Mohon tunggu...
shaira sukmaputri arief
shaira sukmaputri arief Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

selamat datang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlu Tidaknya Sistem Zonasi pada PPDB yang Didukung dengan Kesenjangan Sistem Pendidikan dan Infrastruktur

22 Agustus 2023   22:54 Diperbarui: 22 Agustus 2023   23:18 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah suatu sistem penentuan wilayah atau zona geografis yang digunakan untuk membatasi area pendaftaran dan penempatan siswa pada sekolah-sekolah. Tujuan dari sistem ini adalah menjamin adanya pemerataan akses dan mutu pendidikan yang berkeadilan pada setiap zona/wilayah yang ditetapkan mendekati tempat tinggal peserta didik.

Namun, pada kenyataannya dapat dilihat masih banyak kesenjangan pada sistem pendidikan dan infrastruktur tersebut sendiri pada daerah-daerah terpencil. Yang dimana kasus ini menjadi bukti bahwa Sistem Zonasi yang dibuat belum bekerja sesuai dengan fungsinya.

Contoh permasalahan terbaru mengenai Sistem Zonasi PPDB terjadi pada Bulan Juni Tahun 2023 lalu di NTT. Kepala Ombudsman Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Darius Beda Daton, mengatakan bahwa penerapan Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di NTT belum efektif karena tidak setiap kecamatan memiliki SMA sendiri.

Lalu, masih terjadi banyak kecurangan dalam Sistem Zonasi seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Barat. Yaitu pemalsuan domisili hingga pemindahan Kartu Keluarga (KK) demi bisa masuk ke domisili sekolah yang diincar.

Dari kasus-kasus tersebut, dapat ditinjau bahwa kesenjangan dalam infrastruktur pendidikan di daerah tertentu masih tinggi dan masih banyak terjadi nepotisme di dalamnya . Sistem zonasi pada PPDB jelas tidak menguntungkan untuk beberapa murid yang letak rumahnya jauh dari sekolah.

Sistem seleksi untuk masuk sekolah negeri yang bertolak ukur atas jarak rumah menuju sekolah dirasa tidak adil dan tidak masuk akal dibandingkan dengan sistem seleksi berdasarkan skor nilai ujian. tidak sedikit murid-murid berprestasi di negara ini yang tinggal di daerah akhirnya cuti sekolah, bahkan putus sekolah hanya semata karena kebijakan zonasi.

Selain tolak ukur jarak rumah, pada tahun 2020 Kemendikbud menambahkan persyaratan seleksi sesuai umur. Dimana persyaratan tersebut jelas jelas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) no 44 tahun 2019, yang di dalamnya mengatakan, "Seleksi calon peserta didik baru SMP (kelas 7) dan SMA (kelas 10) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang sama."

Permasalahan tersebut tidak hanya terjadi di daerah, tetapi juga di perkotaan, salah satunya Kota Jakarta. Walaupun sudah memiliki banyak sekali sekolah di setiap kecamataan dan dianggap sudah cukup merata pada kenyataannya masih banyak anak yang melanjutkan pendidikan di sekolah yang jaraknya cukup jauh untuk dijangkau dari rumah.

Perbandingan diatas dapat menjadi bahan renungan bagi Kemendikbud mengenai Sistem Zonasi PPDB. Jika di perkotaan seperti DKI Jakarta saja masih banyak yang pembagian zonasinya tidak merata, apalagi di daerah? Akses menuju ke sekolah di beberapa daerah tertentu bahkan dapat dikatakan sulit dan tidak semudah seperti di Jakarta.

Sebelum menerapkan sistem zonasi PPDB, sudah seharusnya pemerintah turun lapangan untuk melihat kondisi secara riil agar mempunyai bahan pertimbangan, dan alangkah lebih baik juga jika pemerintah berfokus pada pemerataan infrastruktur di daerah agar sistem pendidikan di indonesia semakin memimpin. Sesungguhnya, sudah menjadi sebuah hak bagi seluruh anak di indonesia untuk mendapatkan keadilan dalam pendidikan dan juga fasilitas pendidikan yang berkualitas.

Oleh karena itu, Sistem Zonasi pada PPDB masih harus dikaji dan ditimbang ulang secara menyeluruh karena sudah melenceng dari fungsi seharusnya . Apakah adil menerima murid atas dasar jarak rumah dan usia? Perlu diketahui bahwa kemampuan belajar seseorang bahkan tidak dapat diukur melalui jarak rumah maupun usia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun