Dia yang awalnya seorang ibu rumah tangga yang memiliki bisnis baju dan buku dengan omzet lumayan, ada ART dan bisa piknik setiap minggu harus mengalami perubahan yang drastis.
Doa yang dipanjatkan agar mendapatkan rezeki halal untuk suaminya mungkin terjawab. Setahun doa itu dipanjatkan dengan terus menerus, akhirnya tibalah saatnya sebuah keputusan diambil mengubah banyak hal.
Cerita baru dimulai, cerita yang tentu tidak sama.
Usaha pertama mereka membuka usaha rak kekinian dengan sharing modal dengan teman menggunakan sistem bagi hasil. Usaha pertama gagal karena salah harga dan mahalnya bahan baku di tempat tinggalnya.
Si teman tak mau mengerti, dia meminta dikembalikan modalnya puluhan juta. Â Itu benar-benar pukulan bagi mereka yang sedang berusaha bangkit dan berdikari di perantauan.
Ini jelas tidak mudah, tapi hidup harus terus berjalan. Marah? Kecewa? Pasti iya. Tapi itu pembelajaran.
Hidup harus terus berlanjut. Laundry jadi pilihan karena modal yang cukup ya Cuma untuk buka itu. Mobil harus diikhlaskan melayang. Tetangga mulai mengasihani, katanya dulu kaya sekarang harus keliling antar laundry, hamil besar pula.
Nangis dong pasti, kebayang kan dari hidup nyaman dan enak harus keluar dari zona nyaman dan menghadapi ujian yang tentu tidak mudah.
Ada anak yang harus mereka tanggung, bukan diri sendiri. Wajar kalau menangis, tapi bukan berarti putus asa, hanya menumpahkan sedikit peluh untuk berkeluh kesah. Dia harus mengantar laundry dengan motor butut hasil pinjam ke Bapak.Â
Usaha itupun kembali gagal karena manajemen keuangan dan tenaga kerja yang belum dikuasai. Banyak pelanggan, tapi uang habis untuk bayar karyawan.
Karyawan berkhianat, datang sendiri ke rumah pelanggan dan mengambil alih untuk dirinya sendiri. Selesai usaha mereka. Ingat itu, mungkin saat itu dia pun ingin marah, tapi lagi-lagi ini bagian dari hidup yang harus dijalani. Sudah tertulis semua di lauh mahfuz.Â