Pemberitaan media akhir-akhir ini cukup "mengusik" perhatian saya, baik di media massa maupun media sosial ramai menyudutkan Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)Â dan AHY. Hal ini dilatarbelakangi karena beberapa hari yang lalu Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memenuhi undangan Pak Jokowi untuk bertemu di Istana, ditambah lagi dengan penyataan salah satu kader Demokrat yang mengatakan istilah "setan gundul" dan pihak 02 merasa tersinggung dengan ucapannya itu. Seketika banyak pihak yang menyudutkan Partai Demokrat dan SBY, seolah-olah "mengkhianati" koalisi. Hal ini mereka nilai juga karena beberapa waktu sebelumnya SBY sering mengkritik konten kampanye/orasi dari 02, dan instruksi SBY yang sempat menarik sementara kader yang tergabung dalam tim BPN beberapa waktu lalu. Tapi benarkah itu artinya SBY dan Partai Demokrat mengkhianati koalisi adil dan makmur ?
Pemilu 2019 ini dapat dikatakan berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, suhu politik pemilu kali ini cukup "panas", selain terbagi hanya menjadi 2 kubu, tidak dapat dipungkiri kompetisi 2 kandidat Capres-Capwares kali ini memunculkan Politik Identitas yang cukup kuat, isu PKI dan HTI pun tidak bisa dihindari, belum lagi isu terkait etnis yang bermunculan, sebuah framing yang berujung kepada masyarakat memilih pemimpin bukan lagi terfokus pada visi misi dan program-program kedua kandidat, tetapi dilihat dari "identitasnya", golongan etnis A pilih calon A, agama A pilih calon A. Faktanya memang itu yang terjadi saat ini, meskipun kita juga belum bisa memastikan kebenaran dari isu2 tersebut, bisa benar/tidak.
Setelah hari pemungutan suara selesai, situasi makin panas ketika hasil Quick Qount dikeluarkan, lagi-lagi kembali seperti 2014 dulu, saling klaim kemenangan oleh kedua kandidat, dan ini "digoreng" lagi dengan pelakasanaan Pemilu 2019 yang dinilai curang, dan kubu yang satu lagi menilai pelaksanaan Pemilu 2019 sudah berjalan dengan baik. Dimana semestinya pasca pemungutan suara suhu politik bisa lebih tenang, justru semakin memanas.
Ketika kedua kandidat "panas" maka disinilah diperlukan pihak yang harus bisa "mendinginkan" situasi politik, merekonsiliasi, menyatukan kembali masyarakat yang terpengaruh oleh kompetisi kedua kandidat ini. Inilah sebetulnya peran yang sedang diambil oleh SBY dan Partai Demokrat. Partai Demokrat yang menjunjung tinggi demokrasi, dan sebagai "partai tengah" merasa perlu untuk menjadi penengah diantara kedua belah pihak. SBY dan Partai Demokrat ingin Politik Identitas yang memicu panasnya kondisi politik akhir-akhir ini disudahi/ diselesaikan, oleh karena itu mengapa SBY beberapa waktu lalu beliau mengkritik konten kampanye dari pihak 02 yang dinilai bisa memancing perdebatan di kalangan masyarakat.
Kemudian terkait pelaksanaan dan pemilu 2019 yang dinilai curang, saya melihat SBY dan Partai Demokrat ingin tetap berada dalam koridor mekanisme konstitusi, melalui tahapan-tahapan yang telah ditetapkan, meskipun jika memang benar terjadi kecurangan, ini bisa disampaikan nanti ketika sudah sampai pada tahapan yang semestinya yaitu tahapan pengaduan/gugatan hasil pemilu. Begitu pula dengan klaim kemenangan kedua kandidat, yang semestinya bisa sama-sama "bersabar" sampai penetapan akhir secara resmi oleh KPU, dan jika dirasa tidak sesuai dapat mengajukan gugatan sesuai mekanisme yang berlaku, yang pada intinya langkah-langkah/sikap yang diambil tidak bertentangan dengan konstitusi. Selain itu Partai Demokrat pun menyatakan siap untuk mengawal proses hukum apabila memang pelaksanaan Pemilu terjadi kecurangan.
Partai Demokrat memang berada di Tim Koalisi Adil dan Makmur, tapi berada di koalisi bukan berarti harus setuju dengan semua apa yang dilakukan, jika terjadi kekeliruan sudah sepatutnya mengoreksi apa yang keliru. SBY dan Partai Demokrat berusaha berpolitik dengan tetap rasional ditengah panasnya situasi politik saat ini.
SBY sedang  berupaya bagaimana cara untuk menyatukan kembali masyarakat yang sudah ter-framing oleh politik identitas dan terbagi menjadi beberapa kubu. SBY ingin masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga persatuan, jangan sampai masyarakat kita terpecah belah hanya karena perbedaan pandangan politik. SBY tidak ingin masyarakt Indonesia, terpopulerisasi oleh suatu identitas tertentu yang berpotensi pada perpecahan.Â
Komitmen SBY dan Partai Demokrat untuk bisa menjadi "penengah" dan dapat "mendinginkan" kondisi politik pasca Pemilu inilah yang saya nilai mengapa beberapa waktu lalu Komandan Kogasma Partai Demokrat, AHY memenuhi undangan Pak Jokowi di Istana, dan saya melihat kedatangan  AHY ini bukan untuk tawar menawar jabatan/pindah koalisi, tetapi sebagai bentuk menghormati undangan dan tentunya merekonsiliasi antara kandidat Capres Prabowo dan  Capres Jokowi. Dari sini justru saya melihat kedewasaan berpolitik dari seorang AHY dan Partai Demokrat, meskipun  bersebrangan dalam kompetisi bukan berarti harus bermusuhan dan tidak saling menghargai.
Rasanya keliru dan terlalu prematur menyimpulkan SBY dan Partai Demokrat mengkhianati Koalisi Adil Makmur. Sebelumnya pun sudah jelas sikap Partai Demokrat akan tetap berada dalam koalisi Adil Makmur. Disamping itu justru Partai Demokrat telah menjalankan fungsi partai yang sebenarnya, yakni "Partai bukan hanya sebagai sarana untuk memperoleh kekuasaan tapi partai juga berfungsi sebagai sarana pengatur konflik, yang mana partai bisa menyelesaikan konflik secara damai dan berusaha menjadi penengah yang bersifat netral, menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan juga sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H