"Civitas Academic" , mungkin kita sering mendengar frasa tersebut dan sekilas kita mengaitkannya dengan perguruan tinggi. Dosen, mahasiswa, serta pelaku birokrasi kampus merupakan bagian dari civitas academic. Merekalah yang  menjalankan sistem pendidikan "tersier" di negara ini dengan sumber daya yang sangat terbatas.
Keterbatasan itu terkadang memaksa sumber dayanya untuk "menjadi" sumber daya lainnya, terutama seorang dosen. Tidak sedikit dari mereka yang harus "menelantarkan" mahasiswanya karena birokrasinya. Mengapa tidak dipisahkan saja? Urusan akademik dengan birokrasi? Dan ironi nya lagi, korbannya adalah seseorang yang menggaji mereka.
Embel-embel "mereka kan sudah mahasiswa!" terkadang menjadi tamengnya. Kata "mahasiswa" seolah terdengar seperti kantong doraemon, bisa apa saja, padahal mereka juga manusia. Tidak sedikit dari mahasiswa yang menggantungkan pemikirannya pada ChatGPT daripada dosen, buku dan jurnal mereka.Â
Birokrasi kampus memang penting, tapi bukankah generasi penerus lebih penting? Bukankah pendidikan tinggi harusnya menjadi ladang untuk menciptakan seorang ilmuwan, arsitek dan lainnya? Bukankah mencerdaskan kehidupan berbangsa merupakan tujuan kita bersama?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H