Artikel ini saya dedikasikan khusus untukmu yang masih meragukan bakat menulismu, semoga tulisan ini dapat menjadi penyemangat dirimu untuk tetap berkarya dalam dunia kata-kata yang penuh makna kemudian insya Allah dapat pula menjadi penguat langkah baikmu dalam rangka membuka mata, hati, dan telinga pembaca supaya mereka mendapatkan hikmah. Sebelumnya marilah menghayati sebait puisi di bawah ini:
Taktala Allah memberikanmu buah pikiran dan jemari emas,
Maka bersinarlah seolah kaulah harapan terakhir
Sebab takdir baik pasti menanti untuk yang mau meniti sepenuh hati.
Tiga baris dalam sebait puisi di atas akan menghantarkanmu pada 3 Alasan Mendasar Mengapa Kamu Harus Tetap Menulis di bawah ini.
[1/3] Taktala Allah memberikanmu buah pikiran dan jemari emas,
Angkat penamu sebagai bentuk kebersyukuran...
Sebelumnya marilah kita merenung kembali tentang mengapa ada beberapa orang atau justru kita sendiri yang termasuk bagian dari orang tersebut yang telah Allah berikan nikmat berupa kelengkapan panca indra yang berfungsi dengan baik untuk dapat mengetahui berbagai fakta lalu dari situlah ditemukan suatu data, data tersebut menjadi informasi baru yang memenuhi otak di mana kian terjadi kait-mengait antarinformasi sebelumnya sehingga menghasilkan sebuah pengetahuan yang utuh.Â
Tidak hanya sampai di situ, ternyata kadang jemari menjadi tidak sabar ingin segera menuangkannya dalam bentuk karya tulis dan lalu menyebarluaskannya dengan maksud kebaikan. Masya Allah, itu adalah nikmat yang patut disyukuri. Dengan kita menulis terlebih yang substansinya baik dan benar, maka kita telah mensyukuri nikmat-Nya dengan mengoptimalkan betul segala hal yang telah Allah titipkan kepada kita.
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.
(QS Ibrahim [14] : 7)
[2/3] Maka bersinarlah seolah kaulah harapan terakhir.
Dari dunia penulisan kita mengejar kebermanfaatan...
Sekarang, kita berangkat dari rasa gundah gulana. Ketika kamu mengalami kegalauan untuk berhenti dari dunia penulisan karena kontenmu terlalu umum dan tidak mengikuti perkembangan zaman seperti tentang hal-hal yang sedang viral.Â
Di saat seperti itu apakah dorongan untuk berhenti tersebut benar-benar kamu turuti? Harapku semoga tidak. Mengapa? Karena hakikatnya karya tulis itu adalah selera, baik selera untuk si pembuat dan juga si pembaca.Â
Selagi kontennya bermanfaat, mengapa tidak? Sekalipun itu hal kecil yang justru sering dilupakan orang, lalu ketika kamu mengusung topik tersebut dan ternyata menjadi pengingat bagi pembaca, mengapa kamu masih saja meragu? Sementara itu, kita tidak berkewajiban untuk menyenangkan hati banyak orang, bukankah begitu?
Toh mayoritas manusia hidup di bumi. Ya, memang tidak semua manusia berada di benua, negara, bahkan kota yang sama.Â
Akan tetapi saya, kamu, dia, dan mereka adalah manusia dan tetap manusia, kita sama-sama lahir dari rahim seorang ibu kemudian kita mengalami fase-fase perkembangan yang mayoritas sama sampai kelak berakhirlah perjalanan kita di dunia ini taktala Allah memanggil kita untuk berpulang ke rahmatullah, meskipun beberapa dari kita memiliki perbedaan kecepatan dalam memenuhi setiap tugas perkembangan yang ada, akan tetapi, intinya pada setiap fase tersebut kita tidak jarang membutuhkan asupan materi yang sama, bukan?Â
Misalnya, pada usia 20 tahun, yakni pada masa dewasa awal, di mana kebanyakan orang di usia tersebut ramai mencari cara bagaimana supaya tidak lagi bergantung pada orang lain apalagi pada orang tua lantaran dari segi usia sudah dapat dikatakan dewasa yang berarti seharusnya sudah mampu atau paling tidak berusaha menjadi matang dari berbagai aspek untuk siap mengarungi tugas perkembangan selanjutnya, seperti mencari pekerjaan, membangun rumah tangga, dsbg.
Maka dari itu, pasti bahan bacaan manusia berusia seperlima abad tersebut tidak lain yang berkenaan dengan manajemen dari segala aspek kehidupan. Dan jika kita ingin membuat karya tulis yang menurutmu pas sasarannya untuk mereka yang berada tepat di umur 20 tahun, di bawahnya, atau malah di atasnya.Â
Percayalah, Allah tidak akan menciptakan penulis dan pengarang tanpa ada pembacanya selagi tulisan tersebut dipublikasikan di platform atau diterbitkan di penerbit yang tepat. Tentunya tidak serta-merta dipublikasikan karena alangkah baiknya perlu melalui berbagai proses seperti editing dan/atau revising sampai karya tulis kita benar-benar matang dan siap mengedukasi pembaca dengan mudah.Â
Lalu hal yang perlu ditekankan adalah AYO BANGKIT! Karena tidak semua orang memiliki bakat linguistik sepertimu. Pasti Allah telah mempersiapkan rencana besar dari potensi yang kamu miliki sekarang.
Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia.
(QS Shad [38] : 27)
Sekali lagi, yakinkanlah dirimu bahwa karya tulismu pasti bermanfaat selagi pemilihan kontenmu bermanfaat dan memang tujuan hidupmu adalah menjadi orang yang bermanfaat.
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain."
(HR Ahmad)
Dan saran saya, semestinya kita tidak menjadikan ketenaran apalagi kekayaan sebagai tolok ukur kesuksesan tulisan kita karena apalah arti itu semua apabila tulisan kita mengesampingkan akhlak, adab, moral, dan etika yang tidak memberikan edukasi dan boro-boro membuat pikiran orang terasah. Di sisi lain sebagai orang yang berbudi pasti tidak ingin membuat pembaca membuang-buang waktunya untuk tulisan yang unfaedah, setuju?
[3/3] Sebab takdir baik pasti menanti untuk yang mau meniti sepenuh hati.
Buah pikiranmu dapat menguntungkan & memberikan keberuntungan...
Pada pembahasan terakhir ini, poin pentingnya bermuara pada kutipan menarik yang sebenarnya tidak hanya berkenaan dengan eksistensi tulisanmu, namun juga eksistensi diri kita:
Janganlah kau buat manusia menyesal ketika mengenalmu.
Tetapi buatlah manusia itu menyesal ketika kehilanganmu.
(Abdullah bin 'Alawi al Haddad)
Sudah saatnya kita menjadi keberuntungan bagi orang-orang yang menemukan kita sehingga mereka tidak merugi karena telah sengaja atau tidak sengaja mengenal kita. Maksud secara gamblangnya bukan berarti kita dengan terang-terangan mengatakan, "Aku ini orang baik," tetapi melalui buah pikiran kita, kita berusaha mengajak pembaca untuk merenungi perihal kebaikan dan kebenaran yang tentunya dengan niat yang ikhlas serta dengan cara yang benar, insya Allah para pembaca tertentu akan tergugah hatinya dan alhamdulillah jika pola pikirnya menjadi terasah, akal menjadi lebih sehat, dan mereka dapat menentukan pilihan-pilihan yang baik dan benar tanpa keraguan. Lalu secara logika, siapa yang tidak senang berada di lingkungan yang berpotensi memotivasi?
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.
(QS Al-Isra [17] : 7)
Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).
(QS Ar-Rahman [55] : 60)
Semoga bermanfaat! Semangat menulis!
Ditulis oleh Shafira Aditiansyah di kota Belimbing dan dipublikasikan pada Ahad, 25 Juli 2021Â (15 Zulhijah 1442 H).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H