Mohon tunggu...
shafira salsabila
shafira salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Saya adalah seorang mahasiswa aktif tahun pertama di jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga. Menaruh minat penuh pada isu isu dunia terkait gender, hak asasi manusia, kultur budaya, dan penyelesaian konflik. Sangat tertarik dengan dunia kepenulisan dan aktif menulis setiap bulannya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Iran dan Mesir: Membahas Retaknya Hubungan Diplomatik Kedua Negara Melalui Perspektif Realisme

5 Juni 2023   01:01 Diperbarui: 5 Juni 2023   01:19 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bulan Maret lalu pemulihan hubungan diplomatik antara Iran dan Arab resmi dilakukan. Iran dan Arab sendiri memutus hubungan diplomatik sejak tahun 2016 pasca kantor kedutaan besar Arab di Taheran, Iran di bakar masa sebab keputusan Arab mengeksekusi mati ulama Syiah bernama Nimr al-Nimr. 

Pasca keberhasilan mediasi kedua negara yang terjadi di Beijing, Ayatollah Ali Khamenei selaku pemimpin tertinggi Iran menyatakan kesediannya untuk kembali menjalin hubungan diplomatik dengan Mesir. Hal tersebut disampaikan saat bertemu dengan Sultan Oman Senin (29/5)  "Kami menyambut baik kabar untuk memulihkan hubungan dengan Republik Islam Iran dan kami tidak memiliki masalah terkait ini," ungkap Khamenei. Diketahui bahwa Iran dan Mesir sudah memutuskan hubungan diplomatik setelah revolusi Iran.

Jika melihat kebelakang, alasan pemutusan hubungan diplomatik antara Iran dan Mesir dapat dijelaskan dalam beberapa peristiwa. Sebelum Revolusi Iran 1979, hubungan antara Mesir dan Iran relatif baik. Kedua negara menjaga hubungan diplomatik dan bekerja sama di berbagai bidang, termasuk perdagangan dan pariwisata. Namun, setelah revolusi Iran, hubungan tersebut memburuk karena perbedaan ideologi dan politik kawasan. Ayatollah Ruhollah Khomeini, pemimpin revolusi Iran, mengkritik Mesir karena menandatangani perjanjian perdamaian Camp David 1979 antara Mesir dan Israel. Perjanjian perdamaian Camp David penting karena merupakan langkah awal menuju perdamaian antara Israel dan Iran. Khomeini, mengecam keputusan itu sebagai pengkhianatan terhadap rakyat Palestina dan gerakan Arab itu sendiri. Iran mengungkapkan dukungan kuat untuk gerakan Palestina dan menentang normalisasi hubungan dengan Israel.

Puncaknya pada tahun 1980, hubungan antara Iran dan Mesir sebenarnya memburuk akibat dukungan Iran terhadap kelompok-kelompok Muslim di Mesir, khususnya Organisasi Ikhwanul Muslimin (Ikhwanul Muslimin). Iran memberikan dukungan politik, keuangan dan logistik kepada kelompok Muslim di Mesir yang berjuang untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Husni Mubarak. Dukungan Iran terhadap Muslim di Mesir ini telah memperburuk hubungan Iran dan Mesir, karena Mesir di bawah Mubarak memandang Iran sebagai ancaman bagi stabilitas regional dan keamanan nasional. Konflik dan ketegangan antara Iran dan Mesir selama periode ini mempengaruhi hubungan diplomatik kedua negara. Pada tahun 1980, Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran sebagai tanggapan atas intervensi Iran di Mesir.

Pada tahun 2011, setelah revolusi Mesir menggulingkan Presiden Husni Mubarak, hubungan antara Mesir dan Iran untuk sementara membaik. Pada 2012, Presiden Mohammad Mursi mengunjungi Iran, kunjungan pertama presiden Mesir ke Iran dalam beberapa decade terakhir. Namun hubungan ini tidak berlangsung lama, karena adanya perbedaan pandangan dan kebijakan terhadap masalah daerah. Sejak itu, hubungan antara Mesir dan Iran tetap dingin. Mesir telah mengkritik dukungan Iran untuk kelompok-kelompok militan di berbagai bidang seperti Suriah dan Yaman. Mesir juga telah mengambil pendekatan yang berbeda pada isu-isu regional seperti konflik Suriah, mendukung oposisi atau pihak penentang rezim Presiden Bashar Al-Assad, yang didukung oleh Iran. Kedua negara juga berselisih tentang isu-isu seperti hak asasi manusia, kebebasan beragama dan pendekatan Israel.

Melalui berbagai peristiwa yang telah dipaparkan, hubungan antara Iran dan Mesir yang fluktuatif dapat ditinjau dan dianalisa melalui perspektif realisme. Dimana asumsi dasar utama dalam realisme adalah negara dimana, negara merupakan aktor utama. Putusnya hubungan diplomatik antar negara menunjukkan bahwa hubungan internasional berdasarkan pada sifat manusia yang egois dan individualistik.  Asumsi yang kedua adalah pertimbangan tindakan negara, merupakan pencerminan dari upaya rasional demi kepentingan nasional. Artinya dalam pandangan realisme, putusnya hubungan diplomatik dapat dilihat sebagai keinginan untuk melindungi kepentingan nasional dan menunjukkan ketegasan terhadap negara lain. Iran berusaha melindungi negaranya ketika negara lain sudah berbeda ideologi dan beraliansi dengan sesuatu hal yan bertentangan, contonya saat Mesir menandatangani  perjanjian perdamaian Camp David dimana Mesir menandatangani perjanjian damai dengan Israel. Sebaliknya Mesir merasa harus melindungi kepentingan nasionalnya ketika, negara lain mulai ikut campur dengan urusan dalam negerinya, seperti kasus tahun 1980, dimana Iran mendukung kelompok muslim Mesir menggulingkan pemerintahan Husni Mubarak. Asumsi ketiga adalah keamanan nasional dimana hal ini adalah sesuatu yang penting bagi sebuah negara. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan Mesir yang menganggap Iran memiliki perbedaan pandangan dan kebijakan nasional sehingga Mesir tetap melakukan perang dingin terhadap Iran.

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa retaknya hubungan diplomatik kedua negara, secara Ilmu Hubungan Internasional dapat dikaji melalui teori klasik realisme. Retaknya hubungan diplomatik berkaitan dengan adanya situasi ketidaknyamanan dan perbedaan ideologi antar negara. Selain itu terjadinya konflik yang melibatkan kedua negara dan tidak adanya kepentingan nasional antar negara membuat Iran dan Mesir terus mempertahankan perang dingin. Realisme sendiri sebenarnya menawarkan sebuah solusi untuk mengatasi situasi ketidaknyamanan tersebut melalui pengetahuan politik dan kebijaksanaan. Desas desus terkait pemulihan hubungan diplomatik antara Iran dan Mesir akhir-akhir ini tentu merupakan hal yang positif. Mengingat pemulihan hubungan diplomatik kedua negara harapannya mampu membantu penyelesaian masalah di kawasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun