Kontroversi terkait pengganti sistem kelas rawat inap BPJS Kesehatan dengan sistem baru yang dikenal sebagai Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) telah muncul dalam beberapa bulan terakhir. Berbagai reaksi dari masyarakat terhadap wacana ini, salah satunya adalah kekhawatiran tentang dampak perubahan tersebut terhadap kualitas layanan kesehatan dan aksesnya. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, saya akan mencoba menguraikan beberapa pandangan kritis mengenai manfaat dan risiko yang mungkin muncul jika KRIS menggantikan BPJS
Salah satu argumen utama yang mendukung penggantian BPJS dengan KRIS adalah terciptanya standar pelayanan yang setara bagi semua peserta. Dengan adanya kelas rawat inap standar, masyarakat berharap tidak ada lagi perbedaan kualitas pelayanan berdasarkan kelas perawatan yang dipilih pasien. Ini dapat mengurangi kesenjangan dalam layanan kesehatan dan memastikan bahwa setiap orang mendapatkan perawatan yang sama dan layak.
Meskipun ide tentang standar pelayanan yang setara tampaknya ideal, ada kekhawatiran seperti yang diucapkan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti kepada CNN, bahwa perubahan ini dikhawatirkan dapat mengurangi kualitas layanan yang selama ini dinikmati oleh kelas tertentu (Selasa,14/5). Benar, karena menurut saya sendiri rumah sakit yang biasanya menawarkan layanan kelas 1 dan VIP premium mungkin harus mengubah standar mereka, yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan secara keseluruhan. Pasien yang biasa mendapatkan layanan yang lebih baik di kelas tertentu mungkin kecewa jika layanan mereka menurun.
Selain itu, masalah administratif dan birokrasi baru dapat muncul jika sistem kelas rawat inap yang beragam digantikan dengan satu kelas standar. Infrastruktur rumah sakit, tenaga medis, dan sistem informasi kesehatan harus diprioritaskan selama proses penyesuaian ini. Seseorang dapat mengalami kebingungan dan kesulitan untuk mendapatkan layanan kesehatan jika mereka tidak dapat mengelola transisi ini dengan baik.
Karena itu, besarnya iuran masyarakat juga harus ditentukan. Apakah besaran iuran yang harus dibayarkan oleh peserta akan dipengaruhi oleh perubahan ke KRIS? Saat ini, iuran BPJS Kesehatan didasarkan pada kelas perawatan yang dipilih, seperti kelas perawatan yang lebih tinggi menerima iuran yang lebih besar. Maka dengan penghapusan sistem kelas dan penerapan satu standar, tidak jelas apakah iuran akan disesuaikan, tetap sama, atau naik. Jika iuran naik tanpa peningkatan kualitas pelayanan yang cukup, ini dapat berdampak negatif pada masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Pemerintah harus memastikan struktur iuran sistem KRIS jelas dan memastikan bahwa peserta tidak dirugikan secara finansial oleh perubahan ini.
Perubahan ini juga akan berdampak pada tenaga kesehatan. Mereka mungkin menghadapi lebih banyak tugas dan perubahan dalam cara mereka melakukan pekerjaan sehari-hari. Kris dapat mengurangi efisiensi dan kualitas layanan jika tidak dirancang dengan mempertimbangkan masukan dan kebutuhan tenaga kesehatan. Penting untuk memastikan bahwa para tenaga kesehatan didukung dan diberdayakan selama proses transisi ini.
Salah satu kritik terhadap BPJS adalah masalah pengelolaan dana dan transparansi. Namun, mengganti sistem kelas rawat inap yang ada dengan KRIS tanpa solusi yang jelas untuk masalah ini bukanlah jawaban. Pemerintah harus memastikan bahwa KRIS memiliki mekanisme pengelolaan dana yang lebih baik dan lebih transparan untuk mencegah masalah yang sama atau bahkan lebih buruk.
Permasalahan lain yang muncul adalah bagaimana KRIS akan berdampak pada peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Peserta JKN, yang sebagian besar adalah masyarakat berpenghasilan rendah, mungkin akan merasakan dampak langsung dari perubahan ini. Saat ini, peserta JKN dapat memilih kelas perawatan sesuai dengan kemampuan finansial mereka. Dengan penerapan KRIS, pilihan ini akan hilang, dan semua peserta harus menerima layanan di kelas yang sama. Jika kualitas layanan di kelas standar tidak memenuhi harapan atau kebutuhan khusus, peserta JKN mungkin akan mengalami penurunan kepuasan dan kesejahteraan. Hal ini dapat memicu ketidakpercayaan terhadap sistem jaminan kesehatan nasional dan mengurangi partisipasi masyarakat dalam program tersebut.
Sebagai penulis, saya percaya bahwa diskusi tentang penggantian sistem kelas rawat inap BPJS dengan KRIS harus dilakukan melalui penelitian menyeluruh yang mempertimbangkan berbagai faktor. Pemerintah harus memastikan bahwa perubahan ini benar-benar meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan tidak hanya mengubah nama atau sistem. Selain itu, dampak perubahan terhadap iuran dan kualitas layanan juga harus dikomunikasikan dengan cara yang jelas dan transparan, karena pelayanan kesehatan yang merata dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia adalah satu-satunya cara untuk mencapai tujuan utama jaminan kesehatan nasional. Maka untuk memastikan bahwa transisi ini berjalan lancar dan sesuai harapan, diperlukan keterlibatan banyak orang, termasuk tenaga kesehatan dan masyarakat umum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H