[caption id="attachment_175419" align="aligncenter" width="300" caption="(Sumber : Pakde Image Google)"][/caption] Hati, perasaan. Sakit, bahagia, sedih, haru, bangga, kecewa, sayang, benci, cinta. Itulah pelangi-pelangi yang selalu mewarnai hari-hariku. Senyumku hadir benderang, tapi kadang meredup pula. Saat semua menjadi malam, kutahu akan ada bintang yang menjadi kecantikannya. Kecil tapi indah, bagi putik bunga dari pohon mangga yang selalu menjadi buruan kupu-kupu yang butuh manisnya putik itu. Dari sanalah fertilisasi dimulai. Dari putik kecil, menjadi buah mangga yang manis. Malam tetaplah malam, meski kukenal siang disiang hariku. Seperti yakinku akan badai, badai tetaplah badai. Itu hanya sementara. Setelahnya, akan ada pelangi indah melukis langitku. Dan sajak ini terlahir, ketika aku begitu sadar bahwa masih ada langit diatas langit. Ada Sang Maha yang perlu kita tafakuri. Masih ada Dia yang mampu memberi kita rasa kuat menghadapi hari-hari, meski asa hanya secuil tersisa. Ada Dia yang memberi kita kesembuhan, meski hanya tangan kananku saja yang bisa kugerakkan. Hingga merubah isi hatiku menjadi sajak ini. Kuyakin, esok masih bisa kurasakan hangatnya mentari, indahnya pelangi, dan cantiknya malam bersama bintang-bintang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H