah antara 6,5 % sampai 10 %, dan tidak lagi menjadi syarat berdasarkan perolehan alokasi kursi di DPRD. "Regulasi di Pilkada 2010 dengan putusan MK nomor 60 itu, sepertinya ada kemiripin subsatansi dalam penentuan syarat usung paslon oleh yang memperbolehkan partai politik non parlemen," ungkap Aris.

Pada Pilkada 2015 dan 2020, syarat pengusulan pasangan calon oleh partai politik atau gabungan partai politik adalah minimal 20 persen dari kursi DPRD atau minimal 25 persen akumulasi suara sah hasil pemilihan umum yang hanya berlaku bagi partai politik yang meraih kursi di DPRD bersangkutan, Sementara di Pilkada 2005 dikisaran 15 persen dari alokasi kursi  dan 15 persen dari alokasi suara.

Perkembangan regulasi UU Pilkada dalam syarat partai politik mengusung pasangan calon disetiap momen pilkada di Indonesia ada perbedaan penerapan, berikut perbedaan persyaratan dan landasan hukumnya:

Pilkada 2005.

Pada pelaksanaan Pilkada 2005, sebut Aris, partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan kursi sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau minimal 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. "Kalau kita melihat dalam penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusung pasangan calon adalah partai politik yang memiliki kursi di DPRD," kata Aris.

"Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan kursi sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau minimal 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan (hanya diperkenankan partai politik peraih kursi di DPRD)"

Pilkada 2010.

Kemudian, pada Pilkada 2010, jika kita berkaca pada ketentuan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, menyebutkan partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan kursi sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau minimal 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan, hanya saja partai politik yang tidak meraih kursi di DPRD diperkenankan mengusung pasangan calon. "Pilkada 2020, partai politik yang tidak meraih kursi diperbolehkan mengusung pasangan calon berdasarkan perolehan suara sah," kata Aris.

"Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan kursi sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau minimal 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan (diperkenankan bagi partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPRD,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun