Mohon tunggu...
Shafa Varera
Shafa Varera Mohon Tunggu... Freelancer - Be better everytime

bercerita untuk berbagi dan bermanfaat. mom's of two child and a wife, blogger and listener

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Ambarawa ke Masbagik

29 Mei 2019   11:01 Diperbarui: 29 Mei 2019   11:01 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kalau yang lain sibuk dengan mudik, kami justru sebaliknya. Bapak dan adik bungsu yang ada di Jawa yang kami tunggu kedatangannya. Si Bapak ada proyek jalan tol di Nganju, sedangkan si adik sedang menuntut ilmu di Malang. Lebaran menjadi moment yang paling dinanti karena mereka yang pulang ke Lombok. Biasanya, Mamak yang kesana untuk jenguk mereka. Kali ini, mereka yang kami nantikan kedatangannya di tengah arus mudik yang bejibun.

Tak pernah terbayangkan kami akan tinggal di Pulau kecil ini. Dulu kami tinggal di Ngampin, Kec Ambarawa, Kab Semarang. Tempat kelahiran Bapak. Mamak berasal dari Masbagik, Lombok Timur. Pertanyaannya past sama. Ketemu dimana? Kok bisa? Jadi, tahun 198 Bapak menjadi konsultas jalan saat pertama kali dibuat jalan hotmic dari Lombok Barat ke Lombok Timur. Nah, saat itu Bapak dapat di wilayh Lombok Timur. Sudah kebayang kan bagaimana bisa ketemu kalau sudah begini ceritanya. Nah, sejak menikah, memang tinggal di Lombok Timur sampai proyek selesai. 

Setelah itu, kami sekeluarga tinggal di Jawa. Hanya saya yang lahir di pulau ini karena saya anak sulung. Dua adik saya lahir di Jawa karena kami akhirnya menetap di Ambarawa sedangkan Bapak proyek di beberapa wilayah Jawa saja. Sudah tidak mau keluar Jawa karena lebih mudah untuk akses pulang. Mamak memutuskan untuk menetap di Jawa karena kami harus sekolah. Perusahaan tempat Bapak bernaung juga hanya mengambil proyek jalan tol, jadi lebih fokus di Pulau Jawa.

Ketika masih sering jenguk Mbah di Lombok, pulau kecil ini belum banyak dikenal. Tahun 2010, kami memutuskan untuk pindah ke Lombok. Mencoba hijrah dari ke Lombok dengan berbagai pertimbangan. Berharap disana kami bisa mendapatkan lingkungan yang lebih baik ketika lingkungan tempat kami tinggal sudah tidak baik untuk tumbuh kembang anak dan juga untuk belajar agama. Meninggalkan rumah dan isinya yang lama dirintis kedua orang tua dan memulai sesuatu yang baru di tanah kelahiran Mamak itu tiak mudah.

Lombok berkembang sangat pesat. Lombok yang sepi kini sudah sangat ramai dalam sembilan tahun terakhir ini. Kemajuan sektor wisata diikuti tumbuhnya pusat perbelanjaan dan banyaknya pendatang. Lombok menjadi sangat terkenal dengan alamnya yang indah. Kota Mataram yang dulu jam sembilan malam sudah sunyi, kini ramai sampai pagi. Banyak tempat nongkrong, cafe dan kedai kopi dengan berbagai suasana. Mall mulai banyak, cafe dan lesehan pun menjamur.

Mataram berubah menjadi kota kecil yang ramai., tapi tetap menjunjung tinggi nilai agama. Lombok masih konsisten dengan julukan pulau seribu masjid, jadi tetap nilai agama dijunjung dan dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata. Islamic Centre menjadi destinasi wisata halal yang berada di pusat kota Mataram. Mataram sudah tidak lagi sepi, tapi tidak juga terlalu padat hingga jalanan macet.

Jauh dari pusat kota, kami tinggal di sebuah desa di Lombok Timur. Masbagik, persimpangan dari Lombok Barat ke pusat kota Lombok Timur dan meuju pelabuhan ke Pulau Sumbawa. Masbagik terkenal sebagai tempat perdagangan. Banyak orang dari Masbagik berdagang ke tempat lain dan sukses. Kalau lewat Masbagik, berderet pertokoan yang menjual berbagai macam kebutuhan. Meski bukan ibukota kabupaten, tapi Masagik cukup ramai dan lengkap. Kami pun tinggal di desa, tidak di kota. 

Meski sama-sama desa dengan di Ngampin, tapi tinggal di Masbagik masih sangat sederhana. Masih sangat kekeluargaan dan menjunjung tinggi nilai agama. Di Ngampin sudah mulai harus ada imbal balik atas pemberian, disini semua dilakukan dengan tulus. Kami belajar banyak tentang kesederhanaan dan bersyukur. Meski sedikit, yang penting berkah maka hati terasa lebih nyaman. Nikmat ibadah dan belajar agama juga bisa kami rasakan di desa kecil itu. 

Untuk berkompetisi, memang lebih baik di Jawa. Namun, untuk hidup tenang dan nyaman, bergotong royong dalam kesederhanaan, di Lombok lah tempat yang paling tepat. Belajar agama dan bersama saling mengingatkan untuk menjadi lebih baik. Tak banyak tuntutan, tidak tinggi keingian, Hanya ibadah yang menjadi niatan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun