Setiap oran tua memiliki caranya sendiri untuk mendidik anaknya. Mendidik dan mengarahkan anak sebagai pertanggungjawaban atas amanahNya. Membersamai mereka untuk menemukan apa yang mereka sukai dan mendukung setiap kemampuan positif mereka.
Saya adalah tipe ibu yang suka banyak hal baru, saya akan memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mencoba hal baru selama itu psoitif dan tidak terlalu berbahaya. Misalnya menggunakan pisau dan gunting pertama kali sekitar umur 2 tahun. Awalnya, saya kenalkan dulu dengan memperlihatkan padanya cara menggunakannya dengan benar. Setelah itu, memberikan kesempatan kepada mereka untuk mencobanya. Dengan catatan, mereka sudah mulai bisa fokus meski sebentar dan bisa memegang dengan baik.
Semua pekerjaan rumah tangga dan perlengkapan rumah tangga satu per satu saya perkenalkan pada mereka sambil mengerjakannya. Karena dua putri perempuan yang kelak mereka memang harus tahu pekerjaan rumah tangga. Bagi mereka melakukan pekerjaan rumah tangga adalah pengalaman baru. Saya pun tidak serta merta mempercayakan sepenuhnya, hanya sebatas kemampuan dan seberapa yang memang perlu diketahui anak seusianya
Berada di rumah membuat saya banyak belajar tentang tumbuh kembang anak. Mencontoh yang baik dari pola asuh orang tua terdahulu dan menggantinya apabila sekiranya kurang baik. Seperti kebiasaan memukul kodok pada lantai saat anak jatuh yang ternyata membuat anak cenderung menyalahkan orang lain saat melakukan kesalahan. Hal itu sepele, tapi sudah menjadi kebiasaan sejak kecil. Saya berusaha untuk mengubahnya meski terkadang sulit.
Saat berada di rumah sendiri, memang lebih mudah untuk memberikan pengarahan dan menanamkan aturan disiplin. Namun, saat berada di luar rumah terutama bersama nenek atau kakeknya yang merasa pola didiknya yang terbaik, semua akan berubah. Mereka tidak memberikan kesempatan anak untuk salah sehingga takut anak melakukan hal yang salah yang membuat segala yang dilakukan anak harus yang aman saja. Memegang gunting dan pisau itu tidak diperbolehkan karena berbahaya. Apalagi ikut menggoreng. Katanya takut terciprat minyak, padahal saya sedang mengajarkan padanya cara berhati-hati. Saya pun tidak meninggalkan mereka, saya berada di sampingnya dan terus mengingatkan untuk berhati-hati.
Sebuah transfer kalimat negatif akan membuat saya yang sebenarnya tenang menjadi goyah. Saya yang tadinya percaya menjadi gamang. Selalu saja seperti itu. Membuat pikiran positif berubah menjadi was was. Meski bisa dimengerti karena mereka sayang dan tak ingin terjadi cedera, tapi Nenek juga harus mengetahui tidak ada orang tua yang ingin anaknya celaka. Kami pun sebgai orang tua ingin anak-anak kami menjadi baik.
Khawatir dan berhati-hati berbeda dengan parno. Semua hal yang berlebihan memang tidak baik, termasuk terlalu khawatir sehingga mematikan kreatifitas dan imajinasi anak. Memberikan mereka kepercayaan dengan terlebih dahulu memberikan pengarahan dan mendampingi menjadi pilihan yang tepat untuk mengajarkan anak tentang hal-hal yang sulit dilakukan anak-anak. Mereka pun nanti akan tahu caranya, tapi mengasah kemampuannya sejak dini juga merupakan bagian dari pembelajaran. Melatih fokus, ketelitian, kemampuan menganalisa dan berhati-hati.
Namun, kadang orang tua seperti Kakek atau Nenek tidak mau tahu tentang itu. Mereka memilih untuk tidak memperbolehkannya dengan memberinya gadget yang justru lebih menjerumuskan di masa datang. Pengaruh gadget yang tidak disadari saat ini memang sepertinya memudahkan, bahkan anak-anak dianggap bisa belajar dari gadget dengan berbagai aplikasi untuk belajar. Namun, coba deh perhatiin. Kalau tanpa pendampingan orang tua, pasti tidak akan disentuh semua aplikasi untuk belajar. Mereka lebih suka nonton dan bermain game.Â
Jadi, cara asuh dan mendidik setiap orang tua berbeda. Meski terlihat membahayakan, yakin deh kalau tidak ada orang tua yang ingin anaknya celaka kecuali dia mempunyai kelainan jiwa atau gangguan psikologi. Bagi saya, anak adalah amanah, jadi saya harus mengajarkan padanya banyak hal dan pengalaman. Bukan hanya mementingkan kenyamanan dan kesenangan, tapi dia harus belajar untuk memahami dan mengenali lingkungannya.Â
Memiliki kemampuan untuk mengetahui keadaan lingkungannya dengan baik merupakan life skill. Jadi, dia memang harus tahu dan mengerti bagaimana berhati-hati dalam menghadapinya. Tantangan membuat anak menjadi lebih semangat untuk menakhlukannya dan memang itulah yang ada pada dirinya.
Saya ibunya, saya tahu persis bagaimana dia karena dalam jiwanya ada jiwa saya. Saya pun tipe orang yang suka dengan tantangan, suka dengan hal baru dan suka belajar sesuatu yang saya anggap menarik. Saya ingin memberikan kesan menyenangkan yang tidak sia-sia untuk anak-anak. Mereka bisa mengekspresikan apa yang mereka rasakan, mengetahui apa yang mereka ingin ketahui dan memberikan ruang untuk mereka berimajinasi. Setiap ibu punya cara sendiri untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya.Â