Media sosial saat ini bukan lagi menjadi sebuah ranah untuk hiburan, namun media sosial saat ini sudah menjadi kebutuhan kita bersama. Informasi yang beredar dalam segala bentuk menjadi asupan setiap orang saat ini. Salah satu informasi yang sedang panas diperbincangkan di media sosial adalah vidio gus Miftah yang mengolok-ngolok penjual es teh manis saat sedang berceramah. Video yang menjadi viral di kalangan warga net +62 ini menuai banyak kritik pedas dari kalangan warga net. Menurut warga net tindakan gus Miftah sangatlah tidak pantas dilakukan oleh seorang pemuka agama.
      Kontroversi ini berlanjut dengan warga net yang gencar mencari tahu asal usul gus Miftah hingga mendapatkan video lama gus Miftah yang mengolok-olok istrinya sendiri saat sedang berceramah. Video-video yang tersebar dan menjadi viral tersebut tentu menjadi perhatian warga net atas sikap gus Miftah yang kasar. Lantas bagaimana digital ethics, digital culture, dan digital skills memandang kelumit masalah ini?
      Pertama mari kita fokuskan sudut pandang kita terhadap digital ethichs atau etika dalam berdigital. Menurut katadata.com etika digital adalah aturan penggunaan teknologi digital dengan batasan etika atau moral, yang dapat mengatur perilaku seseorang dalam menggunakan teknologi digital, yang dapat mengurangi tindakan bullying, pelecehan, hingga ujaran kebencian.  Dari pengertian singkat tersebut mari kita lihat apakah etika gus Miftah yang mengolok-olok penjual es teh memenuhi standar digital ethics? Tentu dapat kita sepakati beliau tidak sama sekali memenuhi etika dalam berdigital.
      Selanjutnya kita alihkan sudut pandang kita kepada aspek digital culture atau digital berbudaya. Menurut kominfo digital budaya merupakan bentuk aktivitas masyarkat di ruang lingkup digital dengan mempertahankan nilai-nilai kebangsaan, pancasila, dan kebhinekaan. Saya mengajak para pembaca untuk merenungi sikap gus Miftah terhadap penjual es teh. Apakah sikap beliau menunjukan adanya sikap kebangsaan yaitu saling menghargai? Sedangkan kalimat yang dilontarkan adalah kalimat yang tidak pantas. Lagi-lagi kita sepakat dan kita akui bahwa beliau tidak memenuhi standar digital budaya.
      Pembahasan selanjutnya kita alihkan kepada standar digital skills atau kemampuan berdigital. Menurut vida.com digital skills atau kemampuan berdigital adalah kemampuan mengoprasikan perangkat digital, memahami cara informasi berkembang, mengelola informasi dari internet, berinteraksi secara etis, hingga mampu menjaga keaman data pribadi.
      Saya lagi-lagi mengajak pembaca untuk memikirkan sejenak keterkaitan kemampuan berdigital dengan problem gus Miftah yang tengah marak. Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan. Pertama: apakah seseorang jika dia betul-betul paham menggunakan perangkat digital akan bertindak sembarangan di depan umum? Dan yang kedua: apakah seseorang akan berinteraksi secara tidak etis jika dia benar-benar tahu bagaimana penggunaan digital?
      Kesimpulan dari analisis singkat saya adalah. sikap gus Miftah yang mengolok-olok tukang es teh di depan umum menjadikan indikasi bahwa beliau kurang memahami dan mendalami adanya etika dalam berdigital, adanya aspek budaya yang harus dipertahankan dalam berdigital, dan kemampuan memposisikan diri dalam penggunaan digital. Jika seseorang memiliki aspek berdigital dengan standar digital ethics, digital culture, dan digital skills maka seseorang itu akan bertindak sesuai dengan etika, moral, menjunjung tinggi nilai pancasila dan dapat menggunakan teknologi digital dengan bijak.
Ciputat/9/12/24
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI